Guru Besar Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Tahu-tahu sudah mau
tahun baru lagi. Waktu zaman mahasiswa dulu (zaman Orde Lama), malam tahun baru
berarti patungan carter bus kota (dulu mereknya Robur, bikinan Hungaria), pakai
jas dan dasi (dulu belum ada gaya punk rock), jemput cewek-cewek mahasiswi (tinggalnya
semua di daerah Menteng, anak-anak elite bangsa pada masa itu), dan cari
tempat-tempat dansa di hotel-hotel seperti Hotel Des Indes (di Harmoni) atau
Hotel Indonesia (Bali Room).
Kami datang lewat
tengah malam supaya sudah banyak tamu pulang dan banyak kursi kosong, masuk tak
perlu pakai tiket lagi dan band masih main. Tujuan kami memang cuma mau
dansa-dansi doank sesudah puas keliling-keliling kota sambil niup-niup terompet
menunggu tengah malam, pergantian tahun, di dalam bus atau di tepi jalan. Di
zaman Orde Baru, saya sudah lebih mapan. Kadang-kadang saya mendapat undangan,
kadang-kadang juga diajak teman untuk malam tahun baruan.
Salah satu cewek
yang di zaman Orde Lama ikut di Bus Robur, di zaman Orde Baru ikut lagi sama
saya, tetapi sebagai ibunya anak-anak (kini sudah punya anak tiga, tetapi masih
okelah dibawa ke pesta). Dari sore sudah nongkrong berdesak-desakan (satu meja
untuk 10 orang diisi 12 orang), sambil makan (tambah gendut, makin sesak lagi
kursinya), sambil dansa-dansi, gaya tahun 1960-an: jive, cha-cha, waltz,
foxtrot dan rhumba (belum ada yang bisa salsa). Pas jam 00.00 nyanyi Auld Lang
Syne, tiup-tiup terompet dan cium kanan, cium kiri.
Semua aja dicium,
kenal gak kenal. Kalau ada istri orang yang cantik, biarin gak kenal juga
disamperin dan dicium saja. Namanya juga usaha. Di zaman Reformasi ini,
semangat untuk bertahun baru sepertinya sudah berubah. Bukannya tidak mau
senang-senang bertahun baruan, tetapi beberapa tahun terakhir ini formatnya
selalu nonhotel.
Lokasinya selalu
rumah salah satu keluarga, ngumpul bareng keluarga dan teman-teman dekat,
acaranya bakar-bakar daging sapi, kambing, ayam, ikan, udang, dan cumi-cumi.
Kalau teman-teman saya pemain band kebetulan tidak dapat job malam tahun
baruan, kami ajak untuk meramaikan acara, nyanyi-nyanyi, joget-joget. Sampai
lombo, sampai loyo, sampai lewat tahun baru.
Tapi khusus untuk
tahun 2012 yang segera berakhir ini, ada yang menurut saya unik karena belum
pernah ada sebelumnya, yaitu baying-bayang hari kiamat. Diawali dengan film
Holywood keluaran tahun 2009 yang bertajuk 2012, orang sudah mulai waswas
tentang kiamat yang akan terjadi tahun ini. Bagaimana ya, kalau beneran
terjadi? Tapi waswasnya orang Indonesia tidak segawat kekhawatirannya orang
Amerika.
Banyak orang
Amerika, saking rasionalnya, yakin sekali bahwa kiamat akan jatuh pada 21
Desember 2012 karena pada tanggal itulah berakhirnya kalender suku bangsa Maya
yang dibuat 6.500 tahun yang lalu. Pada tanggal itu, sebuah planet Nibiru yang
juga ditemukan oleh suku bangsa Maya akan menabrak bumi dan kiamatlah kita.
Maka macam-macamlah kelakuan orang-orang pintar di AS itu agar selamat dari
kiamat (wong kiamat, kok selamat, kontradiksi, kan).
Salah satunya
adalah memelihara kelinci agar bisa dimakan dagingnya dan tidak perlu nyetok
bahan makanan dari supermarket dan tidak perlu menyimpannya di lemari es. Logis
juga, kalau ada lemari es, mau dapat listrik dari mana? Tapi orang-orang pinter
di Amerika yang keblinger soal kiamat ini bukan barang baru.
Di tahun 1997, 39
orang anggota sekte Heaven’s gate ramai-ramai bunuh diri massal di California
bagian selatan karena percaya bahwa kiamat akan tiba sesuai dengan ramalan
kitab Injil versi mereka sendiri. Di tahun 2011, seorang pendeta bernama Harold
Camping menyiarkan lewat radionya, Family Broadcast, bahwa kiamat akan jatuh
pada 21 Mei 2011. Banyak pendengar yang fanatik dan percaya menjual harta
miliknya untuk menyebarluaskan berita tentang kiamat itu.
Tentunya ramalan
itu tidak terbukti, tetapi Camping tidak putus asa. Dia undurkan tanggal kiamat
menjadi 11 November 2011. Ternyata tidak terjadi lagi. Tampaknya si Camping
yang sudah berusia 90 tahun itu merasa bahwa kiamatnya sendiri sudah dekat,
tetapi dia tidak mau sendirian sehingga mengajak-ajak orang lain sedunia. Tentu
saja ramalan kiamatnya orang Maya juga tidak terbukti.
Buktinya malah Anda
semua masih bisa membaca artikel ini sesudah tanggal 21 Desember 2012 itu. Tapi
tidak berarti di masa depan tidak akan ada lagi orang yang percaya pada tanggal
jatuhnya hari kiamat. Namun yang pasti itu bukan orang Indonesia. Orang
Indonesia, terlepas dari apa pun agamanya, percaya bahwa hari kiamat itu
rahasia Tuhan. Tidak ada orang yang bisa meramalnya walaupun dengan ilmu dan
teknologi secanggih apa pun.
Begitulah kita
dididik oleh para orang tua kita dan guru-guru kita semua. Tapi orang Indonesia
masih percaya pada rahasia alam seperti jodoh, pangkat, rezeki, dan sebagainya,
yang masih bisa ditembus dengan kekuatan gaib, arwah, roh halus, bahkan doa
sehingga tempat-tempat bertapa seperti Gunung Kawi tidak pernah sepi. Khususnya
menjelang tahun-tahun baru sekarang ini, para peramal pun panen order dari
stasiun-stasiun televisi.
Ramalan mereka
macam-macam, ada bencana ini-itu, akan datang pemimpin Ratu Adil atau Satrio
Piningit dan sebagainya dan banyak orang percaya. Primbonnya bukan kalender
Maya, tetapi ramalan Joyoboyo. Padahal kalau kita replay ramalan para peramal
(yang namanya seram-seram itu) dari tahun yang lalu, pada akhir tahun
berikutnya terbukti banyak yang tidak benar.
Anehnya, orang
masih tetap saja percaya pada ramalan-ramalan bohong seperti itu, sementara
ramalan yang sudah pasti jitu justru tidak digubris. Misalnya, Jokowi sudah
meramalkan bahwa walaupun sudah tujuh alat keruk yang dikerahkan untuk
membersihkan pintu air, kalau masyarakat tetap saja membuang sampah (bukan
hanya sampah dapur, melainkan juga sampah kasur, bahkan sampah lemari es atau
pesawat televisi) ke sungai atau saluran air itu, pasti pintu air akan mampet
lagi dan banjir akan terulang.
Nyatanya masyarakat
masih membuang sampah dan ketika sekarang hujan mendera Jakarta dan banjir
melanda, Jokowi malah ditagih janjinya, ”Katanya mau membuat Jakarta bebas
banjir? Mana buktinya?” Masya Allaaah ....
Sekarang apa yang
harus kita lakukan dalam malam Tahun Baru 2013? Makan-makan, nyanyi-nyanyi,
bahkan dansa-dansi (istilah sekarang: ajebajeb) buat yang masih doyan, ya
silakan saja. Namanya juga menyambut tahun baru. Tapi jangan lupa doa. Agama
apa pun, sangat baik kalau kita berdoa.
Doa itu secara psikologis
menguatkan harapan-harapan dan mengukuhkan niat kita untuk melakukan sesuatu
yang baik. Dalam Islam, kalau sudah berniat baik, maka sudah dicatat pahalanya
di register malaikat walaupun belum berbuat apa-apa. Lain lagi kalau niatnya
jahat. Kalau baru berniat saja, niat jahat belum dicatat. Niat jahat baru
dicatat jika sudah dilaksanakan.
Tapi buat kita yang
orang baik-baik, jangan sampai tidak melaksanakan niat dan doa kita. Petani
yang berniat mencangkul sawahnya sudah mendapat pahala, tetapi tidak mungkin ia
panen padi kalau ia tidak benar-benar mengayunkan cangkulnya. Petani itu boleh
jadi mati masuk surga dengan tabungan pahala berkat niat-niat baiknya, tetapi
ia meninggalkan anak istrinya yang kelaparan.
Sebaliknya, kalau
sudah ketahuan ada orang berniat jahat, misalnya mau ngebom hotel tempat orang
dansa-dansi, walaupun malaikat belum mencatat dosanya, Densus 88 sudah harus
menangkapnya sebelum dia benar-benar melaksanakan niatnya itu. Selamat Tahun
Baru 2013.
Sumber: Sindo, 30
Desember 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!