Headlines News :
Home » » Sr. Franselin, CIJ: Biarawati Juga Bisa Sekolah Tinggi

Sr. Franselin, CIJ: Biarawati Juga Bisa Sekolah Tinggi

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, August 25, 2009 | 2:38 PM

Ternyata suster juga bisa sekolah sampai sarjana (S1), bahkan bila perlu sekolah sampai S2 dan S3 demi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan kerjanya. Jadi, para remaja putri yakinlah, menjadi biarawati tidak terkungkung di dalam biara.

Di samping doa-doa dan aturan biara, biarawati juga bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih berarti bagi masyarakat yang dilayani. Biarawati juga bisa lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi yang terbaik dalam ketaatannya sebagai biarawati.

Itulah juga yang dialami Sr. Franselin, CIJ, yang baru saja selesaikan pendidikan S1 Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik (IPPAK) Sanata Dharma Yogyakarta. Mengangkat tema perempuan dalam skripsi berjudul Keprihatinan Rasuli dari Pendiri Kongregasi CIJ Terhadap Harkat dan Martabat Kaum Perempuan di Ende Flores.

Mengapa perempuan? Apa padangan Suster Franselin, tentang hidup membiara dan apa harapannya tentang panggilan bagi para remaja putri? Berikut ini wawancara Pos Kupang dengan Suster Franselin, CIJ yang ditemui di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Bagaimana ceritanya sampai suster lulus dengan predikat cumlaude?
Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Biasa saja seperti teman-teman lain, bahkan ada yang jauh lebih tinggi prestasi akademiknya dibanding saya. Bedanya, saya memang kuliah lebih cepat. Tepat empat tahun sejak tahun 2005 saya selesaikan kuliah S1 Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik yang disingkat IPPAK. Tidak tinggi sekali, sederhana, Indeks prestasi komulatif kuliah 8 semester 3,28 dengan nilai A untuk skripsi. Mungkin karena tepat waktu, dengan predikat komulatif di atas 7 dan skripsi 8 yang membuat saya dapat predikat cumlaude.

Bisa jelaskan tentang skripsi: Keprihatinan Rasuli dari Pendiri Kongregasi CIJ Terhadap Harkat dan Martabat Kaum Perempuan di Ende Flores.
Keprihatinan rasuli sama dengan keprihatinan kerasulan, fokus saya pada karya pelayanan yang dikhususkan kepada kaum perempuan untuk mengangkat martabat dan harkat kaum perempuan. Ini ada kaitannya dengan sejarah awal berdirinya Kongregasi CIJ yang prihatin terhadap nasib kaum perempuan sekitar tahun 1930-an. Saya berupaya menjelaskan secara ilmiah situasi dulu dan sekarang soal martabat perempuan di Ende Flores.

Belum banyak orang tahu bahwa biarawati dapat membuat kajian ilmiah suatu masalah di seputar karya pelayanannya. Pada umumnya orang tahu suster-suster itu kerjanya doa dan kerja sederhana soal pelayanan saja. Orang jadi malas masuk biara karena rutinitas itu. Bagaimana komentar Suster?
Sejak dulu, salah satu karya pelayanan kami adalah pendidikan. Mungkin dulu sederhana saja cukup tamat SLA dan sejenisnya. Tetapi, biara juga ikut perkembangan jaman. Pendidikan tinggi penting untuk pelayanan pendidikan masyarakat. Doa-doa itu keharusan bagi semua orang beriman. Biarawati mesti taat pada doa dan aturan biara. Tetapi biarawati juga bisa bebas mencari ilmu. Jadi, para remaja putri, mari masuk biara, Anda akan mengalami kebebasan penuh untuk mengembangkan diri melalui biara.

Apa yang suster pelajari dan tulis dalam skripsi?
Antara lain saya cermati tulisan Pater Lame Uran, bahwa pada zaman itu adat-istiadat dan perbudakan masih sangat kuat. Kekerasan feodalisme yang ditandai dengan pembunuhan, pemerkosaan, khususnya kaum perempuan, nampak jelas dalam praktek kawin paksa. Sikap ini merupakan pelanggaran hak asasi yang merendahkan martabat manusia. Orang-orang muda menjadi fokus kekerasan terhadap aturan adat. Berdasarkan norma adat setempat, seorang gadis seharusnya dipinang oleh pihak laki-laki, tetapi aturan tersebut tidak berlaku karena hadirnya kaum penjajah: mereka hanya dijadikan sebagai alat pemuas hawa nafsu dan komoditi perdagangan yang dapat menghasilkan uang. Perempuan juga dijadikan harta serta alat untuk meningkatkan status sosial kaum feodalis.

Untuk kepentingan siapa sebenarnya sampai perempuan mendapat perlakuan menyedihkan seperti yang suster tulis dalam skripsi? Apa akibatnya bagi perempuan?
Perempuan sungguh diperlakukan sebagai barang yang bisa diperdagangkan untuk kepentingan feodal dan golongan atas. Kondisi yang memprihatinkan ini telah menimbulkan berbagai penyakit fisik dan psikis. Jenis penyakit ini tidak mudah ditangani karena kesulitan tenaga medis, obat-obatan, konselor dan komunikasi antar daerah yang sulit dijangkau. Situasi ini sungguh membuat masyarakat hidup dalam kemelaratan. Berdasarkan kondisi sosial seperti yang disebutkan di atas, Mgr. Henricus Leven, SVD, merasa terpanggil untuk mendirikan Kongregasi CIJ, dengan tujuan agar para anggotanya mampu mewartakan "Kabar Gembira" tentang Yesus Kristus melalui pengajaran kepada orang yang belum mengenal agama, mencari domba yang hilang dan mengangkat martabat kaum papa miskin serta para perempuan penderita.

Suster membuat kajian ilmiah tentang visi misi lahirnya kongregasi CIJ, suster menulis tentang karya pelayanan kongregasi CIJ yang bertolak dari keprihatinan?
Ya! Bertolak dari keprihatinan dasar tersebut tarekat CIJ berdiri. Pertama, agar para anggotanya meneladani Tuhan Yesus dan bunda-Nya yang suci, menjalankan kehidupan orang miskin, tetap hidup perawan dan mentaati aturan hidup Kongregasi serta berusaha untuk mencapai kesempurnaan dan berkenan kepada Allah.

Kedua, mereka harus membantu karya penyebaran agama (iman) yang benar. Misi ini diwujudkan dalam karya pendidikan anak-anak perempuan di sekolah, asrama, serikat Gerejani St. Maria, sekolah rumah tangga dan pendidikan anak-anak kecil (TKK). Untuk menghidupkan dan melaksanakan tujuan berdirinya Kongregasi yang tersurat dalam Konstitusi Awal, Mgr. Henricus Leven, SVD, secara khusus dipilih Tuhan untuk memulai karya besar dengan mengubah pola pandangan masyarakat Kepulauan Sunda Kecil yakni perempuan hanya sebagai calon ibu atau isteri dan mempunyai arti khusus hanya karena emas kawin.

Kesadaran apakah yang mau ditumbuhkan pendiri dan kongregasi kepada kaum perempuan yang terpinggirkan itu?
Di sini Bapa pendiri mau menandaskan dan sekaligus menyadarkan masyarakat setempat, khususnya bagi kaum perempuan bahwa ada nilai hidup yang lebih luhur, yaitu hidup perawan sebagai seorang religius untuk kepentingan Tuhan dan Kerajaan-Nya yang belum dapat dibayangkan. Selain wawancara saya juga baca dari tulisan Pater Piet Petu, dan banyak tulisan lain menyangkut kesadaran akan hakekat hidup sebagai manusia dan sebagai perempuan. Inilah yang bagian kecil dari skripsi yang saya tulis dengan bebas!

Bagaimana kaitannya dengan kebebasan yang Suster maksudkan?
Ya! Dunia pendidikan adalah dunia yang bebas bagi para perempuan. Melalui kuliah, belajar, membaca banyak buku-buku, melakukan wawancara dengan berbagai pihak, saya mendapat kebebasan penuh untuk menulis skripsi. Saya merasa kongregasi telah membuka jalan luas untuk saya menjadi lebih bebas dan lebih baik dalam mengabdikan hidup saya sebagai biarawati. Saya mendapat kebebasan penuh membaca sejumlah buku yang memperkuat skripsi. Saya mendapat kesempatan untuk membaca dan belajar dan membuat penelitian. Saya berpikir dan menulis yang saya temukan dalam buku-buku pendukung skripsi. Itulah kebebasan yang saya maksudkan. Jelas bahwa dunia ilmu dan dunia ilmiah juga menjadi bagian dari hidup seorang biarawati. Latar belakang lahirnya sebuah kongregasi sangat berkaitan erat dengan kebebasan dan kemanusiaan.

Apa yang Suster rekomendasikan dalam membandingkan keprihatinan rasuli terhadap perempuan pada awal berdirinya kongregasi dengan kenyataan sekarang ini?
Kongregasi CIJ melakukan karya kerasulan pendidikan dan kesehatan. Dalam Konstitusi Awal ditulis agar para suster CIJ memperhatikan dan menanggapi nasib kaum perempuan dan anak. Sampai sekarang ini terus diperjuangkan bahkan mengalami peningkatan. Pendidikan makin lama makin maju. Karya kongregasi pun semakin banyak. Pengembangan karya kerasulan di bidang sosial, menangani secara langsung para penyandang masalah dan secara khusus mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan sebagai pribadi yang patut diakui keberadaannya. Sekarang ini terdapat 25 buah karya kerasulan Bina Remaja Putri yang ditangani CIJ. Kemajuan pesat, karya ini sungguh memberdayakan kaum perempuan melalui berbagai kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kualitas hidup dari aspek rohani maupun jasmani. Kerasulan ini juga didukung oleh berbagai pihak baik oleh para suster CIJ sendiri, pihak swasta maupun pemerintah dengan memberikan bantuan moril dan materiil.

Apakah perkembangan jaman dulu dan sekarang mempengaruhi karya kerasulan Kongregasi CIJ?
Dalam skripsi saya juga mencermati hal ini. Memang mesti diakui bahwa perkembangan zaman di bidang IPTEK, diharapkan tetap memperkuat semangat anggota CIJ dalam berpastoral. Dalam bidang pastoral keluarga misalnya, semangat para suster untuk pergi ke kampung-kampung mengunjungi orang sakit dan menghibur orang yang menderita sebaiknya tetap tumbuh.

Permasalahan dasar yang ditemukan dalam tarekat perlu diangkat dan selanjutnya dicari solusi untuk mengatasinya, sehingga walaupun para suster hidup dalam suatu dunia yang serba modern, semangat dasar yang sudah diwariskan oleh Bapa pendiri tetap terus bersemi dalam diri setiap anggota. Perkembangan zaman dan kemajuan dalam bidang IPTEK, bukannya memudarkan semangat dalam tugas-tugas perutusan, tetapi justru sebagai alat bantu penuh makna yang dapat memotivasi para suster untuk lebih mengembangkan kerasulan tarekat secara efektif dan berdaya guna.

Untuk meningkatkan semangat kerasulan bagi para suster CIJ khususnya, rekomendasi apa yang suster berikan melalui skripsi yang suster tulis?
Penyajian karya tulis ini merekomendasikan beberapa hal untuk meningkatkan semangat kerasulan bagi para suster CIJ, dalam mengangkat derajat kaum perempuan. Pertama, Perlunya membuat gerakkan sosial melalui gerakkan yang dikoordinir oleh LSM atau Yayasan sosial lainnya yang menangani masalah tentang kaum perempuan, juga gerakkan spiritual lewat kegiatan-kegiatan rohani seperti: retret, rekoleksi, camping rohani yang melibatkan kaum muda-mudi dan suami-isteri.

Kedua, Setiap suster CIJ perlu melihat masalah aktual atau mendesak yang terjadi pada kaum perempuan yang membutuhkan penanganan untuk mengatasi dan dibela haknya. Ketiga, Suster-suster CIJ berjuang dan berpikir secara serius mengangkat derajat perempuan bila ada terjadi sesuatu yang menimpa mereka.

Keempat, dalam memperjuangkan hak kaum perempuan yang paling mendasar adalah penegakkan hak dan martabat serta pembelaan hak-hak perempuan. Kelima, Setiap komunitas perutusan perlu membangun jaringan dan kerja sama dengan semua pihak baik pemerintah, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang sosial untuk menangani kaum perempuan, lembaga religius lainnya agar perhatian dan pelayanan demi keutuhan martabat kaum perempuan semakin efektif.

Apakah Suster akan kuliah lebih tinggi lagi?
Soal kuliah lagi, tentu saja saya sangat gembira jika mendapat kesempatan itu. Ya, tentu kalau direstui pimpinan biara.

Menjaga Kesucian dan Martabat Diri

Sr. Franselin, CIJ, memiliki nama asli Prudentia Rosa Maru. Putri kelima dari tujuh bersaudara pasangan Bapa Fransiskus Naga dan Ibu Anastasia Gale (almarhum). Memilih nama Franselin karena aturan waktu itu nama diganti, sebagai simbol memulai hidup baru dalam kehidupan sebagai biarawati.

"Nama kita pilih sendiri, dan dilihat lagi oleh pimpinan biara sesuai atau tidak. Saya pilih Franselin karena permintaan dari bapa saya sendiri. Rangkaian dari nama keluarga, terutama bapa saya Fransiskus. Juga secara khusus nama itu adalah nama Santu Fransiskus.

Santu Fransiskus dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga berada. Tetapi, ketika dia melihat situasi dunia sekeliling dan menemukan begitu banyak orang-orang kecil yang hidup sengsara, dia berusaha menolong mereka. Semangat mencintai orang kecil dan terpinggirkan itulah yang ingin saya tumbuhkan dalam panggilan hidup saya sebagai biarawati".

Sr. Franselin, dilahirkan di Jopu, 29 Desember 1975. Menyelesaikan pendidikan SD di Jopu, SLTP dan SLTA di Dili Timor Timur (kini Republik Demokratik Timor Leste/RDTL). Sr. Franselin masuk biara tahun 1995, menerima kaul pertama 19 Juni 1998 dan kaul kekal sebagai biarawari tanggal 18 Juni 2004.

Ketika ditanya, "Mengapa masuk biara?" Sr. Franselin menjawab, "Keinginan untuk jadi suster karena pada awalnya tertarik dengan Suster Kepala Sekolah, Sr. Yosefin, CIJ, karena gaya mengajarnya yang menarik, pendekatan terhadap anak-anak, selalu dekat dengan murid, selalu bertanya, selalu mengatasi masalah. Selalu bertanya kamu ada apa.

Suster Yosefin juga suka mengajak anak-anak datang ke biara Jopu. Saya ingin seperti dia. Ingin jadi guru seperti dia menjadi suster guru. Setelah masuk biara saya merasa inilah pilihan saya dalam hal pelayanan para suster terhadap orang-orang kecil di kampung," tutur Sr. Franselin.

Sebagai biarawati, perutusan pertama dijalaninya di Komunitas CIJ Watubala - Maumere. Pelayanan di bidang urusan rumah tangga dan mengajar anak sekolah Minggu Paroki Watubala (dua tahun) 1998 - 2000.

Perutusan kedua terjadi di rumah retret Sawiran - Pasuruan, Jawa Timur (Jatim). Di sana Suster Franselin bekerja sebagai anggota tim pembina untuk retret anak-anak sekolah di Jatim selama 3,5 tahun, yakni tahun 2000 - 2003.

Perutusan ketiga terjadi di Ende dalam rangka persiapan kaul kekal, selama enam bulan. Setelah kaul kekal pada 18 Juni 2004 perutusan keempat dijalani di Lembor, Manggarai Barat sebagai ibu asrama putri SMA Lembor tahun 2004. Pada tahun 2005 Sr. Franselin diutus mengikuti kuliah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang diselesaikan tepat empat tahun.

Suster sangat yakin tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. "Supaya perempuan dapat melolong diri sendiri agar tidak terjajah oleh pihak lain; juga bisa menolong orang lain. Perempuan memiliki potensi untuk menjadi lebih mampu. Pendidikan akan membuat perempuan dan setiap orang sadar talenta dirinya," ujarnya.

Suster juga menyampaikan keprihatinnya terhadap pergaulan sebagian anak-anak yang kuliah di Yogya. "Sebagian anak-anak zaman sekarang hidup turut suka. Kalau ditegur, mereka akan menilai suster kurang gaul. Mereka memahami gaul secara salah. Ada beberapa anak-anak kita yang menjalani pergaulan bebas di kos-kosan dan hamil di luar nikah. Sayang sekali karena mereka kurang menghargai kesucian pribadi. Harapan konkret saya tidak muluk-muluk. Cukup, hargailah dirimu sendiri, menjaga kesucian dan martabat diri. Ingat orang tua yang berjuang keras membiayai kuliah," kata Sr. Franselin.

Ketika ditanya kemungkinan memilih jalan hidup lain di luar biara, Suster menjawab tegas; "Saya tidak menyesal masuk biara? Sama sekali tidak. Ini pilihan saya untuk seumur hidup. Mohon Doa." (Maria Matildis Banda).
Sumber: Pos Kupang, 9 Agutus 2009
Ket foto: Sr. Franselin, CIJ
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger