Rata-rata pendapatan per kapita penduduk Nusa Tenggara Timur tahun 2009 Rp 4,88 juta, jauh di bawah rata-rata nasional yang Rp 21,48 juta. Minimnya infrastruktur dan kondisi alam yang kering sering disalahkan atas rendahnya kesejahteraan rakyat Nusa Tenggara Timur.
Kalau kita masuk ke pelosok NTT, payahnya infrastruktur mudah ditemui. Keluar dari jalan penghubung antarkota/kabupaten yang beraspal menuju kampung-kampung, umumnya kita akan langsung menapak jalan tanah yang berdebu di musim kemarau dan licin di musim hujan. Padahal, jalanan itu naik turun tanjakan curam mengikuti topografi NTT yang berbukit-bukit. Tak jarang kendaraan harus menyeberang sungai karena belum ada jembatan atau perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Sarana transportasi laut juga minim. Kebanyakan mengandalkan kapal pelayaran rakyat yang keamanannya tak terjamin dan jumlah penumpang melebihi kapasitas. Penerbangan pun banyak mengandalkan pesawat kecil.
Jangankan di pulau kecil, kondisi seperti itu bertebaran di Pulau Flores, Timor, maupun Sumba yang terhitung besar. Hal itu diakui Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora. ”Jalan dan jembatan baru memadai di jalur utama yang menghubungkan Waingapu, ibu kota Sumba Timur, dengan wilayah sekitarnya. Di wilayah jauh ke selatan serta pegunungan, baru ada jalan tanah yang sulit dilewati di musim hujan,” katanya.
APBD yang terbatas, Rp 552 miliar, lebih dari 60 persen digunakan untuk membayar gaji pegawai negeri, tidak memungkinkan untuk membangun. Sisa APBD diprioritaskan untuk pendidikan, kesehatan, serta pengembangan pertanian. Usulan kepada pemerintah pusat untuk memperluas pelabuhan, membangun bendungan untuk irigasi pertanian, belum mendapat respons. Keluhan serupa diungkapkan kepala daerah lain.
Kondisi alam NTT kering. Musim hujan berlangsung pada bulan November sampai Maret dengan jumlah hari hujan rata-rata 44-61 hari per tahun. Sementara, musim kemarau antara April dan Oktober. Kondisi ini tidak cocok untuk padi atau jagung yang perlu air cukup.
Pengamat pertanian, Viator Parera, berpendapat, Pemerintah Provinsi NTT sebaiknya fokus pada pengembangan pertanian lahan kering yang cocok dengan kondisi geografis dan iklim NTT.
Kinerja pegawai
Bicara tentang kinerja pegawai pemerintah, sudah waktunya dilakukan pembenahan. Terkait hasil yang belum maksimal, Wakil Gubernur NTT Esthon L Foenay mengakui, aparat yang mengelola tidak efektif dan efisien dalam melaksanakan serta tidak disiplin anggaran. Penyebab lain, anggaran turun dekat habis tahun anggaran sehingga program tidak maksimal.
Stepanus Makambombu, Direktur Stimulant Institute, menyatakan, ada kecenderungan pelaksana me-mark up pengadaan barang sehingga mutu atau kualifikasi tidak sesuai akibat kurang pengawasan.
Persoalan lain yang mendasar adalah bagaimana warga memandang kesejahteraan mereka. Marianus Kleden, pengajar antropologi politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, menuturkan, ada kecenderungan orang puas dengan apa yang ada. ”Kalau dengan hasil kebun dan ternak yang ada sudah bisa survive, ngapain mencari yang lebih. Untuk itu perlu ada mediasi agar mereka bisa melihat taraf hidup yang lebih layak dan terpacu untuk lebih bergiat mencapainya,” katanya.
Menurut Kleden, etos wirausaha memang baru berkembang. ”Kita banyak belajar dari etnik Tionghoa, Jawa, Padang, dan Sulsel tentang kerja keras. Lewat proses magang, etos ini perlahan-lahan diinternalisasi oleh generasi muda. Satu hal yang amat khas pada orang NTT adalah kecenderungan untuk mendapatkan uang tunai secara cepat dan tidak menempatkan uang dalam manajemen ekonomi jangka panjang,” katanya.
Terkait pesta adat yang menghabiskan banyak biaya, Marianus menyatakan, dalam masyarakat NTT yang berpola pikir sosial kolektif, pesta adat merupakan kesempatan bagi orang untuk mengukuhkan posisi dan status sosialnya di masyarakat.
Agar masyarakat NTT bangkit mengejar ketertinggalan, internalisasi sikap wirausaha perlu ditingkatkan. Di banyak tempat telah tumbuh semangat untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Warga mengembangkan komoditas perkebunan. Hal ini harus dibantu dengan infrastruktur yang baik sehingga mudah dimobilisasi serta didukung tata niaga yang kondusif. Dengan demikian, nasib orang NTT akan lebih baik.
Sumber: Kompas, 17 Desember 2010
Ket foto: Sekumpulan kerbau dilepas di padang penggembalaan di daerah Kabaru, Desa Patawang, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat (29/10).
Ket foto: Sekumpulan kerbau dilepas di padang penggembalaan di daerah Kabaru, Desa Patawang, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat (29/10).
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!