Oleh F Budi
Hardiman
Pengajar
Filsafat Politik di STF Driyarkara
Menanggapi
pertanyaan gencar tentang kebebasan beragama di Indonesia dalam sidang kelompok
kerja Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Geneva, baru-baru ini, Menteri Luar Negeri
Marty Natalegawa memberi dalih yang sudah dapat ditebak.
Menurut Marty,
alam demokrasi yang membawa kebebasan telah memberi kesempatan pihak-pihak yang
berpandangan keras dan cenderung ekstrem untuk mengeksploitasi ruang demokrasi
demi kepentingan mereka (Kompas, 24/5). Singkatnya, demokrasi bersalah karena
memberi ruang untuk intoleransi.
Tanpa
dimaksudkan, dalih itu merupakan pengakuan telanjang di hadapan dunia
internasional bahwa pemerintah kita gagal menjamin toleransi dalam masyarakat.
Bukan hanya itu, demokrasi juga disalahpahami.
Sebuah
pemerintahan yang tidak dapat menjamin toleransi tak layak disebut demokratis.
Sebagai keutamaan publik dalam masyarakat demokratis, toleransi tidak tersedia
begitu saja pada ranah politis.
Toleransi dan
Intoleransi
Toleransi harus
dikondisikan secara politis. Sikap-sikap toleran yang sudah ada pada ranah
kultural harus diangkat ke ranah politis dalam bentuk sistem hak-hak yang dijamin
oleh negara. Kegagalan pemerintah dalam menjamin hak-hak publik itu justru
dapat merusak toleransi kultural pada lapisan akar rumput.
Semua pihak
ingin diperlakukan toleran, maka negara mendapat legitimasinya jika dapat
bersikap toleran terhadap warganya.
Namun negara
salah memakai keutamaan ini, jika dipakai untuk menghadapi kelompok-kelompok
radikal yang menindas minoritas dan mengancam kebebasan publik. Dalam situasi
itu toleransi justru dirasakan represif oleh masyarakat. Sebaliknya,
intoleransi mengandung alasan yang baik untuk dipilih.
Distingsi yang
dibuat filsuf Italia, Norberto Bobbio, dapat membantu. Toleransi dan
intoleransi, masing-masing memiliki arti positif ataupun negatif. Toleransi
dalam arti positif adalah respek terhadap orang-orang yang memiliki iman,
pemikiran, atau keturunan yang berbeda.
Toleransi dalam
arti ini bertentangan dengan intoleransi religius, politis, ataupun rasistis.
Aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas dalam bentuk pembakaran tempat
ibadah, pembubaran ibadah, ataupun penganiayaan adalah intoleransi dalam arti
negatif yang bertentangan dengan toleransi dalam arti positif.
Toleransi tidak
selalu positif. Toleransi dalam arti negatif adalah pembiaran ataupun
ketidakpedulian terhadap kejahatan, ketidakadilan, dan penindasan terhadap
mereka yang berbeda.
Pelakunya bisa
negara ataupun masyarakat sendiri. Negara mengambil sikap toleransi negatif
jika tidak tegas menindak kelompok-kelompok yang menindas minoritas.
Ketidaktegasan
aparat kepolisian dalam menindak intoleransi dapat dinilai sebagai pemihakan
terhadap kelompok pelaku kekerasan tersebut. Sikap itu juga membuat
kelompok-kelompok garis keras menjadi penguasa riil yang mudah memaksakan
kehendak mereka, bahkan terhadap pemerintah.
Menurut Bobbio,
intoleransi juga dapat menjadi sebuah keutamaan politis. Dalam arti positif ini
intoleransi adalah sikap tegas, konsekuen, atau taat asas. Yang dibutuhkan
dalam demokrasi adalah toleransi dalam arti positif. Hanya perlu diingat bahwa
toleransi dalam arti positif itu hanya dapat dijamin oleh sebuah pemerintahan
yang mempraktikkan intoleransi dalam arti positif.
Sikap tegas,
konsekuen, dan taat asas dibutuhkan untuk melindungi masyarakat madani (civil
society) dari teror yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang intoleran dalam
arti negatif.
Negara Lembek,
Kelompok Keras
Semua negara
maju tahu bahwa demokrasi tidak dapat dijalankan oleh sebuah pemerintahan yang
lembek terhadap para musuh toleransi. Dasar filosofisnya diberikan oleh John
Rawls. Dalam A Theory of Justice, dia berpendapat bahwa toleransi adalah bagian
dari sistem keadilan untuk semua orang yang mau hidup bersama secara damai
dalam masyarakat majemuk.
Asas keadilan
sebagai fairness dilanggar jika suatu kelompok yang intoleran de facto diberi
toleransi untuk aksi-aksi kekerasannya. Menurut dia, kelompok intoleran ini
bahkan tidak memiliki hak untuk berkeberatan atas sikap tegas negara
terhadapnya.
Sebaliknya,
civil society berhak untuk berkeberatan atas eksistensi mereka. Demi
konstitusi, kelompok-kelompok yang toleran dalam masyarakat itu dapat memaksa
kelompok intoleran tersebut untuk menghormati hak pihak lain.
Mereka boleh
mendesak pemerintah untuk membatasi kebebasan kelompok intoleran kalau
aksi-aksi kelompok ini meresahkan masyarakat. Mengapa? Karena toleransi yang
dikehendaki oleh semua pihak itu tak dapat dibangun di atas sikap toleran
terhadap intoleransi.
Dunia
internasional sudah tahu bahwa pembubaran ibadah, pembakaran tempat-tempat
ibadah, dan penganiayaan atas penganut agama minoritas sering terjadi dalam
masyarakat kita. Semua insiden itu dapat dicegah seandainya aparat kepolisian
kita memiliki sikap konsekuen, taat asas, dan tegas terhadap kelompok-kelompok
intoleran.
Dalam demokrasi
pemerintah memang harus toleran, tetapi hal itu tidak berarti juga toleran
untuk intoleransi. Toleransi terhadap intoleransi pada gilirannya akan
menghapus toleransi dan menghancurkan kebebasan warga. Jadi, toleransi negara
hukum demokratis tidak tak terbatas. Batas-batas toleransi adalah intoleransi.
Jadi, penyebab
meningkatnya intoleransi bukanlah demokrasi, melainkan suatu pemerintahan yang
toleran terhadap intoleransi. Pemerintahan seperti itu tidak hanya membiakkan
intoleransi pada ranah sosial dan kultural. Kelembekan sikap politis para
pemimpinnya merupakan sebuah pengantar ke dalam kegagalan demokrasi.
Dalam L’esprit
de loi, Montesquieu sudah mengingatkan bahwa demokrasi merosot karena kegagalan
negara dalam menjamin keamanan publik. Apabila kebebasan lebih dirasa sebagai
ancaman daripada kenikmatan, masyarakat pun mulai menaruh simpati pada
tiran-tiran kecil dan bersedia menukar kebebasan dengan keamanan.
Dalam demokrasi,
kebebasan hanya berarti untuk rakyat jika negara dan civil society gigih
menghalau para musuh kebebasan. Fakta bahwa kegigihan itu sekarang ini kurang
dimiliki para pemimpin kita sangatlah menggelisahkan kita semua.
Sumber: Kompas,
30 Mei 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!