Mahasiswa Program Magister Manajemen Konsentrasi Kepengawasan Pendidikan UGM Yogyakarta
Lembata dalam era otonomi daerah merupakan wilayah pertama di NTT yang memekarkan diri dari Flores Timur menjadi kabupaten otonom dengan nama Kabupaten Lembata. Perjalanannya sebagai sebuah kabupaten baru berusia belasan tahun. Masih remaja. Sebagai seorang remaja butuh nasehat, pemikiran, dan masukan dari siapa saja demi sebuah pertumbuhan menuju masa dewasa yang diharapkan. Kurang lebih sudah dua kali Lembata mengadakan pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan tiga orang bupati yang memimpin Lembata.
Ada sejumlah keberhasilan yang telah ditoreh namun masih juga ada setumpuk persoalan yang perlu dicari solusi. Persoalan-persoalan terjadi hampir di semua aspek. Baik ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan, dan sosial. Persoalan-persoalan yang multi demensi ini butuh seorang pemimpin yang visioner, energik, dan punya hati untuk melayani. Lembata butuh pemimpin muda. Biarlah yang tua merestui dan memberi kesempatan karena terbukti bahwa usia tua tidak memberikan jaminan keberhasilan. Seorang manusia secara alamiah akan berkurang kemampuannya jika sudah memasuki usia pensiunan. Hal ini tidak bisa kita pungkiri. Negara mengakui ini dengan membatasi usia pensiun untuk pegawai negeri sipil (PNS) sementara untuk urusan politik negara memberi peluang kepada para pensiunan untuk bertarung dalam sejumlah pemilihan baik legislatif maupun eksekutif (baca: pilkada). Jabatan bupati bukan tempat menikmati masa tua tetapi sebuah jabatan yang membutuhkan pelayanan prima. Juga stamina dan energi yang kuat serta tingkat mobilitas yang tinggi.
Penulis mencoba berandai-andai menjadi bupati Lembata. Mengapa? Begitu banyak persoalan mendera dan terus melilit warga Lembata. Masa jabatan periode kedua bupati sekarang hampir berakhir. Kurang lebih sembilan tahun Bupati Ande Duli Manuk sudah berupaya membangun Lembata. Namun, hasil pembangunan kurang terlihat dan dirasakan masyarakat. Lihat saja. Sarana transportasi, terutama jalan-jalan di seluruh wilayah Lembata sepertinya ditelantarkan dalam keadaan rusak parah. Dalam kota saja tidak terurus apalagi di wilayah luar kota. Padahal, sarana ini sangat vital perannya sebagai jembatan penghubung kantong-kantong ekonomi rakyat sekaligus sarana transportasi dan pemasaran komoditi rakyat. Kondisi Lewoleba sebagai Kota Kabupaten seperti tidak terurus sama sekali. Lalu lintas dalam kota semrawut. Seperti tak ada yang mengaturnya. Idealnya, Lewoleba mesti dan harus didandani agar lebih cantik dipandang tak hanya oleh penghuninya tetapi juga para tamu dari luar daerah. Sebagai anak Lembata saya sangat prihatin melihat “rumahku” yang terkesan tidak terurus bahkan ditelantarkan.
Persoalan bukan hanya itu. Masih banyak. Pendidikan, salah satunya. Boleh dibilang anak-anak Lembata banyak yang berpendidikan tinggi dan cukup prestisius. Sumber daya manusia patut diacungkan jempol dan ini perlu diberdayakan dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama (bonum commune). Melihat kondisi Lembata sepuluh tahun lebih sebagai daerah otonom, muncul pertanyaan. Sejauhmana sumber daya manusia ini digunakan oleh sang manager (baca=bupati) untuk mencapai tujuan organisasi? Rekruitmen pejabat didasarkan pada kedekatan, like and dislike, dan siapa yang menjadi tim sukses. Padahal, idealnya pengangkatan pejabat mestinya didasarkan pada kompetensi, keahlian, dan profesionalitas. Semangat ini perlu dibangun agar cita-cita the right man on the right place benar-benar terwujud. Lebih parah kalau ada orang yang dipaksakan, seperti yang bukan berijazah guru dipaksakan menjadi guru (dalam kasus CPNS diduga ada jual beli ijazah). Ada guru yang diangkat menjadi PNS namun tidak pernah kuliah di fakultas keguruan atau yang sederajat. Namun, dalam sekejap mendapat ijazah dan menyandang gelar sarjana pendidikan (S.Pd) untuk memenuhi persyaratan pengangkatan menjadi PNS. Pendidikan akan semakin hancur kalau pelaku pedidikan (baca=guru) bukan orang pendidikan.
Pada dasarnya anak-anak Lembata punya kemampuan akademis yang baik. Namun, oleh karena kendala ekonomi mereka tidak bisa melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata periode 2011-2015 perlu memikirkan kelanjutan pendidikan bagi anak-anak prestisius dengan bantuan beasiswa terutama bagi anak-anak miskin. Bukan beasiswa bagi anak-anak pejabat. Kalau sudi, mungkin bisa berguru kepada Pemkab Kupang. Berkat kerja sama dengan lembaga pendidikan besutan Ketua Olimpiade Fisika Internasional Prof Yohanes Surya, Pemkab Kupang mengirimkan 40 tamatan SMA untuk dididik dan disiapkan menjadi guru mata pelajaran IPA yang handal. Keseluruhan biaya pendidikan ditanggung pemerintah daerah.
Jika saya Bupati Lembata, saya prioritaskan pembangunan ekonomi rakyat dengan membuka jalan baru dan atau memperbaiki jalan-jalan yang sudah rusak. Dengan demikian dapat memudahkan ditribusi barang dan jasa yang langsung menyentuh kepentingan orang banyak. Penempatan orang-orang birokrat yang layak dan kompeten di bidangnya serta memiliki jiwa pelayanan yang tulus tanpa mengharapkan imbalan. Pengangkatan dan penempatan pejabat didasarkan pada profesionalisme. Pendidikan sebagai ujung tombak peningkatan sumber daya manusia mendapat perioritas sehingga mutu pendidikan di Lembata bisa bergerak naik. Hasil Ujian Nasional berapa tahun belakangan ini menunjukkan, Lembata berada di urutan kelompok ekor. Satu lagi, the last but not the least, saya akan mendandani Lewoleba seelok mungkin agar terlihat cantik, memikat, dan jauh dari praktek prostitusi yang kini tumbuh subur. Lembata masih remaja, jangan kita bekali dengan urusan maksiat ini.
Juga tidak kala pentingnya yaitu pembangunan sarana kesehatan masyarakat serta upaya penegakan hukum. Harapan saya dan juga seluruh warga Lembata semoga Bupati Lembata terpilih dalam suksesi pilkada di tahun 2011 ini lebih jeli melihat kebutuhan rakyat dan berupaya untuk memihak pada mereka. Biarkan rakyat merasakan pelayanan seorang pemimpin rakyat yang adil, bijaksana, tidak menyakiti hati dan selalu memihak rakyat. Keberpihakannya akan nampak berupa hasil-hasil pembangunan nyata bagi rakyat Lembata sehingga akan selalu terkenang dan terucap di bibir: Ini Baru Bupati. Bukan, Inikah Bupati Baru?
Sumber: Flores Pos, 21 Januari 2011
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!