Headlines News :
Home » » Surat Terbuka Untuk Uskup Kupang

Surat Terbuka Untuk Uskup Kupang

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, August 18, 2014 | 3:46 PM


SEBANYAK 59 pastor dan suster dari berbagai penjuru dunia mengirim surat terbuka sebagai protes atas tindakan Uskup Kupang, Mgr Petrus Turang yang menampar seorang imam saat merayakan Misa Natal beberapa waktu lalu.

Mereka mengirimkan surat terbuka kepada Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Duta Besar Vatikan Untuk Indonesia, Mgr Antonio Guido Filipazzi agar menyikapi kasus tersebut dengan segera.

Pastor Fidelis Regi Waton, SVD, salah satu penandatangan surat terbuka  yang mengecam tindakan Uskup Kupang tersebut, mengatakan,  surat ini dibuat  sebagai respons atas video tindakan Uskup Petrus Turang sudah beredar luas di YouTube.

Video berdurasi 1:08 menit tersebut pertama kali diposting di YouTobe oleh Joshua Sinaga dengan judul “Mgr. Petrus Turang: Uskup arogan dan preman” pada tanggal 14 Juli 2014.

Hingga tanggal 22 Juli 2014, video ini sudah dilihat sekitar 1.175 orang dan telah tersebar luas di berbagai akun Facebook dan media sosial lainnya.

Selain itu, video yang sama diupload lagi ke Youtube oleh Cheluz Pahun, dengan judul “Perilaku buruk Petrus Turang (Uskup Kupang), pelaku kekerasan dalam Gereja”, yang mana sejauh ini sudah ditonton lebih dari 6.361 kali.

Lebih dari itu, video yang sama juga diupload lagi ke Youtube oleh Anton Tamonob dengan judul “Mgr. Petrus Turang: Uskup Arogan dan Feodal” dan sudah dilihat sebanyak 187 kali.

“Dengan posting ini Joshua Sinaga, Cheluz Pahun dan Anton Tamonob diberondongi kritik pedas: Mereka dituduh memprovokasi dan menghujat. Pelbagai tuduhan itu tidak beralasan dan lahir dari rasa malu kolektif dan pencitraan siluman yang tercoreng, yang berujung pada upaya penyepelean dan penyangkalan kasus krusial di atas, pembelaan pelaku dan distorsi kebenaran,” kata Pastor Fidelis Waton dalam rilis yang diterima SP di Jakarta, Senin (118/8). [M-15/L-8]

Berikut inilah surat terbuka yang dikirim oleh 59 pastor dan suster dari seluruh dunia: 

Surat Terbuka Untuk Mgr. Petrus Turang

Kepada Yth.
Yang Mulia Ketua Konferensi Waligereja  Indonesia Mgr. Ignatius Suharyo
Yang Mulia Duta Besar Vatikan untuk Republik Indonesia Mgr. Antonio Guido Filipazzi
di
Jakarta

Perihal: Kasus kekerasan fisik yang dilakukan Mgr. Petrus Turang, Uskup Agung Kupang

Terpujilah Tuhan kita Yesus Kristus dan dengan penuh hormat.

Sebagai warga Gereja dan dalam rasa solidaritas kemanusiaan kami dikejutkan oleh posting video tentang Mgr. Petrus Turang dari Keuskupan Agung Kupang yang mengejar, menarik badan dan menampar seorang imam.

Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Januari 2013 di Gereja Katedral Kristus Raja Kupang pada penghujung perayaan Misa Natal bersama para imam dan biarawan-biarawati yang turut dihadiri sekian banyak umat.

Korban tamparan adalah Romo Yohanes Subani, imam projo dari Keuskupan Atambua yang bertugas sebagai pengajar dan pendidik di Seminari Tinggi Santu Mikhael di Kupang.

Alasan aksi  “ringan tangan” tersebut tampaknya sangat sepele, karena si korban hanya bersalaman dengan menunduk, membungkukkan badan dan berpegang tangan, dan bukannya mencium cincin Uskup – sebagaimana dilakukan rekan-rekannya yang lain.

Lewat media online, pelbagai pihak telah mengecam tindakan feodal dan tak berperikemanusiaan dari Uskup Turang. Berkaitan dengan tindakan tercela, tak bermoral dan memalukan di atas, kami pun menyampaikan beberapa sikap yang dituangkan dalam pernyataan dan tagihan di bawah ini.

Pertama, tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap Mgr. Turang, kami mengecam tindakan beliau yang tidak etis tersebut.

Tanpa meremehkan makna simbolis cincin Uskup dan maksud correctio fraterna (koreksi persaudaraan) yang langsung, spontan dan transparan (mungkin pula bermotif pedagogis dan preventif sebagai peringatan umum), kami menilai tindakan ini tidak terpuji, arogan, memalukan, kalau tidak mau dibilang kriminal, apalagi kelancangan tangan ini terjadi pada penghujung perayaan ekaristi kudus, di rumah Tuhan yang suci, di hadapan sekian banyak umat dan dilakukan oleh figur yang selalu disapa “Yang Mulia” dengan tangannya yang terurapi dan diyakini menyalurkan berkat Ilahi.

Yesus dari Nazaret memang pernah berang dan menghalau para pedagang dari Bait Allah, akan tetapi si korban dan sikapnya tidak bisa dikategorikan ke situ.

Di belahan dunia lain, tindakan itu sudah cukup menjadi alasan untuk melengserkan Uskup dari takhtanya.

Kedua, menurut hasil pelacakan, peristiwa memalukan tersebut tampaknya secara sengaja hendak didiamkan dan nyaris dilupakan.

Beberapa pihak menginformasikan bahwa segelintir imam yang menjadi saksi tindakan itu dengan sengaja turut mendiamkannya bahkan menyangkalinya, ketika diminta konfirmasi.

Iblis sang penyangkal tentu bersorak ria, ketika para pengikut Yesus yang berjubah putih mendiamkan dan menyangkal tindakan tidak terpuji tersebut.

Akan tetapi luka yang disembunyikan akhirnya berbau busuk dan mengontaminasi lingkup sekitar. Borok hanya bisa disembuhkan, jika ia dibuka, dibersihkan dan diobati.

Secara moral, barang siapa yang mendiamkan suatu persoalan, ia secara tidak langsung menyetujui tindakan tidak bermoral tersebut.

Fenomena mendiamkan persoalan di atas kemungkinan besar lahir dari ketaatan buta dan ketakutan akan otoritas hierarkis dalam hal ini ketakutan terhadap Uskup Turang.

Jika demikian maka ada praksis kekeliruan dalam memahami ketaatan dan otoritas kekudusan yang bertujuan untuk melayani telah disalahgunakan.

Fenomena mendiamkan persoalan itu juga sangat mungkin dilandasi semangat picik “kekompakan”  ala militer, mafia dan bandit.

Model kekompakkan antara Uskup dan para imamnya demikian menjadi lahan subur untuk menumbuhkan persekongkolan, dusta dan mematikan kepekaan serta meredam bisikan suara hati sebagai instansi moral tertinggi.

Realitas ini bukan saja mengikis solidaritas, melainkan juga melecehkan korban dan ia  dengan demikian untuk kedua kalinya menjadi korban.

Dalam semangat solidaritas dengan korban yang secara tidak adil dan tidak benar dipermalukan di hadapan umum dan traumatis, kami mengecam dan mengutuk sikap tak bermoral Mgr. Turang, juga sikap bahkan budaya diam dan ketiadaan protes serta perlawanan khususnya dari kaum berjubah terhadap tindakan Bapak Uskup Turang.

Barangsiapa yang tidak melawan, ia hidup tidak benar. Di wilayah Nusa Tenggara Timur  yang mayoritasnya adalah penganut Nasrani, para pimpinan agama acapkali memainkan peran oposisi yang galak, tak kenal kompromi dan disegani berhadapan dengan pimpinan publik dan institusi politik.

Sikap profetis-kritis yang lahir dari kepekaan dan keprihatinan sosial ini hendaknya bukan hanya berjalan satu arah (eksteren), melainkan juga interen.

Bukan saja pemerintah dan masyarakat, melainkan juga Gereja (jemaat dan hirarki) memerlukan sikap kenabian. "Ecclesia semper reformanda“ (Gereja harus selalu direformasi).

Ketiga, video berdurasi 1:08 menit tersebut pertama kali diposting di Youtobe oleh Joshua Sinaga dengan judul “Mgr. Petrus Turang: Uskup arogan dan preman” pada tanggal 14 Juli 2014.

Hingga tanggal 22 Juli 2014, video ini sudah dilihat sekitar 1.175 orang dan telah tersebar luas di berbagai akun facebook dan media sosial lainnya.

Selain itu, video yang sama diupload lagi ke Youtube oleh Cheluz Pahun, dengan judul “Perilaku buruk Petrus Turang (Uskup Kupang), pelaku kekerasan dalam Gereja”, yang mana sejauh ini sudah ditonton lebih dari 6.361 kali. Lebih dari itu, video yang sama juga diupload lagi ke Youtube oleh Anton Tamonob dengan judul “Mgr. Petrus Turang: Uskup Arogan dan Feodal” dan sudah dilihat sebanyak 187 kali.

Dengan posting ini Joshua Sinaga, Cheluz Pahun dan Anton Tamonob diberondongi kritik pedas, Mereka dituduh memprovokasi dan menghujat.

Pelbagai tuduhan itu tidak beralasan dan lahir dari rasa malu kolektif dan pencitraan siluman yang tercoreng, yang berujung pada upaya penyepelean dan penyangkalan kasus krusial di atas, pembelaan pelaku dan distorsi kebenaran.

Keberanian mereka untuk mempublikasikan tindakan tidak terpuji Sang Uskup patut diapresiasi. Tindakan mereka berjalan pada jalur kebenaran. Kebenaran harus diungkapkan tanpa takut, biarpun hal itu memalukan, mencoreng dan menyakitkan.

Keempat, pepatah bahasa Latin mengatakan errare humanum est (kesalahan adalah manusiawi). Tak seorang pun, termasuk Uskup, yang steril dari kesalahan.

Dalam semangat hukum cinta kasih yang diajarkan dan dihidupkan Yesus Kristus, kita tentunya mengecam perlakuan negatif dan si pelaku tidak boleh dibenci, melainkan dimaafkan.

Akan tetapi di hadapan kasih, yang salah harus dikatakan salah dan yang benar dikatakan benar. Prinsip salah atau benar adalah pemimpin, Uskup, kelompok atau Gereja kami, merupakan suatu sikap yang tidak konsekuen dan konyol.

Sebagai seorang pewarta iman, Uskup Turang sebagai manusia hendaknya dimaafkan yang tentu saja didahului rasa bersalah dan penyesalan darinya, namun perlakuannya mewajibkannya untuk meminta maaf baik kepada korban (korban dan nama baik/martabatnya yang telah dicabik secara sewenang-wenang di hadapan umum harus direhabilitasi dan dipulihkan) maupun kepada umum (Gereja maupun sipil) mengingat posisinya sebagai figur publik dan panutan.

Kelima, sungguh disayangkan bahwa seorang uskup yang seharusnya memberi teladan yang baik, mengayomi semua dombanya, ternyata berlaku anarkis, bahkan terhadap pelayan Tuhan sendiri.

Menurut kesaksian korban di pintu keluar Gereja setelah perayaan ekaristi natal bersama dimaksud Uskup Turang juga menempeleng seorang biarawati yakni Sr. Dorothea Poli, SSpS.

