Headlines News :
Home » » Ignatius Mulyono: Dari Pasar Legi ke Senayan

Ignatius Mulyono: Dari Pasar Legi ke Senayan

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, August 24, 2009 | 2:30 PM

Sejak kecil ia membantu ibunya berjualan daging di Pasar Legi, Solo. Maklum. Hal ini dijalani karena ia sadar ayahnya hanya seorang tukang cat. Pengalaman itu membuatnya terus bekerja keras dalam hidup hingga mengantarnya menjadi anggota DPR. “Saya bersyukur kepada Tuhan karena bisa lulus SMA,” ujar Ignatius Mulyono.

MENJADI anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) dengan sejumlah jabatan yang dipercayakan, tak pernah terlintas dalam benak Ignatius Mulyono. Apalagi, suatu saat akhirnya dipercayakan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menyalurkan aspirasi rakyat.

Saat masih di bangku kelas 4 sekolah dasar (SD) Pak Mulyono, begitu Mayjen TNI (Purn) Ignatius Mulyono disapa, harus bergumul bersama ibunya di Pasar Legi Solo. Mulyono kecil ikut membantu ibunya berjualan daging. “Saat itu saya sadar kehidupan ekonomi keluarga kami sangat terbatas. Karena itu, saya harus membantu ibu jualan daging di pasar untuk menambah pemasukan keluarga,” ujar Ignatius Mulyono.

Purnawirawan Angkatan Darat berpangkat Mayor Jenderal (Mayjen) ini lahir di Kampung Jagalan, Kota Solo pada 17 April 1945. Ia terlahir sebagai anak sulung dari delapan bersaudara pasangan Wiro Karyono dan Dalyem. Sang ayah hanyalah seorang tukang cat tembok. Saban hari Karyo harus menjauh dari rumah untuk mencari kerja. Kadang bisa mendapat kerjaan, kadang pula harus puasa. Nah, praktis sebagian biaya keluarga bersandar pada ibunya.

Kondisi ini memaksa Dalyem putar otak. Ibu tua ini terjun langsung di Pasar Legi menjual daging yang diambil dari pedagang besar. Mulyono kecil pun tak mau ketinggalan. Padahal, ia baru duduk di bangku kelas 4 SD sehingga praktis pekerjaan ini tak lebih sebagai kegiatan yang mengasyikkan yang haris ia nikmati. Bahkan, kerjaan itu ia geluti sembari menyelesaikan sekolahnya di SD Jagalan, SMP Arjuna, hingga SMA Xeverius Solo.

Mulyono menceritakan, setiap jam lima pagi ia berangkat bersama ibunya ke pasar sebelum tiba di sekolah. Di pasar, ia menurunkan dagangannya. Setelah beres, ia mencium tangan ibunya dan berpamitan melanjutkan perjalanan ke sekolah. Usai sekolah, bocah itu tak langsung menuju rumahnya. Ia menyambangi ibunya di pasar dan ikut berjualan lagi. Nah, rutinitas ini ia lakukan hingga duduk di bangku kelas 2 SMA Xaverius. Di tengah perjuangan menata masa depan keluarganya, ibunda tercinta meninggal dunia.

“Pengalaman itu sempat membuat saya terpukul, tetapi saya harus tegar. Apalagi, saya anak sulung yang harus ikut memperhatikan adik-adik saya. Sejak ibu meninggal, kami berjuang sendiri. Saya sadar kalau ayah hanya tukang cat dengan penghasilan sangat terbatas. Ya, ayah kelihatan sulit membiayai kami semua. Belum lagi ditambah kakek dan nenek saya,” cerita Mulyono.

Sepeningal ibu, pekerjaan itu diteruskan Mulyono demi memenuhi kebutuhan keluarga. Seperti biasa, jam lima pagi ia bangun dan menuju pasar. Ia mengambil barang-barang kebutuhan sehari-hari. Barang-barang itu kemudian dijual lagi di warung kecil di rumahnya. Ia merasa bersyukur karena dengan kios kecil itu dapat membantu hingga lulus SMA Xaverius tahun 1964.

Wajib militer

Selepas SMA Xaverius, Mulyono tetap bertekad melanjutkan studi hingga perguruan tinggi (PT). Ia dan keluarganya juga tetap berjualan di rumahnya. Namun, saat itu ada kesempatan testing wajib militer (wamil) untuk tugas operasi dwikora menghadapi Malaysia. Pemuda Ignatius Mulyono langsung mendaftarkan diri mengikuti testing. Ia akhirnya diterima dan masuk wamil tahun 1965. Ia kemudian diberangkatkan ke Jawa Timur untuk menyelesaikan pendidikan Sekolah Calon Perwira (Secapa) selama satu setengah tahun.

Pada Januari 1967, ia mengikuti pendidikan AKABRI Magelang, Jawa Tengah Angkatan Pertama. Ia akhirnya lulus tahun 1970 dan mendapat tugas di Batalyon Aranud Pekanbaru, Riau selama sembilan tahun. Setelah itu, ia dipindahkan ke Jakarta dan bertugas di Resimen Aranud sampai tahun 1983. 

Sempat bertugas juga di Komando Distrik Militer (Kodim) Jakarta Utara. Setelah itu, ia sempat bertugas di Pusaranud sebelum akhirnya melanjutkan sekolah di Seskoad Bandung selama setahun, 1984–1985.

