Orang Kampung asal Lembata;
Tinggal di Halim Perdana Kusuma Jakarta
AWAL Oktober 2012, terbetik kabar penting dari
Lewoleba, kota Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Pihak Badan Anggaran
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat mewacanakan pembelian 22 unit mobil
dinas untuk anggota DPRD Lembata dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
tahun 2013. Pagu anggaran pembelian mobil terbilang fantastis: Rp 4,3 miliar.
Wow..... Angka yang sangat besar ukuran sebuah kabupaten kere di Bumi
Flobamora.
Saya mencoba menghubungi sahabat yang juga anggota
Badan Anggaran DPRD, Fransiskus Limawai (Fery) Koban terkait rencana tersebut.
Ia pun membenarkan usulan pembelian mobil karena ada keluhan rekan-rekan wakil
rakyat di gedung “Peten Ina” kesulitan saat melakukan kunjungan kerja ke
kampung-kampung atau menyambangi konstituen musim reses.
“Kalau usulan pembelian mobil itu diterima, ya,
syukur tetapi kalau tidak diterima juga tidak masalah.” Sedang wakil rakyat
yang lain, Antonius Loli (Tolis) Ruing menolak mentah-mentah. “Kondisi jalan di
hampir semua wilayah kecamatan rusak parah. Bagaimana mau pake oto ke
kampung-kampung. Usulan itu tidak realistis dan secara pribadi dan sebagai
wakil rakyat saya menolak,” kata Tolis Ruing.
Lugo Méndez
Setan apa yang merasuki pikiran para anggota DPRD
Lembata sehingga tanpa malu menginginkan kemudian merencanakan pembelian mobil
dengan nilai uang miliaran rupiah melalui kas APBD? Pernahkah para wakil rakyat
terhormat ini berpikir dengan otak dan hati mencermati realitas kemiskinan dan
ketertinggalan Lembata telanjang di kampung-kampung dan rakyat masih
tertatih-tatih takluk di bawah kemiskinan alamiah dan struktural selama ini?
Rencana tersebut menunjukkan DPRD sedang dengan sengaja mau melukai hati rakyat
dan kampung halaman, tanah lepanbatan. Ada kesan DPRD secara kelembagaan
dijadikan alat mendulang fulus. Maju tak gentar membela yang bayar, bukan
membela rakyat.
Perilaku para wakil rakyat “Peten Ina” mengingatkan
saya pada sosok Presiden Paraguay, Fernando Armindo Lugo Méndez (56 tahun).
Lugo Méndez adalah Uskup Gereja Katolik yang terpilih menjadi Presiden Paraguay
pada Pilpres 16 Agustus 2008. Ia terpilih karena dukungan mutlak rakyat. Ia
juga rela berseberangan dengan Sociedad del Verbo Divino (SVD) dan otoritas
Gereja Katolik demi bela rasa pada rakyat yang masih dililit kemiskinan di
hampir semua aspek dan sendi kehidupan. Ia menumbangkan dan menghentikan
dominasi Partai Colorado yang sudah bercokol selama 61 tahun di negeri nan elok
itu.
Ia memahami kemiskinan negerinya sudah akut dan
menuntut sikap bijak para pemimpin dan politisi memahami rakyatnya. Para
politisi utamanya, jangan terus-menerus membiarkan rakyat melihat kemiskinan
sebagai kenikmatan membelenggunya saban tahun. Sedang di lain sisi, para
politisi tengah berleha-leha dengan kemewahan menggunakan uang hasil cucuran
keringat rakyatnya.
Bagi Lugo Méndez, Paraguay, negeri berpenduduk
“hanya” 6,5 juta jiwa, dengan luas wilayah 406.762 km persegi ini seharusnya
bisa memakmurkan rakyatnya melalui para pemimpin dan politisi yang menjabat
wakil rakyat. Para pemimpin dan politisi harus mengerti dengan otak dan hati
sehingga tak perlu menuntut kemewahan yang aneh-aneh seperti mobil dinas. Lugo
Méndez juga bukan konglomerat atau politisi bergelimang duit. Ia hanya bekas
uskup dan pekerja sosial yang kere.
Bahkan penganut paham sosialisme yang mendalami
ajaran Pancasila ini berani bertaruh jabatan dengan menolak gaji selama
menjabat presiden. Mau tahu berapa gajinya? Kantor berita Associated Press (AP)
merilis, gaji Presiden Paraguay sebesar 4.000 dolar AS atau setara Rp. 37 juta
per bulan. Jumlah ini terbilang kecil dibandingkan gaji anggota DPR RI sebesar
Rp. 49 juta per bulan (belum terhitung lain-lain).
Bahkan sangat kecil bila dibandingkan gaji Presiden
RI sekitar Rp. 150 juta per bulan. Karena itu bisa dipastikan Lugo Méndez
menjadi satu-satunya pemimpin negara di dunia yang murni volunteer, pekerja
sukarela tanpa upah. Ini terjadi atas kesadaran politik dan disposisi batin
setelah memperoleh dukungan kaum miskin marginal, terutama para petani tanpa
tanah dan serikat buruh menuju Paraguay 1.
Di hadapan jutaan rakyat pada malam menjelang
pelantikannya di Asuncion, Ibu Kota Paraguay, Jumat, 16 Agustus 2008, Lugo
Méndez –pengagum pemikiran Bung Karno– blak-blakan menyatakan terbuka tak akan
menerima gaji selama menjabat presiden. Kalangan pengamat politik dunia dan
Amerika Latin menilai, keputusan Lugo Méndez adalah keajaiban terbesar dalam
politik dan sejarah demokrasi di jagat raya.
Ayo Bersolider!
Usulan pembelian mobil bagi para wakil rakyat di
DPRD Lembata bisa dipahami dalam konteks tugas dan fungsinya. Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) atau UU MD3 juga secara jelas menguraikan fungsi, tugas,
dan wewenang DPRD. Pasal 343 ayat 1 UU MD3 menyebutkan, DPRD kabupaten/kota
mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ketiga fungsi sebagaimana
dimaksud dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di kabupaten/kota.
Namun, wacana pembelian mobil itu hemat saya tak
perlu diwujudkan mengingat masih banyak persoalan penting dan mendesak lainnya
di tengah masyarakat dan daerah yang perlu dibiayai dari APBD. Para anggota
DPRD perlu diajak dan dipaksa bersolider dengan rakyat dan daerah yang masih
“lumpuh” menyusul minimnya anggaran bersumber dari DAU/DAK Pemerintah Pusat
untuk membiayai sektor-sektor penting serta infrastruktur vital di hampir semua
wilayah kecamatan. Berikut strategi pembangunan yang masih amburadul dan lemah
koordinasi antardinas, instansi, dan badan.
Wacana pembelian mobil dinas wakil rakyat sekaligus
mengingatkan mereka untuk waspada atas usulan-usulan anggaran dari pihak
eksekutif tanpa sepengetahuan masing-masing para anggota. Apalagi, usulan
seperti itu akan melalui mekanisme internal DPRD seperti badan anggaran atau
alat kelengkapan lain yang kadang pula tidak diketahui masing-masing anggota.
Pengajuan anggaran melalui Kebijakan Umum Perubahan
Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) 2013 menuntut
ketelitian ekstra para wakil rakyat agar jangan sampai pos-pos anggaran utama
dialihkan atau diamputasi hanya untuk memenuhi keinginan pembelian mobil. Jika
ada sinyalemen lahir angka fantastis sekadar membeli mobil, maka jelas: apakah
memiliki mobil mewah dengan menguras uang rakyat dari kas APBD atau memilih
hemat dan menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum saat mengunjungi
rakyat.
Pilihan hanya pada hati nurani. Toh, para wakil
rakyat “Peten Ina” bisa belajar dari Paraguay. Lugo Méndez dan juga seperti
koleganya, Pastor Martin Bhisu SVD –sekretaris pribadi dan misionaris di
Paraguay asal Flores, NTT– mampu memahami realitas kemiskinan dan ketimpangan
sosial rakyat Paraguay. Mampukah DPRD Lembata mengubur naluri memiliki mobil
dinas bersumber dari duit rakyat senilai Rp. 4,3 miliar? Dapatkah hati DPRD dan
hati “tuannya” (rakyat) berbaur dalam satu tarikan nafas kemudian bersama
berjuang bertaruh peluh mengejar ketertinggalan tanah lepanbatan lebih
sejahtera lahir-batin? Wallahualam bissawab!
Sumber: Flores Pos, 17 Oktober 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!