Rupanya tindakan itu dilakukannya karena beliau sudah terkenal sangat emosional dan temperamental, akan tetapi kondisi psikis ini tidak mengizinkan dan membenarkan tindakannya yang tidak terkontrol, jika tidak sudah layaknya beliau harus mendarat di klinik psikologi terapi dan ditolong.

Yesus juga rela dan tidak malu membiarkan Diri dibantu oleh Simon dari Sirene.

Keenam, berdasarkan konfirmasi korban, Uskup Turang sebagai pelaku tidak menghiraukan segala kritik dari pelbagai pihak dan tidak merespon pernyataan dan tuntutan pribadi si korban. Sikap ini sangat arogan dan otoriter.

Keangkuhan ini menjadi dentang kematian untuk ketulusan, kejujuran, rasa bersalah dan rendah hati. Hal ini bukan saja patut disesali, melainkan sangat mengecewakan dan boleh dipatok sebagai skandal.

Lebih celakanya dalam beberapa kesempatan Uskup Turang membalikkan kenyataan bahwa beliaulah yang menjadi korban penghinaan yang dilakukan Romo Subani dan tidak menyinggung sedikitpun kekerasan fisik yang dilakukannya.

Hal ini sudah keterlaluan, kalau tidak mau dibilang “kurang ajar dan pengecut.” Untuk itu kami meminta pimpinan lembaga Gereja (ketua KWI dan Nuntius) agar tidak diam dan menyikapi persoalan itu sekaligus memfasilitasi rekonsiliasi, tidak salah juga dibahas dalam kesempatan sinode.

Jika tidak kami menuntut agar penyelesaian kasus ini wajib menempuh jalur hukum sipil berdasarkan prinsip kesetaraan setiap orang di hadapan hukum, karena kita hidup di negara hukum dan menjunjung tinggi supremasi hukum di atas segala model otoritas lainnya.

Salah satu ungkapan bahasa Latin mengatakan in omnibus caritas (di atas segala-galanya adalah cinta kasih). Surat ini muncul karena kasih.

Cinta kasih tidak boleh menyepelekan persoalan dan mengaburkan kebenaran. Slogan di atas akhirnya berkulminasi pada prinsip in omnibus veritas (di atas segala-galanya adalah kebenaran).

Di hadapan Gubernur Romawi Pontius Pilatus, Yesus menyatakan tujuan kedatangan-Nya di dunia ini yakni untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran (Yoh. 18:37).

Kebenaran itu jujur, tulus dan tidak bisa disembunyikan serta acapkali sangat menyayat hati, namun justru kebenaranlah yang akan memerdekakan kita (Bdk. Yoh 8:32).

Surat ini dibuat sebagai hasil diskusi online para klerus, biarawan-biarawati dan awam yang peka terhadap kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Kami sangat mengharapkan jawaban dari Yang Mulia Nuntius dan Yang Mulia Ketua KWI.

Berlin: 17.8.2014

Salam dalam Tuhan kita Yesus Kristus

Gerakan “Kita adalah Gereja“

01.     P. Fidelis Regi Waton, SVD  (Berlin, Jerman)
02.     Br. Martin Tnines, SVD (Goroka, PNG)
03.     Para imam dan awam SVD – Angkatan Novisiat 1991/1992 yang tergabung dalam Forum Diskusi Antarkita.
04.     P. Hendrikus Maku, SVD (Roma, Italia)
05.     Br. Yoseph Undung, SVD (Filipina)
06.     P. Andreas Kedati, SVD (USA)
07.     P. Lambertus Lein, SVD (USA)
08.     P. Paskalis Lolan, SVD (Dresden, Jerman)
09.     P. Emanuel Tanu SVD (USA)
10.     P. Agustinus Seran SVD (USA)
11.     P. Adrianus Naben, SVD (Bolivia)
12.     Sr. Maria Getrudis, SSpS (PNG)
3.     P. Timo Gampur, SVD (Filipina)
14.     P. Fransiskus Hungan, SVD (PNG)
15.     P. Risco Christianus Batbual, SVD (PNG)
16.     Sr. Lucia Sakunab, SSpS (Brasilia)
17.     P. Matheus Ro, SVD (USA)
18.     P. Dismas Mauk, SVD
19.     P. Nikolaus Kondi, SVD (Jepang)
20.     P. Kristianto Naben, SVD (Brasilia)
21.     Br. Abdon Simanullang, SVD (Filipina)
22.     Br. Hubertus Guru, SVD (Filipina)
23.     P. Pius Tnesi, SVD (Filipina)
24.     P. Yohanes Bere, SVD (PNG)
25.     P. Mansuetus Tus, SVD (Roma, Italia)
26.      Sr. Kori Siki, SSpS (Berlin, Jerman)
27.     Kancu Legu (Flores)
28.     Br. Paulus Boli, SVD (PNG)
29.     P. Klemens Naben, SVD (Brasilia)
30.     Yoseph Keli Odje (Australia)
31.     P. Tarsisius Sigho, SVD (Taiwan)
32.     P. Petrus Seran Klau, SVD (Brasilia)
33.     Margareta R. Banafanu (Timor)
34.     P. Maximus Manu, SVD (Filipina)
35.     P. Kristianus Sada, SVD (Filipina)
36.     P. Lukas Aja Wona, SVD (Filipina)
37.     P. Frenky Nggesu, SVD (Filipina)
38.     P. Fransiskus Uta, SVD (Benin)
39.     P. Yuventus Adur, SVD (Chile)
40.     P. Ramlan Sihombing, SVD (Brasilia)
41.     Claren Naben (Timor)
42.     Sr. Victrisia Sinaga, OSF Sibolga (Brasilia)
43.     P. Reginaldus D. Amleni, SVD (USA)
44.     Sr. Mary Paul, SSpS (Filipina)
45.     P. Agustinus Keraf, SVD (Brasilia)
46.     P. Gregorius Fobia, SVD (Amazon-Brasilia)
47.     Sr. Maria Theodora, SSpS (Brasilia)
48.     P. Romanus Rami, SVD (Brasilia)
49.     P. Yustinus Nenat, SVD (Filipina)
50.     Sr. Teresa Lina Sriwahyuni, SSpS (Filipina)
51.     P. Andreas Koa, SVD (Filipina)
52.     P. Blasisu Prang, CMM (Flipina)
53.     P. Simon Petrus Koten, SVD (Filipina)
54.      Sr. Sara Gabriela B. Gallardo, SSpS (PNG)
55.     Chaverius X. Faimau (Timor)
56.     Sr. Andrea Wulu, SSpS (PNG)
57.     P. Alex Jebadu, SVD (Italia)
58.     Sr. Filomina Bui, SSpS (Italia)
59.     Sr. Maria Sada, SSpS (Italia)

Atas nama “Gerakan kita adalah Gereja“

P. Fidelis Regi Waton, SVD
Bayernallee 28 D-14052 Berlin Deutschland
E-Mail: waton@steyler.de
Telp.   : (+49) 3030000321



Tembusan:

Romo Yohanes Subani (Kupang)
Yang Mulia Mgr. Petrus Turang (Uskup Agung Kupang)
Yang Mulia Mgr. Dominikus Saku (Uskup Atambua)
Yang Mulia Uskup-Uskup Se-Regio Nusra
Sr. Dorotea Poli, SSpS (Kupang)
Sr. Provinsial SSpS Timor (Halilulik)
Seminari Tinggi St. Mikhael Kupang
Vatikan
Media Massa
Sumber: www.suarapembaruan.com, 18 Agustus 2014
Ket foto: Mgr Petrus Turang
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger