Rohaniwan
Natal selalu
menjadi momentum untuk memperbarui visi, arah, dan perilaku berkehidupan. Natal
merefl eksikan cara pandang baru agar kehidupan bisa berlangsung dengan lebih
baik, berbudaya, beradab, dan berkeadilan. Natal bisa menjadi pembangkit
semangat dan motivasi di tengah kegelapan yang menyelimuti negeri ini.
Saat korupsi
semakin merajalela dengan cara yang lebih canggih. Saat ketidakadilan
diperagakan dalam berbagai contoh nyata. Saat kaum kecil ditindas oleh mereka
yang berkuasa secara politik dan ekonomi. Saat itulah semua diingatkan untuk
kembali kepada jati diri masing-masing sebagai manusia yang saling menghormati
dan mendasarkan perilaku pada cinta kasih
Kasih Natal
Dalam Natal ini
manusia merefl eksikan dan menyatakan dengan sungguh-sungguh makna cinta kasih
dalam berbagai polemik kehidupan. Cinta kasih itu merupakan dasar dari semangat
kebersamaan yang tulus-ikhlas untuk membangun keadaban publik yang sehat.
Sebagai warga setia individu diharapkan berkontribusi dengan cara masingmasing
untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata. Di tengah
kecamuk ketidakpastian itu semua, negeri ini hampir kehilangan rasa untuk
menganggap sesama sebagai saudara.
Persaudaraan telah
memudar karena ulah dan perilaku elite politik yang sering bekerja demi
kepentingan diri sendiri dan tentu kepentingan uang semata-mata. Ironis karena
perjuangan sebagian besar dari mereka untuk menjadi elite politik didasari
bukan oleh kehendak untuk mengangkat derajat dan kesejahteraan rakyat,
melainkan mencari kekuasaan belaka. Natal kali ini mengharapkan manusia bisa
hidup dalam sikap saling mengasihi dan mengembangkan sikap hidup bijak dan
perilaku kebaikan. Semua dilakukan dengan menyadari kehadiran Tuhan dan menegaskan
kebaikan Tuhan yang mengantarkan umat manusia untuk menjalani seluruh aspek
kehidupan ini dengan kasih sayang.
Kelahiran Juru
Selamat menjadi pancaran cahaya kemuliaan Tuhan dalam pengalaman kesederhanaan
di sebuah kandang mungil, kotor, dan bau. Kemuliaan dan kesederhanaan seperti
itu kini hampir lenyap dalam jiwa sanubari kaum elite. Kelahiran Yesus
mengajarkan kepada setiap manusia tentang era kehidupan baru dari kegelapan
menuju terang. Terang Natal bukanlah seperti yang diwujudkan dalam warna-warni
lampu hias yang bekerlap-kerlip semata, melainkan cara manusia menyadari diri
membawa kehidupan baru yang lebih adil dan damai. Manusia membutuhkan momentum
untuk merefl eksikan diri. Makna terdalam kedatangan Sang Juru Selamat untuk
zaman ini menegaskan kembali semangat-Nya untuk melawan ketidakadilan dan
penindasan yang sudah begitu membudaya.
Ketidakadilan telah
menggerus kebijaksanaan dalam kehidupan. Ketidakadilan banyak dicerminkan dari
kehidupan yang timpang, antara yang kaya dan miskin, bodoh dan pintar, atau
elite dan jelata. Kaum miskin dan bodoh selalu menjadi objek yang dikorbankan
oleh yang kaya dan pintar. Mereka yang banyak sering mempermainkan yang
sedikit. Minoritas tapi pintar dan kaya mengorbankan mayoritas namun melarat
dan bodoh. Harmoni Harmoni kehidupan tercipta secara tidak seimbang.
Harapan untuk
membuat kehidupan bisa saling memberi dan menerima antara kaum berkelebihan dan
berkekurangan nyaris pupus. Sebab mereka yang berkelimpahan sering
memperolehnya secara paksa atau dengan tipu daya justru dari mereka yang
berkekurangan. Begitu pula dengan elite dan jelata. Kaum jelata berjumlah
mayoritas namun tertindas dalam setiap peristiwa. Mereka menjadi korban
kepintaran kaum elite. Bila suatu kali ada amuk massa, itu terjadi karena elite
yang keterlaluan memperdayai. Tak tebersit dalam pikiran mereka bahwa kekuasaan
dan jabatan merupakan daulat dari rakyat semesta. Orang kaya pun sering
kehilangan kesadaran bahwa hartanya sebagian besar merupakan “sumbangan” dari
kebanyakan orang yang disebut miskin.
Kehidupan semakin
merosot ketika moralitas keseimbangan diabaikan. Ketidakadilan dalam berbagai
jenisnya dikembangbiakkan dan sering diwarnai seolah-olah merupakan takdir tak
bisa diubah. Kehadiran Juru Selamat bermakna sebagai kelahiran kehidupan baru
yang lebih damai dan menyingkirkan penindasan. Kini penindasan demi penindasan
sudah ada di depan mata, bahkan dalam bentuknya yang elokelok sehingga tampak
seolah bukan penindasan. Makna Natal bagi orang beriman untuk melawan penindasan
dengan memperluas solidaritas dan menjunjung tinggi kesadaran berkehidupan
bersama.
Dalam Natal ini,
manusia hendaknya merayakannya dalam suasana pengembaraan untuk mencari makna
cintah kasih yang hilang. Juga, dalam situasi inilah individu mencoba menemukan
kembali terang sejati. Setiap pribadi perlu menemukannya kembali terang yang
sudah pudar karena perilaku manusia yang tidak pernah bersyukur atas anugerah
Allah. Anugerah Allah yang begitu besar bagi bangsa ini telah digadaikan
segelintir elite politik demi ambisi kekuasaan. Kekayaan alam digadaikan dan
diobral.
Persaudaraan sejati
ditinggalkan demi kepentingan politik badut-badutan. Dalam Natal ini, dengan
mengingat segala perbuatan yang pernah dilakukan kemarin, memunculkan diri
dalam keadaan bersih. Manusia perlu kembali ke jalur lurus, jalan
kesederhanaan. Manusia harus berani membuka kembali mata hati yang selama ini
tertutup kemewahan, kepongahan, dan kedurjanaan. Ingatlah bahwa terang akan
bersinar bila mereka memiliki nurani yang bersih. Di sanalah terang itu akan
bersinar.
Sumber: Koran
Jakarta, 25 Desember 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!