Oleh Ansel Deri
Orang
kampung dari Lembata, NTT;
Pernah
berkunjung ke Timika
BEBERAPA hari belakangan
sejumlah stasiun televisi seperti SCTV,
MetroTV, dan TVOne menayangkan insiden perang panah dan batu antara dua kelompok
warga bersaudara “serumah”: kampung Amole dan Harapan, Kelurahan Kwamki Lama,
Timika.
Perang panah dipicu kematian warga Kampung Harapan, Ronny Alomang, dalam sebuah kecelakaan pada 21 Mei 2012. Konflik Kwamki Lama berbuntut dan melahirkan kekerasan baru hingga menelan korban luka sebanyak 13 orang dan ada yang meregang nyawa.
Kekerasan seolah menjadi satu-satunya bahasa yang dipahami para pelaku. Bahasa kekerasan itu pula sungguh telah menguras rasa persaudaraan dan cinta kasih di antara sesama saudara yang tinggal di “honai besar” bernama Papua, tanah yang hampir seluruh dasarnya berselimutkan emas. Tanah yang oleh pelaut Eropa disebutkan bahwa penduduk asli yang tinggal dan menetap di atasnya karena kehendak Tuhan.
Perang panah dipicu kematian warga Kampung Harapan, Ronny Alomang, dalam sebuah kecelakaan pada 21 Mei 2012. Konflik Kwamki Lama berbuntut dan melahirkan kekerasan baru hingga menelan korban luka sebanyak 13 orang dan ada yang meregang nyawa.
Kekerasan seolah menjadi satu-satunya bahasa yang dipahami para pelaku. Bahasa kekerasan itu pula sungguh telah menguras rasa persaudaraan dan cinta kasih di antara sesama saudara yang tinggal di “honai besar” bernama Papua, tanah yang hampir seluruh dasarnya berselimutkan emas. Tanah yang oleh pelaut Eropa disebutkan bahwa penduduk asli yang tinggal dan menetap di atasnya karena kehendak Tuhan.
Bagaimana tidak?
Warga bersenjatakan busur dan anak panah serta batu di tangan berlari mengejar
sasarannya. Padahal, yang dituju adalah saudara sekampung. Bagi
kebanyakan orang yang cinta perdamaian dan persaudaraan, pemandangan ini
bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Sesungguhnya, menyaksikan aksi warga yang bertikai di Kwamki Lama, tidak saja mengurangi kebanggaan penulis atas warga Kwamki Lama dan Timika yang dikenal sebagai pribadi yang menjunjung tingga perdamaian dan saling menghormati satu sama lain dalam relasi sosial kemasyarakatan.
Sesungguhnya, menyaksikan aksi warga yang bertikai di Kwamki Lama, tidak saja mengurangi kebanggaan penulis atas warga Kwamki Lama dan Timika yang dikenal sebagai pribadi yang menjunjung tingga perdamaian dan saling menghormati satu sama lain dalam relasi sosial kemasyarakatan.
Namun, di balik
itu perang panah dan batu juga menunjukkan bahwa kelompok-kelompok yang
bertikai tidak bersedia dan mau belajar dari pengalaman pahit serupa jauh
sebelumnya.
Di sisi lain, ikatan tradisi dan adat istiadat yang kuat di antara warga makin tergerus oleh amarah dan menyisakan dendam kesumat. Lagi pula kekerasan akan melahirkan kekerasan baru dan menghasilkan kerugian susulan tak hanya nyawa tetapi hilangnya kesempatan bersama pemerintah mengejar berbagai ketertinggalan yang masih melilit.
Di sisi lain, ikatan tradisi dan adat istiadat yang kuat di antara warga makin tergerus oleh amarah dan menyisakan dendam kesumat. Lagi pula kekerasan akan melahirkan kekerasan baru dan menghasilkan kerugian susulan tak hanya nyawa tetapi hilangnya kesempatan bersama pemerintah mengejar berbagai ketertinggalan yang masih melilit.
Tak ada pilihan
kecuali kedua belah pihak duduk bersama di bawah honai untuk melihat dan
membicarakan konflik itu dalam suasana kekeluargaan. Saling mendengar isi hati,
menyadari, dan mengakui kekeliruan masing-masing kemudian berangkulan satu sama
lain sebagai ungkapan bahwa perang panah dan batu sesungguhnya hanya membawa
mudarat ketimbang manfaat.
Semua pihak harus berkepala dingin dan menatap seorang akan yang lain dan dalam satu bahasa: perang panah dan batu tak akan pernah melahirkan kebaikan bersama. Bahwa agama pun melarang manusia menjadi serigala atas manusia lain.
Semua pihak harus berkepala dingin dan menatap seorang akan yang lain dan dalam satu bahasa: perang panah dan batu tak akan pernah melahirkan kebaikan bersama. Bahwa agama pun melarang manusia menjadi serigala atas manusia lain.
Motif konflik
Perang panah dan batu
antarkelompok masyarakat seperti yang terjadi di Kwamki Lama tak hanya melanda
wilayah-wilayah dengan komunitas masyarakat dari suku yang sama tetapi juga
antara suku/komunitas masyarakat yang berbeda tak hanya di Indonesia tapi juga
negara-negara di belahan dunia lainnya.
Beragam motif berada di balik aksi perang panah dan batu. Tak hanya perebutan tanah, misalnya, tetapi juga urusan adat instiadat bahkan dari persoalan sosial, politik, dan demokrasi.
Beragam motif berada di balik aksi perang panah dan batu. Tak hanya perebutan tanah, misalnya, tetapi juga urusan adat instiadat bahkan dari persoalan sosial, politik, dan demokrasi.
Jack Snyder
dalam From Voting to Violance,
Democratization and Nationalist Conflict, (2000 menyebut, demokrasi kerap
dihadapkan pada bahaya yang mengancamnya yaitu konflik nasionalis.
Ia menelisik beberapa kasus di sejumlah negara dan mempertanyakan mengapa konflik nasionalis muncul tatkala kesempatan berdemokrasi hadir. Snyder juga membagi nasionalisme dalam empat jenis yaitu nasionalisme revolusioner, kontrarevolusioner, sipil, dan ethnicity. Nasionalisme terakhir terkait erat dengan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Ia menelisik beberapa kasus di sejumlah negara dan mempertanyakan mengapa konflik nasionalis muncul tatkala kesempatan berdemokrasi hadir. Snyder juga membagi nasionalisme dalam empat jenis yaitu nasionalisme revolusioner, kontrarevolusioner, sipil, dan ethnicity. Nasionalisme terakhir terkait erat dengan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Dalam banyak
kasus yang dialami sejumlah suku, kelompok maupun komunitas masyarakat perang
panah atau perang batu dan sejenisnya terjadi karena manusia atau kelompok yang
satu merasa tertindas atau terdiskriminasi oleh manusia atau kelompok yang
lain.
Kondisi ini persis digambarkan F. Budi Hardiman dalam Massa Teror, dan Trauma (2011) bagaimana sisi lain manusia yang tertindas dan terdiskriminasi. Manusia yang tertindas, terdiskriminasi dan termarginalisasi tak dapat memiliki rasa kekitaan, jika perasaan itu tidak terbentuk lewat ketegangan-ketegangan sosial.
Kondisi ini persis digambarkan F. Budi Hardiman dalam Massa Teror, dan Trauma (2011) bagaimana sisi lain manusia yang tertindas dan terdiskriminasi. Manusia yang tertindas, terdiskriminasi dan termarginalisasi tak dapat memiliki rasa kekitaan, jika perasaan itu tidak terbentuk lewat ketegangan-ketegangan sosial.
Ketegangan-ketegangan
sosial ini terjadi dalam upaya-upaya orang dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan,
yakni dalam konflik kepentingan. Jika orang-orang saling berhadapan dalam
kebutuhan-kebutuhan mereka dan sumber-sumber pemenuhannya langka,
kebutuhan-kebutuhan ini menjadi kepentingan.
Kepentingan inilah yang menjadi motif langsung konflik kolektif. Di sini motif-motif tindakan terhubung dengan konteks-konteks objektif seperti ketimpangan-ketimpangan sosial dan mengandung aspek pencapaian tujuan secara strategis.
Kepentingan inilah yang menjadi motif langsung konflik kolektif. Di sini motif-motif tindakan terhubung dengan konteks-konteks objektif seperti ketimpangan-ketimpangan sosial dan mengandung aspek pencapaian tujuan secara strategis.
Alternatif solusi
Konflik perang panah dan
batu antara sesama warga sekampung di Kwamki Lama adalah potret buram dalam
kehidupan sosial masyarakat. Konflik berbau ethnicity
atau sejenisnya mau tak mau memaksa para pemimpin kultural bahkan
pemimpin-pemimpin lokal lainnya seperti pemerintah dan sosial keagamaan hadir
di sana.
Bagaimanapun, dalam banyak kasus konflik antarsuku atau kelompok masyarakat, para pemimpin itu masih potensial jadi juru damai. Karena itu para kepala suku, pendeta, pastor, kiai, dan tokoh masyarakat lainnya perlu bertemu dengan pihak-pihak yang bertikai sehingga sedikit demi sedikit konflik yang berlangsung menemui titik penyelesaian.
Bagaimanapun, dalam banyak kasus konflik antarsuku atau kelompok masyarakat, para pemimpin itu masih potensial jadi juru damai. Karena itu para kepala suku, pendeta, pastor, kiai, dan tokoh masyarakat lainnya perlu bertemu dengan pihak-pihak yang bertikai sehingga sedikit demi sedikit konflik yang berlangsung menemui titik penyelesaian.
Berbagai konflik
yang muncul mestinya dihadapi dalam doa guna mencari solusi dengan kepala
dingin. Perlu diingat bahwa anak panah yang dilepaskan tak akan melahiran
kegembiraan namun sebaliknya.
Ia tak hanya menghadirkan luka untuk keluarga dan kerabat tetapi sekaligus melukai rasa kemanusiaan universal. Karena itu tak ada pilihan lain bagi saudara-saudaraku yang masih bertikai agar saatnya menjadikan Kwamki Lama dan Mimika umumnya, zona damai atas nama cinta untuk kebaikan bersama.
Mari bersama Pace Bupati Klemen Tinal merapatkan barisan dan bergandengan tangan membangun kabupaten ini agar bertambah maju dan penduduknya makin sejahtera lahir batin.
Ia tak hanya menghadirkan luka untuk keluarga dan kerabat tetapi sekaligus melukai rasa kemanusiaan universal. Karena itu tak ada pilihan lain bagi saudara-saudaraku yang masih bertikai agar saatnya menjadikan Kwamki Lama dan Mimika umumnya, zona damai atas nama cinta untuk kebaikan bersama.
Mari bersama Pace Bupati Klemen Tinal merapatkan barisan dan bergandengan tangan membangun kabupaten ini agar bertambah maju dan penduduknya makin sejahtera lahir batin.
Sumber:
Timika Expres, 8 Juni 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!