Kepercayaan terus diberikan. Usai dari Seskoad, tahun 1985–1987 ia ditugaskan sebagai Komandan Batalyon (Danyon) Binjai, Sumatera Utara. Dari Danyon, ia dipercaya menjadi Komadan Kodim Binjai. Selepas dari Binjai, ia kembali ke Jakarta dan dipercayakan sebagai Kepala Resimen ARH-1.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Sesko ABRI dan menjadi dosen sekaligus Kepala Departemen Sesko ABRI. Pada 1994, ia menjadi Komandan Korem (Danrem) Salatiga sampai tahun 1995. Selepas dari Salatiga, ia dipindahkan ke Jakarta dan menjadi Perwira Pembantu III di Staf Operasi ABRI. Tahun 1997, mendapat kepercayan sebagai Perwira Tinggi (Pati) Ahli Kepala Staf Angkatan Darat Mabes ABRI.

Kariernya terus menanjak sehingga pada 1998, ia dipercayakan sebagai Wakil Komandan Seskoad Bandung. Selanjutnya, sejak 1998–2001 ia dipercayakan menjadi anggota DPR RI dari Fraksi ABRI hingga pensiun dengan pangkat Mayor Jenderal (Mayjen). Setelah pensiun dari DPR, ia masih dipercaya sebagai staf ahli Komisi III selama periode 2001–2004. 

Nah, sejak kelahiran Partai Demokrat yang dibidani koleganya, Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, ia bergabung dengan partai itu. Dewi fortuna ternyata memihak padanya. Mulyono akhirnya menuju Senayan setelah masyarakat Jawa Tengah mempercayakan aspirasinya. Kini, bekas pedagang daging Pasar Legi Solo itu duduk di Komisi II DPR RI.

Menikah

Saat bertugas di Pekanbaru, Mulyono akhirnya melepas masa lajangnya. Ia mempersunting Maria Martina Retnoningsi Handiastuti, putri pasangan FX Jeneng Supono dan F. Fatima. Supono, yang juga seorang tentara Angkatan Darat (AD), berasal dari Solo. Mulyono dan Retnoningsi saling menerimakan Sakramen Pernikahan di Gereja Katolik St Fatima Pekanbaru.

Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai empat orang anak. Anak sulungnya, Cecilia Retno Purwandari, menikah secara Katolik dengan Mayor (AD) Ari Arinta Sembiring dan dikarunia tiga anak. Saat ini, menantunya itu menjadi salah satu perwira Indonesia yang diperbantukan sebagai Staf Operasi Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Libanon.

Anak keduanya, Fransiskus Xaverius Jarot Dwipoyono, saat ini masih kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha. Anak ketiganya, Yustina Sari Sri Hastuti, menikah secara Katolik. Kini memiliki satu anak dan akan lahir anak kedua dalam waktu dekat. Sang suami kini bertugas di Badan Pengawas Pasar Modal (Bappepam). Tak lama lagi, akan lahir anak kedua. Suaminya bertugas di Badan Pengawas Pasar Modal (Bappepam). Sedangkan si bungsu, Margaretha Patria Kusumastuti, akan masuk Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Bagi sesama

Ignatius Mulyono sadar, bahwa perjalanan hidup sejak di Jagalan hingga kini menjadi anggota DPR RI bukan perkara mudah. Ia mengaku, keseluruhan perjalanan hidup dan jabatan yang dipercayakan tak lepas dari campur tangan Tuhan. Misalnya, posisi sebagai wakil rakyat yang memiliki tiga tugas utama: legislasi, anggaran (budgetting), dan pengawasan (controlling). Meski demikian, sebagai umat Katolik ia mengaku bahwa sekecil apapun yang dilakukan dan apa saja profesinya maka jika itu berguna bagi orang lain harus ia dilakukan. 

“Sesuatu pekerjaan yang positif jika dilakukan sepenuh hati maka akan mendatangkan kebahagiaan. Apalagi, berguna bagi orang lain. Menurut saya, urusan berkarya pun seharusnya tidak boleh dibatasi usia dan tempat. Kita harus memanfaatkan semua potensi diri kita untuk berkarya bagi kepentingan banyak orang demi kemuliaan nama Tuhan,” ujar Mulyono.

Sebagai anggota DPR pun, ia mengaku sudah menjadi kewajibannya untuk menggunakan tenaga dan pikiran semaksimal mungkin. Dengan menjalankan tugas sebagai pembawa aspirasi ia sadar bahwa di sana ia sudah bekerja memuliakan nama Tuhan. Dikatakan, di manapun kita berada dan sebesar apapun kemampuan yang kita miliki, kita justru dituntut bekerja keras melayani orang lain. Artinya, kita menjadi garam dan terang dunia.

Mulyono mencontohkan, di tengah kesibukan sebagai anggota DPR RI ia dipercayakan tugas lain di parokinya, Keluarga Kudus Cibinong. Bukan sebagai pengurus Dewan Paroki. Ia justru diminta kesediaan dan kepercayaan sebagai Ketua Pembangunan Gereja Keluarga Kudus Cibinong. Ia mengaku tidak tahu mengapa umat mempercayakannya sebagai ketua panitia. Ia menceritakan, setelah digelar rapat Dewan Paroki untuk rencana pembangunan gereja baru, ia juga diundang. 

“Saat itulah saya ditunjuk sebagai ketua. Bagi saya, tugas itu merupakan sebuah kehormatan dan kepercayaan yang harus saya terima. Sejak itu, saya bertekad bekerja sesuai kemampuan. Apalagi, ini rumah Tuhan. Bagi saya, di manapun dipercayakan maka saya akan berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Begitu juga sebagai anggota DPR, saya berusaha memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara,” kata Mulyono. 
Ansel Deri
Ket foto: Ignatius Mulyono
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger