Dalam hidup, setiap orang orang bertekad dan bermimpi profesional di bidangnya. Tak terkecuali guru Yuvenalis Ado Wujon. Baginya, guru yang profesional menjamin mutu anak didiknya.
ITULAH yang selalu disadari Yuven, guru SD Inpres Loang 2, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur dalam menunaikan tugas-tugas hariannya. Dalam keseharian di kelas bersama murid-muridnya, ia tak sekadar mengandalkan sumber ajar sebagai modal tetapi juga menambah khasana ilmu dan pengetahuan dengan membaca.
“Dari dulu memang terbiasa membaca. Kutu buku istilahnya. Bersama seorang rekan yang kini menekuni jurnalistik di Jakarta sebagai pilihan profesi, kita selalu berdiskusi banyak hal. Padahal, saat itu bagi sebagian besar siswa di pedalaman Lembata, media berupa koran, majalah, maupun jurnal sangat minim jika tak mau kita sebut nihil. Tapi, semangat membaca kita tanamkan dalam sanubari,” ujar Yuven.
Setelah merampungkan studi di SMA Kawula Karya Lewoleba, Lembata, tahun 1991, guru ini sesmestinya kuliah. Tapi, cita-cita itu terganjal setelah sang ayah, Paulus Solo Wujon, yang menjadi tumpuan harapan keburu dipanggil Tuhan.
Kehilangan sang ayah bukan pula kehilangan semangat juang. Suami Florentina Pukan dan ayah dari Yani dan Aci, memilih mengabdi sebagai guru di SMP Lamaholot Boto, di kampungnya. Selama tiga tahun, ia mengajar di sekolah ini.
Tuntutan profesionalisme membawanya menuju Kupang untuk melanjutkan studi pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Nusa Cendana Kupang. Tak lama berselang, pada 1995 ia merampungkan studinya.
“Saya pulang kampung dan mengajar di SD Inpres Labalimut. Tahun 1997, diangkat jadi pegawai negeri sipil dan ditempatkan di SD Inpres Lewoblolong, Nagawutun. Di sini saya mengajar hingga tahun 2003,” katanya.
Setelah itu ia dimutasi ke Loang, kota Kecamatan Nagawutun. Akses informasi pun perlahan-lahan mulai ia rasakan. Ia berpikir, tak ada pilihan lain memajukan kemampuan personal selain membaca dan membaca.
“Apa saja saya baca. Tak perlu membeda-bedakan darimana sumber informasinya. Namun, tentu informasi yang bersentuhan dengan tugas pokok guru selalu saya lahap. Bagi saya, kunci untuk memperbaiki kualitas layanan pendidikan itu datang dari guru profesional sebagai salah satu pintu masuk,” katanya.
Mungkin itulah alasan mengapa ia tertarik mengikuti lomba karya ilmiah menyongsong Hari Guru ke-17 dan HUT PGRI ke-65 tingkat Kabupaten Lembata. Di luar dugaan, karya tulisnya bertajuk Guru yang Profesional, Bermartabat, dan Sejahtera ditetapkan sebagai pemenang urutan kelima.
“Saya bangga, karya tulis saya masuk juara 5. Ini bentuk pengakuan atas prestasi seorang guru,” kata guru yang terlahir sebagai anak sulung pasangan petani Paulus Solo Wujon (alm) dan Ibu Martha Peni Pukan.
Bagi Yuven, permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak perayaan Hari Guru Nasional 2010 dan HUT Ke-65 di Jakarta 2 Desember lalu agar guru menyesuaikan metodologi pembelajaran dengan perkembangan abad XXI yang merupakan abad pengetahuan adalah permintaan seorang pemimpin yang memiliki visi jangka panjang dalam memajukan pendidikan, terutama guru sebagai salah satu elemen penting.
“Saya pikir benar apa kata Pak Presiden. ‘Paradigma pendidikan semakin kompleks dan beragam. Untuk itu, guru harus lebih mengutamakan proses pendidikan untuk menjadikan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat dan pendidikan holistik’. Ini sebuah ajakan yang strategis karena ikut memacu kami sebagai guru untuk terus meningkatkan profesionalitas di bidang kami,” katanya. (Ansel Deri)
Ket foto: Yuvenalis Ado Wujon
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!