Headlines News :
Home » » Semangat Liberasi Natal

Semangat Liberasi Natal

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, December 24, 2012 | 8:40 AM

Oleh Aloys Budi Purnomo, Pr
Ketua Komisi Hubungan Antaragama &
Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang

Inti peristiwa Natal, kelahiran Yesus Kristus, adalah iman bahwa dalam pribadi Yesus Kristus, Allah menyertai dan menyelamatkan manusia. Allah, Pencipta Semesta, berkenan tinggal bersama manusia dan menyatakan kesetiakawanan-Nya dalam Yesus Kristus, nabi dan utusan- Nya. Dengan kesetiakawanan ini, Allah berkenan membebaskan manusia dari belenggu kehidupan sebagaimana termanifestasikan dalam kekerasan, ketidakadilan, dan kemiskinan.

Umat kristiani diundang untuk merayakan Natal dalam semangat liberasi dan pemerdekaan. Semangat liberasi Natal hanya dapat tampak dalam konteks perjuangan hidup-mati demi keadilan dan kesejahteraan hidup bersama. Maka, segala bentuk perayaan Natal mesti menjadikan "pesta pora" dan "nyanyian pujian" bukan sekadar ungkapan iman dan cinta bakti kepada Allah, melainkan juga kepada sesama. Perayaan menjadi saat istimewa kekuatan dan kegembiraan untuk membangkitkan kesadaran akan perwujudan iman. Dalam konteks ini adalah iman dalam cinta kasih kepada sesama terutama yang miskin, tertindas, terasing, sakit, kelaparan, kehausan, telanjang, tunawisma, dan terpenjara ketidakadilan.

Dalam semangat liberasi itulah, manusia harus memaknai peristiwa Natal secara horizontal, menyentuh kehidupan sosial politik sezaman. Maksud dan tujuan utama kelahiran Yesus adalah mengaruniakan dan menyatakan kasih Allah yang begitu besar kepada manusia dan melepaskannya dari kuasa dosa dan kejahatan. Dengan begitu, manusia tidak binasa, melainkan memperoleh kehidupan yang adil dan sejahtera (Yohanes 3:16).

Berkat kelahiran Yesus, manusia disadarkan memiliki Allah yang mengambil perjuangan dari kaum miskin sebagai perjuangan-Nya sendiri. Dalam sosok Yesus, Allah hadir dan menyelenggarakan perjuangan melawan kesombongan, para penguasa korup, keserakahan, dan ketamakan. Pilihan Itulah sebabnya, sejak kelahiran- Nya di Bumi, Yesus tidak memilih menjadi bagian dari sistem kekuasaan yang menindas, melainkan menjadi bagian dari rakyat yang tertindas.

Pilihan ini tampak dalam kisah kelahiran- Nya sebagaimana direnungkan Lukas. Dia lahir dalam kondisi sosial politik yang mencekam, saat kedua orang tua-Nya bersama rakyat sezaman harus mengungsi dari Nazareth di Galilea ke Betlehem di Yudea. Itu karena perintah paksa untuk sensus penduduk oleh penjajah Romawi ( Kaisar Agustus) demi penarikan pajak.

Dalam kondisi "ketertindasan" itulah Yesus lahir, dibungkus dalam kain lampin (gombal rusak) dan dibaringkan di palungan, tempat makanan ternak (Lukas 2:1-7)! Persis itulah aspek liberasi Natal yang di kemudian hari dihidupi Yesus dalam mengembangkan dan memperjuangkan pilihan-Nya untuk membela kaum miskin, tertindas, termarjinalisasi oleh sistem kekuasaan yang korup dan tidak adil. Semangat liberasi Natal membawa manusia bersentuhan dengan Yesus Kristus: yang lahir di tempat tidak selayaknya, yang menyembuhkan orang sakit, dan memberi makan orang banyak. Dia juga Yesus yang melenyapkan stigma sosial religius marjinal (sakit, lepra, dosa).

Yesus juga menjadi ancaman bagi status quo kekuasaan Herodes. Dia dihujat dan dibelenggu dalam hukum yang tidak adil. Dia juga menjadi korban fanatisme agama dan oportunisme politis. Dia akhirnya mati mengenaskan di kayu salib. Semangat memerdekakan itu menampilkan aspek manusiawi Yesus Kristus yang menunjukkan kepada manusia akar-akar tersembunyi dehumanisasi.

Dengan semangat liberasi, sejak kelahiran-Nya Yesus Kristus hadir untuk membebaskan manusia dari kemiskinan yang dipaksakan, sebagai buah dosa kekuasaan korup serta permainan uang yang mencekik dan memperbudak. Sekarang pun, situasi dunia dan masyarakat ditandai kemiskinan, kekerasan, dan kehadiran para penguasa serta elite politik yang korup dari pusat hingga daerah. Korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi bagian dari sistem kekuasaan yang korup dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

Dalam situasi ini, bagaimanakah manusia menggemakan kembali dan memperjuangkan semangat liberasi Natal? Natal harus dapat membangun kesadaran bahwa cinta bakti kepada Allah dalam Yesus Kristus diwujudkan terhadap sesama, utamanya mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel.

Sikap hidup beriman tidak hanya merupakan gerak vertikal, tetapi juga horizontal. Yesus sendiri menegaskan, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, budimu dan jiwamu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri" (Matius 12:37-39). Dalam konteks ini, perlu dipertimbangkan segala bentuk perayaan Natal yang memberi tempat bagi kasih dan perhatian kepada sesama! Itu berarti, dalam merayakan kelahiran Yesus Kristus, umat kristiani ditantang untuk menjadi saksi tentang hidup penuh keberanian dan harapan dengan mengupayakan perbaikan hidup bersama.

Mereka perlu menggalang kesetiakawanan di antara semua anak bangsa guna menciptakan budaya damai dan rekonsiliasi demi kesembuhan lukaluka bangsa. Orang kristiani memberi bantuan korban kekerasan dan ketidakadilan, hindari mementingkan kelompok sendiri. Orang kristiani juga harus peka terhadap keadaan sekitar yang memerlukan kepedulian, jangan boros, hidup terlalu mewah. Perayaan Natal sekonteks dengan kenyaaan sosial kemasyarakatan yang tengah dilanda krisis multidimensional tiada henti. Natal tahun 2012 ini diwarnai luka perasaan karena banyak tindakan kekerasan intoleran di berbagai tempat.

Banyak yang merasa bahwa pemulihan ekonomi masih jauh dari memadai, penegakan hukum mandek, demokrasi hanya demi kepentingan sesaat dan nafsu tamak pada harta dan kuasa, otonomi daerah tidak dilaksanakan dengan tepat, sehingga kesejahteraan bangsa terganggu. Korupsi kian merajalela. Di sana-sini muncul perilaku diskriminatif dengan membiarkan berbagai tindakan intoleran. Kelambanan dalam membela kaum minoritas dan tenaga kerja yang teraniaya. Di samping itu, pelayanan kesehatan semakin kurang. Berbagai penyakit sosial tak ditanggulangi, seperti penyalahgunaan narkotika serta perdagangan wanita.

Sementara, kehidupan politik dan ekonomi, yang seharusnya menyejahterakan rakyat, cenderung menjadi tempat perebutan kekuasaan dan uang. Dengan demikian, penderitaan rakyat kecil masih meluas. Dalam konteks itulah aktualisasi semangat liberasi Natal semakin tak dapat ditunda! Setiap manusia diundang mewujudkan dalam kehidupan bersama secara horizontal. Selamat Natal.
Sumber: Koran Jakarta, 24 Desember 2012

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger