Headlines News :
Home » » Bual Revolusi dari Petamburan

Bual Revolusi dari Petamburan

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, February 22, 2011 | 7:45 PM

Perayaan Maulid Nabi pada Senin malam pekan lalu terasa gahar. Spanduk besar "Bubarkan Ahmadiyah atau Revolusi" dibentangkan di atas panggung. Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab bicara berapiapi. Katanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera membubarkan Ahmadiyah, kelompok yang dianggap "sesat" dari ajaran Islam.

"Jika tidak, kami akan berjihad menggulingkan Presiden SBY," kata Rizieq, yang pernah dihukum satu setengah tahun penjara dalam kasus penyerangan. Di markas Front, yang juga halaman rumahnya, di Jalan Petamburan, Jakarta Barat, suara takbir lalu dipekikkan.

Jargon "revolusi" lalu menjadi mantra para petinggi Front, sepanjang pekan lalu. Pada acara telewicara di televisi, dalam wawancara dengan radio, juga di mimbarmimbar masjid, kata itu terus diucapkan. Ketika berbicara di Masjid AlIkhsan, Jalan Ade Irma Nasution, Makassar, Jumat pekan lalu, ia berteriak, meminta pemerintah tidak melindungi Ahmadiyah. "Perjalanan ke Makassar ini untuk konsolidasi revolusi," pekiknya.

Munarman, juru bicara Front, pun meneriakkan "revolusi" jika Presiden membubarkan organisasinya. Bekas Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum ini menyatakan Front siap menjadikan Yudhoyono seperti Presiden Tunisia Zine elAbidine Ben Ali dan Presiden Mesir Husni Mubarak. Kedua pemimpin itu digulingkan melalui demonstrasi besarbesaran di negara masingmasing.

Ente jual, ane beli: Yudhoyono menangkap "tantangan" itu. Dalam wawancara dengan SCTV, Presiden mengatakan, "Tidak semudah itu menjadikan Indonesia seperti Mesir. Termasuk yang mengancam saya: awas Indonesia kita Mesirkan! Jangan ancammengancamlah."

Inilah "sekuel" tetap setelah kekerasan dilakukan oleh kelompok yang membawa bendera agama. Kali ini penyerangan dilakukan terhadap pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan tiga orang. Dua hari setelahnya, perusakan gereja dilakukan di Temanggung, Jawa Tengah. Mengomentari dua kekerasan itu, Kepala Negara memerintahkan penegak hukum "mencari jalan hukum" bagi pembubaran organisasi yang melakukan tindakan anarkistis.

Bukan hal baru, karena Presiden telah mengatakan hal yang sama berkalikali. Pada 2006, setelah sejumlah kelompok berdemonstrasi dengan keras mendukung UndangUndang AntiPornografi, Presiden mengatakan, "Pemerintah akan menertibkan organisasi massa yang menggunakan label agama untuk melakukan tindakan kekerasan." Begitu juga pada 2008, setelah Front Pembela Islam menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Lapangan Monas, Yudhoyono menyatakan, "Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan."

Dan kekerasan terus saja berulang. Pada tragedi di Cikeusik, Ujang Arif bin Surya alias Ujang Bengkung diduga terlibat dalam penyerangan. Ia merupakan Ketua Front Pembela Islam Pandeglang. "Saya kenal lama dengannya," kata Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Bupati Pandeglang, yang kini jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan.

Mungkin untuk menunjukkan ancamannya serius, Front Pembela Islam menggelar unjuk rasa, Jumat pekan lalu. Temanya sama: "Bubarkan Ahmadiyah atau Revolusi". Toh, seruan revolusi itu hanya dihadiri kurang dari seribu orang. Mereka berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia selepas salat Jumat.

Tokoh ulama perwakilan dari FPI, Forum Umat Islam, dan Hizbut Tahrir Indonesia bergiliran berpidato di atas mobil bak terbuka. Sekretaris Majelis Syuro Front, Misbahul Anam, memberi waktu hingga 1 Maret bagi pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. "Jika lewat, kami akan mengerahkan massa untuk revolusi," katanya.

Mampukah Front menggalang revolusi? Kecuali ada keajaiban: mustahil. Didirikan pada 17 Agustus 1998 di Pesantren AlUm, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan, Front sejauh ini bergerak di pelbagai kepentingan. Operasinya merentang dari menyerang tempattempat hiburan hingga memberikan tekanan politis. Pada 1999, misalnya, organisasi ini menyerukan peno-lakan perempuan menjadi presiden-jelas ditujukan buat Megawati Soekarnoputri, yang ketika itu banyak diunggulkan menjadi presiden.

Meski awalnya disokong sejumlah perwira polisi dan militer, menurut sejumlah sumber, Front tak memiliki sumber daya yang cukup. Anggota aktif organisasi ini diperkirakan sekitar 50 ribu orang di seluruh Indonesia. Petinggi Front mengklaim memiliki cabang di 30 provinsi.

