Kurang lebih tiga bulan sesudah ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng Pr mengunjungi bekas lokasi tambang mangan PT Sumber Jaya Asia di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai hari Rabu ( 21/7/2010).
Kunjungan ke lokasi tambang ini diawali dengan Perayaan Ekaristi Ekologis di Kapel Gua Maria Torong Besi. Perayaan Ekaristi dipimpin sendiri oleh Mgr. Hubertus Pr didampingi oleh Vikjen Keuskupan Ruteng, Rm. Lorens Sopang Pr, Ketua JPIC SVD Ruteng, P. Simon Suban Tukan, SVD Koordinator JPIC OFM Flores, P Mateus Batubara, OFM dan sejumlah imam lainnya.
Liturgi ekaristi yang dikemas dengan corak Ekologis oleh tim ekopastoral fransiskan menampilkan dan menggambarkan tentang kerusakan alam akibat pertambangan dan ajakan kepada manusia untuk melakukan pertobatan ekologis.
Dalam perayaan Ekaristi, ditampilkan juga fragmen tentang kerusakan alam oleh siswa/siswi SMA Katolik Reo, Kab Manggarai.
Dalam kotbatnya, Mgr. Hubertus menegaskan bahwa alam merupakan tempat tinggal semua manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Manusia tidak hidup sendiri di alam ini karena itu manusia patut menghargai dan menghormati alam. Penghargaan manusia terhadap alam secara nyata hidup dalam sosok Fransiskus dari Asisi yang memandang semua makhluk ciptaan termasuk alam sebagai saudara. Karena itu tak satu makhlukpun yang berhak memonopoli atas kehidupan.
“Cukuplah sudah keserakahan manusia dan berhentilah sudah kerakusan orang-orang yang mempunyai uang, untuk tiada henti-hentinya mengeruk isi perut bumi ini dengan usaha tambang”, tegas Mgr Hubert.
Ia juga mengingatkan kepada umatnya tentang hilang dan tenggelamnya tanah ini kalau terus menerus digaruk untuk diambil isinya. “Jaga reno tana ho’o (Awas! Tanah dan wilayah ini akan hilang dan tenggelam). Biarkanlah tanah dan alam ini menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi ini,” lanjut Mgr Hubert Leteng, Pr.
Setelah perayaan ekaristi, Bapak Uskup bersama umat melakukan ziarah dan berdoa di Gua Bunda Maria Torong Besi. Gua ini berada tidak jauh dari lokasi pertambangan mangan.
Setelah sejenak berdoa di Gua Maria, Bapak Uskup melanjutkan peziarahannya menuju lokasi bekas tambang mangan PT Sumber Jaya Asia. Bapak Uskup melihat dengan matanya sendiri lubang-lubang menganga yang ditinggalkan oleh pengusa tambang, hanya menyisahkan ratapan yang tak berujung. Terasa ada luka mendalam yang amat sulit untuk disembuhkan.
Di tempat itu, sebagai bentuk keprihatinan dan kepeduliannya terhadap alam yang sudah rusak itu, Bapa Uskup bersama umat yang ikut berziarah bersama-sama menanam “pohon perdamaian” sebagai tanda berdamai dengan alam ciptaan.
Koordinator JPIC OFM Flores, P Matius Batubara mengatakan bahwa kunjungan Bapak Uskup Ruteng ke wilayah tambang merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan pernah dilupakan dalam perjalanan sejarah Gereja Keuskupan Ruteng.
“Kecemasan, duka dan derita umat sekitar lingkar tambang menjadi kecemasan, duka dan derita Gereja Keuskupan Ruteng. Bapak Uskup tidak diam. Ia hadir bersama umat dan melihat sendiri bagaimana hancurnya alam akibat pertambangan,” kata P. Mateus Batubara, OFM.
Menolak Pertambangan
Dalam sejarah perjuangan menolak kehadiran tambang di Flores umumnya dan wilayah Manggarai-khususnya, Keuskupan Ruteng tercatat menjadi satu-satunya keuskupan yang secara jelas dan nyata menolak hadirnya industri pertambangan.
Dalam surat pernyataan yang dikeluarkan pada sidang pastoral (21/5/2009), para pastor, para religius dan Ketua Pelaksana Dewan Pastoral Paroki yang berkarya di Keuskupan Ruteng menyatakan menolak semua aktivitas pertambangan yang merugikan dan mengancam masyarakat dan daerah serta seluruh alam ciptaan.
Berdasarkan fakta-fakta di lapangan yang dilihat dan dialami langsung oleh para pekerja pastoral, kehadiran tambang telah merusak ekosistem kehidupan secara menyeluruh dan terus mengancam keselamatan manusia dan dunia.
Usaha pertambangan juga telah menimbulkan berbagai kerugian dan mengancam keselamatan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan penambangan, hak-hak masyarakat sering sering dilanggar dan diabaikan, kegiatan pertambangan yang eksploitatif telah membawa dampak kerusakan lingkungan yang sangat besar dan bersifat permanen. (Valentinus Dulmin, naskah ini pernah dimuat di HIDUP)
Ket foto: Sejumlah warga membentangkan spanduk menyambut kedatangan Uskup Hubert Leteng di lokasi tambang.
Foto: dok. Valens Dulmin, JPIC
Foto: dok. Valens Dulmin, JPIC
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!