Kepedulian kepada mereka yang terlantar
berujung pada sebuah panggilan untuk mendirikan rumah singgah. Rumah untuk
mereka yang terpinggirkan
SEJAK penghujung 2006 hingga Januari
2007, Sr Alexandra SCC dan Frater Yohanes Ari SCC berbaur dengan ibu-ibu hamil
dan anak-anak telantar. Pendiri Serikat Servitium Caritatis Christi (SCC) atau Serikat
Pelayanan Kasih ini hidup dengan mereka di beberapa lokasi di Jakarta. Keduanya
menyelami aktivitas keseharian sebagai pemulung, pengemis atau pengamen jalanan. Keduanya juga ikut mencari dan
mengumpulkan barang-barang bekas bahkan mengamen di jalanan.
Sehari-hari, ibu-ibu
hamil dan anak-anak telantar ini bertahan di
rel kereta api yang rusak, di bawah pohon, atau kolong jembatan. Mereka bertahan
sekadar melepas lelah. Padahal, masih terbersit kerinduan memiliki tempat
tinggal layak atau mengenyam pendidikan.
Sr Marselin SCC mengenang, bagaimana ibu-ibu dan anak-anak dampingannya
harus bekerja mencari sesuap nasi. Hasil pekerjaan sehari-hari di jalanan cukup
untuk makan sehari. Mereka hanya makan dan minum seadanya, tak jarang mereka
harus mengetatkan ikat pinggang, lantaran tak ada makanan apapun. Bisa sampai dua
atau tiga hari.
Dari sini, ada usaha untuk menyatukan mereka dalam satu rumah singgah. Hingga kini, sebuah
rumah
kontrakan di Cibubur menjadi rumah tinggal mereka. Kisah ini menjadi awal
berdirinya Panti Asuhan Pelayanan Kasih Bhakti Mandiri.
Mewujudkan pelayanan
Pemberian nama panti bukan tanpa arti. Sr
Marselin SCC menjelaskan, nama PKBM terinspirasi dari perjumpaan dan pengalaman
hidup dengan ibu-ibu hamil dan anak-anak telantar. Penanggungjawab PKBM ini
menjelaskan, pengelola berusaha melayani sesama dengan tulus. Karya ini
bersumber dari kasih Allah yang mewujud dalam pelayanan. “Kam yang bekerja di
sini, terdorong oleh kasih Allah untuk membaktikan jiwa raga melayani Allah
melalui sesama. Pengelola juga berniat melayani anak-anak panti untuk menata hidup
lebih baik secara mandiri.”
Tanggal 27 Maret 2007, menjadi hari lahir
PKBM. Kurang lebih setahun panti ini tanpa badan hukum. Baru pada 28 Juli 2009,
Yayasan Pelayanan Kasih Bhakti Mandiri memperoleh legalitas melalui Surat Keputusan
Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-2328.AH.01.04 tahun 2009. “Panti ini
didirikan dengan tujuan untuk melayani dengan penuh kasih dan pengabdian diri
seutuhnya kepada Allah,” jelas Sr Marselin.
Ia menambahkan, karya sosial SCC tak
hanya di Paroki Santo Yohanes Maria Vianey Cilangkap, Keuskupan Agung Jakarta,
tetapi juga di Paroki Santa Theresia Kefamenanu, Keuskupan Atambua. Di Paroki Santa
Theresia Kefamenanu, karya yang dikembangkan adalah asrama putra-putri. Asrama
ini mendampingi kaum remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu agar bisa melanjutkan
sekolah. Mereka juga membantu memberdayakan masyarakat di bidang pertanian,
peternakan, pertukangan, serta membantu dalam reksa pastoral.
Awal hadir di Cibubur, dalam perjalanan
mencari sebuah rumah, salah seorang anggota serikat bertemu Benediktus Suyono,
prodiakon di Paroki St Yohanes Vianey Cilangkap. Bersama Suyono, pengelola
menghadap pastor paroki. Mereka memperkenalkan diri sebagai warga paroki. Bak
gayung bersambut, pada 25 Maret 2007, pengelola mendapatkan sebuah rumah
kontrakan. “Sejak saat itu, rumah ini kami beri nama Pelayanan Kasih Bhakti
Mandiri,” cerita Sr Marselin.
Saling terlibat
Hingga saat ini, panti menampung
sebanyak 95 anak. Usia mereka berkisar lima bulan hingga 18 tahun. Mereka
kebanyakan anak yang lahir di luar ikatan perkawinan resmi. Kebanyakan ibu-ibu mereka
bekerja sebagai TKW, pembantu rumah tangga, atau buruh pabrik. Anak-anak ini
dititipkan ibunya setelah membuat surat resmi di atas materai. Anak-anak itu
kemudian diserahkan kepada pengelola untuk dirawat dan dipersiapkan masa
depannya.
“Sekitar lima persen ibu dari anak-anak
ini masih bisa berkomukasi dengan keluarga mereka. Selebihnya hilang kontak.
Anak-anak ini menganggap suster dan frater adalah orangtuanya. Kami merawat,
menyekolahkan, dan mencintai mereka sepenuh hati, sehingga mereka tumbuh dewasa
dan mandiri. Ada yang sedang kuliah sambil kerja,” kata Sr Marselin.
Untuk menumbuhkan sikap mandiri,
anak-anak juga dibiasakan mengatur diri sendiri. Misal, saat bangun pagi pukul setengah
lima langsung berdoa, kemudian membereskan tempat tidur, mandi, dan berangkat
sekolah. Sepulang sekolah, mereka makan bersama kemudian menyelesaikan tugasnya
masing-masing. Mulai pukul tiga sore, mereka membersihkan kamarnya atau
membantu adik-adiknya yang masih kecil menyeterika pakaian atau menyelesaikan
pekerjaan rumah. Pada pukul enam sore, mereka berdoa bersama, lalu belajar dan
makan malam sebelum istirahat.
Perlahan-lahan, selalu ada pihak yang bereimpati.
Mulai dari umat di Keuskupan Agung Jakarta maupun Keuskupan Bogor, tetapi juga
berbagai kelompok sosial lain. Mereka melakukan kunjungan sosial dan memberikan
bantuan kepada anak-anak. Kunjungan ini makin menyemangati pengelola untuk setia
melayani sepenuh hati, agar anak-anak ini menjadi orang yang berguna bagi Gereja
dan negara. “Kami juga terus membangun relasi dengan umat, Gereja, dan
pemerintah, agar ikut membantu pelayanan kami,” kata Sr Marselin.
Sr Marselin mengatakan, ada harapan
menggunung agar anak asuhnya meraih masa depannya. Harapan ini juga ada dalam
hati setiap orang yang datang berkunjung. Namun, kebutuhan mereka yang utama
sebenarnya adalah rasa cinta dan perhatian orangtua. “Saat ini anak-anak kami
masih butuh makan minum, uang pendidikan, dan bantuan kesehatan mereka,”
katanya.
Selain itu, agar anak asuh, terutama anak-anak
balita tak lagi di rumah kontrakan, pihak pengelola terus berusaha agar kelak
memiliki rumah panti sendiri. Sr Marselin menambahkan, berbagai usaha terus
digalakan, misal dengan mengirim proposal ke donator, umat maupun Gereja-gereja.
Usaha lain yang dijalankan adalah menjual benda-benda rohani, kue hasil buatan
anak-anak, dan madu asli dari Timor. “Kami berdoa dan terus berusaha agar bisa
membeli lahan sendiri agar bisa membeli lahan sendiri untuk membangun panti
sendiri, sehingga anak-anak merasa nyaman.”
Ansel Deri
Sumber: HIDUP edisi Nomor
13, 25 Juni 2017
Ket foto: Penghuni Panti Asuhan Pelayanan Kasih Bhakti Mandiri
(gbr 1). Sr Marselin SCC, saat mengunjungi anak asuhnya di
salah satu rumah sakit (gbr 2).
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!