Pembawaannya sederhana. Usianya pun masih muda. Namun, di kalangan jurnalis Ibu Kota dan aktivis kepemudaan nama Viktus YK Murin sangat familiar. Gagasan tentang masalah kepemudaan sangat bernas.
Putera Lembata kelahiran Aliuroba, Kecamatan Buyasuri, Lembata ini pernah memangku jabatan penting pada sejumlah organisasi kemasyarakat pemuda (OKP) seperti GMNI atau AMPI.
Di tengah kesibukan sebagai anggota Tim Ahli Khusus Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dr Adhyaksa Dault, SH, M.Si. Viktus –begitu ia akrab disapa– masih menyisihkan waktunya untuk kampung halamannya, Lembata.
Dalam sebuah diksusi dengan Dian di kantornya, kawasan Senayan, Jakarta, pria yang masih melajang ini masih menceritakan soal Lembata sebagai sebuah daerah otonom.
“Sejarah otonomi Lembata sama-sama kita tahu sudah berlangsung sejak 7 Maret 1954. Jika kemudian baru terealisasi tahun 1999, itu semata-mata natur politiknya yang membentuk terealisasinya daerah otonom,” ujar Viktus Murin, putera Alex Murin (alm) yang juga pemilik Yayasan Pendidikan Kawula Karya Lewoleba, Lembata.
Ia menambahkan, mengapa Lembata menjadi daerah otonom, hal itu karena digerakkan keinginan seluruh elemen masyarakat untuk melakukan akselerasi percepatan pencapaian kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, daerah ini menjadi otonom dan mengurusi dirinya sendiri terlebih dalam era otonomi. Jika substansi daerah otonomi itu tidak dipahami dengan hati dan rasa oleh pemimpin politik Lembata, termasuk juga para elit lain maka sia-sia idealisme kita tentang mengapa Lembata menjadi daerah otonom.
Hal ini beralasan karena jika kemudian otonomi Lembata hanya mengantar elit sejahtera sendirian maka tidak ada maknanya Lembata menjadi daerah otonom. Muara dari jabatan publik di manapun adalah upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Jadi, para pemimpin Lembata harus menempatkan motivasi historis, idealisme, dan basis pijak mengapa Lembata menjadi daerah otonom. Dengan begitu, rakyat tidak lagi menjadi komoditas politik. Ia menjadi subiek yang harus dilayani.
Sama dengan hakekat demokrasi di mana kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Sedang elit hanya memegang jabatan sementara dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Dalam praksis politik pasca otonomi daerah di Indonesia belakangan ini, ia menilai ada deviasi yang terjadi di kalangan para elit yang cenderung hanya mengurusi diri sendiri.
Mereka lupa mengurusi rakyat sebagai subiek kedaulatannya. Mengapa harus memimpin dengan hati karena jabatan apapun harus dilihat sebagai medium pelayanan.
Bukan medium penikmatan kekuasaan. Fakta menunjukkan, ada deviasi yang terjadi pasca otonomi di mana terjadi banyak kasus pelanggaran etika demokrasi lewat praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
“Ini menunjukkan bahwa elit tidak bekerja dengan hati. Dia malah terjebak dalam lingkaran setan untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Bahkan malah dia tidak memacu terjadinya percepatan kesejahteraan rakyat. Kita tahu, semakin tinggi grafik kemiskinan suatu masyarakat hal itu menunjukkan bahwa elit tidak melakukan apa-apa. Elit hanya mengurusi diri sendiri,” kritik bekas wartawan harian Pos Kupang ini.
Prestasi yang ditorehkan selama ini membuat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) H. Adhyaksa Dault, SH, M.Si kolega sejumlah OKP, mengangkatnya menjadi anggota Tim Ahli Khusus untuk membantu sang menteri.
Tak sampai di situ. Ia pun masih berkutat di bidang jurnalistik: dunia yang pernah membesarkannya sejak masih tercatat sebagai wartawan harian umum Pos Kupang hingga di sejumlah media di Jakarta.
Saat ini di tengah kesibukannya sebagai anggota Tim Ahli Menpora ia masih mengelola sekaligus Pemimpin Redaksi Situs Berita Internet Dewan Pimpina Pusat Partai Golkar dan menjadi pembicara di sejumlah pertemuan kepemudaan.
Perhatian kepada daerahnya, NTT dan Lembata khususnya sangat besar sekalipun melalui sumbangan ide atau gagasan. Dari tangan pria yang masih single ini, dua buku karyanya meluncur.
Temanya pun bersinggungan dengan berbagai masalah nasional hingga di kampung halamannya Buku pertama, Mencari Indonesia, Balada Kaum Terusir diluncurkan langsung oleh Menteri Adhyaksa Daul di Gedung Jakarta Media Center (JMC) kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada 26 Oktober 2005.
Hadir sejumlah tokoh nasional seperti pengamat politik CSIS Dr J Kristiadi, pakar komunikasi Fisip UI Prof Dr Efendi Ghazali, sejumlah anggota DPR RI, dan rekan-rekan aktivis kepemudaan. Acara dipandu presenter cantik MetroTV Prita Laura.
Kemudian, terbit lagi buku keduanya: Menabur Asa di Tanah Asal. Acara peluncuran berlangsung di Hotel Kristal Kupang pada 7 Januari 2006 dan dibuka Gubernur NTT Piet A Tallo SH. Sejumlah pembahas hadir seperti pakar komunikasi Undana Prof Dr Alo Liliweri, redaktur senior harian Bisnis Indonesia Ir Cirylus Kerong, dan anggota DPRD/Ketua AMPI NTT Inche Sayuna, SH.
Bagi Viktus, kritik dan masukan yang disampaikan kepada para pemimpin di daerahnya, Lembata, merupakan salah satu bentuk kecintaan sebagai seorang putera daerah di perantauan.
Saat berlangsung penjaraingan calon pemimpin Lembata yang telah mengantar Andreas Duli Manuk dan Andreasi Liliweri sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lembata, ia bicara serius kepada lima paket yang berlaga saat itu.
Menurutnya, mereka harus paham bahwa untuk apa Lembata menjadi otonom. Artinya, basis histori Lembata harus dipahami. Nah, setelah memahami motivasi historis maka dengan kepemimpinan yang akan dijalankan akan selalu berkiblat pada motivasi historis yaitu mengantar masyarakat menuju kesejahteraan. Bukan kesejahteraan bagi elit politik.
Elit politik yang sekarang ini juga harus bisa memaknai bahwa kesempatan menjadi calon saja sangat langka. Tidak semua orang seberuntung mereka. Dari sekian ribu orang Lembata mungkin sepuluh orang ini terpanggil untuk menjadi calon pemimpin yang secara formal diuji oleh lembaga demokrasi. Tetapi, tentunya dari sepuluh orang yang terpanggil itu pasti ada satu paket yang terpilih. Rakyat akan menentukan pilihannya sesuai tuntutan nuraninya.
“Kesiapan untuk menerima kemenangan dan kekalahan bagi kelima paket ini harus sama besar kadarnya. Bila itu sudah terjadi maka politik akan menjadi sangat bermartabat. Mengapa, karena kompetisi politik yang sekarang sedang berjalan hanyalah sebuah kesementaraan. Setelah seluruh tahapan itu selesai maka semua harus kembali seperti sediakala bahwa ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Tidak kemudian terhenti pada dendam politik yang kemudian hanya menciptakan lingkaran setan,” katanya kepada Dian sesaat sebelum berlangsung kampanye pilkada Lembata. (Ansel Deri/Pius Lima Klobor)
Sumber: Flores Pos, Ende
Ket Foto: Viktus YK Murin, anggota Tim Ahli Menpora Adhyaksa Dault (gbr 1) dan ketika menyerahkan buku 'Mencari Indonesia, Balada Kaum Terusir' kepada Menpora Adhyaksa Dault. Foto: dok. Ansel Deri
Ket Foto: Viktus YK Murin, anggota Tim Ahli Menpora Adhyaksa Dault (gbr 1) dan ketika menyerahkan buku 'Mencari Indonesia, Balada Kaum Terusir' kepada Menpora Adhyaksa Dault. Foto: dok. Ansel Deri
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!