Menurut seorang peneliti yang mengamatinya secara dekat selama empat tahun, Front merupakan organisasi lobi yang lebih banyak bertujuan memperkuat nilai tawar mereka di kalangan elite. "Mereka selalu mencari peluang untuk meningkatkan pengaruh dan memperluas jaringan, khususnya pada elite politik," ujar sang peneliti, yang memilih tidak mau disebutkan namanya.

Isu pembubaran Ahmadiyah, dinilai peneliti itu, bisa menarik simpati sebagian umat, organisasi besar, juga partaipartai berbasis massa Islam. Selain itu, isu ini bisa meningkatkan posisi tawar Front terhadap pemerintah. "Rizieq mengatakan, kalau Ahmadiyah dibubarkan, FPI akan dukung SBY-satu tawaran yang pasti dipikirkan Presiden," katanya.

Menurut sang peneliti, Front awalnya didukung secara finansial dan logistik oleh beberapa perwira polisi. Meski begitu, menurut sejumlah pensiunan perwira, Front kini makin lepas dari kontrol mereka. Front mulai mengembangkan misi, tujuan, dan jaringan yang independen. Pada tingkat daerah, kata sang peneliti, hubungan FPI dengan polisi lokal sering sangat dekat.

Elite FPI juga tergolong semakin mapan. Peneliti itu menganggap penting masuknya Munarman. Memiliki kantor pengacara Munarman, Do'ak, and Partners, bekas Ketua Lembaga Bantuan Hukum Palembang itu memegang klien penting. Di antaranya PT Indocopper Investama ketika menghadapi gugatan masyarakat Amungme, Papua, Desember lalu.

Indocopper merupakan perusahaan yang dulu dimiliki Grup Bakrie, yang kemudian menjualnya ke Nusamba milik pengusaha Bob Hasan. Belakangan Bob menjualnya kembali ke PT Freeport Indonesia. Bersama Freeport McMoran, induk perusahaan tambang emas ini, Indocopper dan Freeport Indonesia digugat penduduk asli Papua itu. Belakangan, Mahkamah Agung memenangkan Freeport dan Indocopper.

Dihubungi untuk diwawancarai, Munarman mengatakan tidak ingat menangani perusahaan asal Amerika Serikat itu. "Saya sudah lama tidak aktif di kantor hukum," katanya. Adapun soal perkembangan organisasi, Rizieq Shihab menolak menerima wawancara.

Rapat mendadak digelar Presiden Yudhoyono, Kamis sore pekan lalu. Wakil Presiden Boediono, menteri bidang hukum, Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief datang ke Kantor Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, pertemuan itu khusus membahas soal Ahmadiyah dan kekerasan oleh organisasi massa. "Kami mencari solusi terbaik," katanya.

Sehari sebelum rapat mendadak itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menggelar pertemuan dengan dua petinggi Front, yaitu Rizieq dan Mu-narman. Menurut Gamawan, pertemuan membahas solusi buat masalah Ahmadiyah. Di antaranya empat opsi yang akan ditawarkan pemerintah. "Pada dasarnya, mereka (Front Pembela Islam) setuju," katanya

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan pemerintah menyiapkan empat opsi penyelesaian masalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pertama, Ahmadiyah menjadi sekte atau agama sendiri dengan tidak menggunakan atribut Islam. Kedua, Ahmadiyah kembali menjadi umat Islam sesuai dengan tuntunan AlQuran. Ketiga, Ahmadiyah dibiarkan saja dengan memandang itu sebagai hak asasi manusia. Terakhir, Ahmadiyah dibubarkan.

Menteri Gamawan mengatakan pemerintah tetap tidak akan menoleransi tindakan anarkistis oleh kelompok semacam Front Pembela Islam. Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri masih menunggu proses penyidikan kepolisian. "Kalau memang ada pelanggaran, pasti akan dibekukan," ujarnya.

Selanjutnya, menurut Gamawan, jika sudah dibekukan tapi organisasi massa tersebut tetap melakukan pelanggaran, baru akan dilakukan pembubaran. Nah, pembubaran akan dilakukan melalui Mahkamah Agung. "Pesan Presiden sudah jelas bahwa pembubaran harus sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam juga memastikan pemerintah tidak tinggal diam melihat berbagai aksi yang dilakukan Front. Soal ancaman penggulingan Presiden Yudhoyono, Dipo menganggapnya sebagai niat melakukan makar. "Memangnya mereka ini siapa?" ujar Dipo.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan tuduhan makar baru bisa diberlakukan bila ucapan seseorang diikuti dengan tindakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Meski begitu, mereka yang mengancam revolusi atau kudeta dengan perkataan tetap bisa dijerat hukum. "Mereka bisa dikenai pasal penghasutan," katanya.
Sumber: Tempo, 21 Februari 2011
Ket foto: Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger