Mahasiswa S-3 Ilmu
Politik UI;
Wakil Sekjen Partai
Demokrat
Menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan DPR seperti dilansir oleh
beberapa lembaga survei yang lalu, tentu saja menjadi catatan penting bagi para
politisi di negeri ini.
Disebut catatan
penting, karena hal ini menjadi tantangan yang harus direspons positif demi
perbaikan kehidupan dan performa partai politik di masa depan. Respons positif
berupa aksi nyata untuk memperbaiki performa partai politik dan DPR merupakan
kerja-kerja politik yang harus terlembaga dalam berbagai kebijakan kehidupan
partai politik Adalah momentum rekrutmen calon legislatif untuk Pileg 2014 yang
saat ini masuk pada tahap pendaftaran di internal setiap partai politik,
merupakan start awal untuk memperbaiki performa partai politik dan DPR.
Para calon
legislatif merupakan etalase kader partai dan DPR yang akan menjadi modal
penting dalam memulihkan dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap partai
politik dan DPR. Dan, tentu saja kemampuan dan sensitivitas partai politik
untuk merespons sejauh mana dan bagaimana aspirasi masyarakat terhadap calon
legislatif tersebut merupakan hal terpenting dan menjadi bagian dari
persyaratan seleksi legislator.
Dalam fungsi
kaderisasi, mekanisme rekrutmen calon anggota legislatif juga merupakan salah
satu bagian proses kaderisasi.Kaderisasi legislator yang diusung setiap partai
politik harus benar-benar sensitif memperhatikan suara dan kepentingan
masyarakat. Kepentingan dan aspirasi masyarakat harus menjadi bagian integral
di dalam proses menyeleksi dan menawarkan calon-calon legislatif. Hanya dengan
itulah, kita berharap bahwa wajah-wajah para calon legislator akan linier
dengan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Harapannya tentu
saja agar mereka yang dicalonkan sebagai legislator adalah benar-benar
merupakan kader-kader pilihan masyarakat dan pilihan partai politik. Siapa yang
diusung oleh masyarakat adalah tentu saja seirama dengan siapa yang akan
diusung oleh partai politik, dan siapa yang diusung partai politik adalah
mereka yang seirama pula yang diusung oleh masyarakat itu sendiri.
Pertanyaannya
adalah bagaimana agar proses pencalegan tersebut benar-benar dapat menghasilkan
sumber kader yang benar-benar potensial dan bisa meningkatkan kinerja partai,
terutama kinerja di lembaga perwakilan nanti.Pertanyaan serius ini didasari
oleh latar belakang menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai
politik, karena dilatar-belakangi oleh efek domino atas berbagai kasus pidana
korupsi yang menimpa para anggota perwakilan baik di lingkungan DPR pusat,DPRD
provinsi maupun DPRD kabupaten/kota.
Adalah tidak mudah
memperbaiki citra dan meyakinkan kembali konstituen agar mereka bisa kembali
mempercayai komitmen partai politik dalam memperjuangkan aspirasi warga.
Masyarakat tampak semakin alergi dan trauma terus-menerus menjadi objek
kampanye hampa dan miskin keberpihakan, ketika justru masyarakat amat
membutuhkan pemihakan dan pembelaan seorang politisi.
Oleh karena itulah,
proses seleksi dan mekanisme penjaringan pencalegan harus dilakukan secara
ketat dan selektif. Mekanismenya tentu saja setiap partai berbeda dan mempunyai
pola masing-masing. Akan tetapi in prinsip proses seleksi pencalegan harus
dilalui melalui mekanisme yang terbuka, transparan dan demokratis serta
merupakan bagian dari upaya pengaderan.
Mereka yang sudah
mendaftar sebagai bakal calon legislatif harus diberikan pengarahan dan
pembekalan dalam sebuah acara pendidikan dan latihan (diklat), yang di dalamnya
diberikan materimateri yang dibutuhkan mengenai partai politik, sistem politik
di Indonesia, undangundang partai politik, kedudukan tugas dan fungsi lembaga
legislatif mulai DPR pusat,DPD,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota,
ideologisasi Pancasila dan NKRI, materi tentang gerakan antikorupsi, dan
berbagai materi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan kampanye yang
melibatkan berbagai media massa termasuk media sosial sebagai tool dalam
melakukan sosialisasi dan kampanye.
Proses selanjutnya
tentu saja panitia tim penjaringan akan melihat rekam jejaknya calon-calon
legislatif tersebut, melakukan wawancara untuk mengetahui kedalaman wawasan,
mengetahui kemampuan presentasi dan argumentasi di dalam menyampaikan suatu
isu, mengetahui latar belakang aktivitas di masa lalu, serta juga dilakukan tes
psikotes dan psikologi untuk mengetahui kepribadiannya.
Termasuk pula tim
penjaringan harus mengetahui bagaimana elektabilitas dan popularitas sebagai
bagian dari pengujian kelayakan menjadi calon legislatif dengan melakukan
survei internal di daerah pemilihan masing-masing. Kemudian, penilaian tentang
kapasitas dan prestasi profesionalnya di bidangnya masing-masing, penilaian
mengenai dedikasi dan loyalitas terhadap negara, masyarakat dan partai politik
serta mempunyai kepribadian dan rekam jejak kehidupan yang tidak tercela baik
yang menyangkut tindak pidana korupsi maupun tidak tercela dari tindakan
kriminal yang berhubungan dengan tindak pidana kejahatan narkoba, perjudian,
dan pencurian.
Dengan pola
penjaringan dan seleksi yang berjenjang dan selektif, mudah-mudahan dihasilkan
prototipe calon-calon legislatif yang benarbenar diharapkan masyarakat dan
diterima masyarakat. Lebih dari itu, mereka yang terpilih nanti sebagai anggota
legislatif akan mempunyai kinerja yang baik, dan menghasilkan berbagai produk
hukum dan produk-produk politik yang berguna dan berdaya guna bagi perbaikan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sendiri.
Hubungan dengan
Konstituen
Suatu isu penting
dalam upaya meningkatkan kualitas dan kinerja para wakil rakyat jika calon
legislatif terpilih adalah soal bagaimana hubungan antara wakil rakyat dengan
konstituennya. Isu ini menjadi sorotan penting, karena apa yang diwakili dengan
apa yang mewakilinya adalah hubungan atau relasi yang harus jelas posisi dan
kedudukannya.
Fakta bahwa
terdapat realitas hubungan yang buruk antara para wakil rakyat dengan basis
konstituennya adalah catatan penting untuk bahan penilaian partai terhadap
kader yang sedang menjadi wakil rakyat. Masalah ini menimpa hampir semua partai
politik dan menjadi masalah inti persoalan hubungan antara yang diwakili dan
mewakili.
Hubungan antara
wakil rakyat yang mewakili dan konstituen yang diwakili (Kerja Untuk Rakyat,
2009) dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu Pertama, besarnya jumlah penduduk
dan cakupan wilayah yang harus dipenuhi anggota legislatif, Kedua, luasnya
cakupan kepentingan masyarakat yang harus disikapi, Ketiga, proses rekrutmen
politik di partai politik yang tidak menghasilkan politisi yang berakar di
masyarakat, Keempat, sistem politik yang pro pada kepentingan partai politik
daripada konstituen.
Mewakili
kepentingan dan aspirasi konstituen adalah memang tugas seorang wakil rakyat
sebagaimana ditugaskan dan tercantum dalam pasal 70 huruf s yang menyebutkan
bahwa salah satu tugas dan wewenang DPR adalah menyerap, menghimpun, menampung,
dan menindaklanjuti masyarakat. Dan tercantum juga dalam pasal 79 huruf i, j,
dan k menyebutkan bahwa anggota DPR wajib menyerap dan menghimpun aspirasi
konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala,menampung dan menindaklanjuti
aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan pertanggungjawaban secara
moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Pun demikian kerja
yang sama juga berlaku bagi anggota DPRD kabupaten/ kota dan propinsi diatur
dalam pasal 315 huruf e, f, dan j dan pasal 359 huruf e, f, dan j. Hubungan
para wakil rakyat dengan konstituen sering kali “ramai” hanya semarak pada saat
menjelang pesta demokrasi pemilu akan dilaksanakan. Konstituen acap dibutuhkan
sebagai etalase demokrasi yang meramaikan pesta pora demokrasi itu sendiri.
Konstituen belum
sepenuhnya menjadi bagian penting sebagai pemegang hak kekuasaan yang
menyerahkan dan mempercayakan kekuasaannya dipergunakan oleh para wakil rakyat.
Warna kebijakan politik masih belum sepenuhnya merupakan aspirasi warga
masyarakat yang setiap tahun bisa dilihat seberapa besar produk-produk politik
prorakyat terlahir dalam bentuk undang-undang atau perda yang kontennya
berorientasi prorakyat.
Kenyataan ini
menjadi pekerjaan rumah kita di masa depan.Pekerjaan rumah untuk memperbaiki
bagaimana hubungan yang baik antara yang diwakili dan yang mewakili harus
selalu tercermin di dalam produk-produk politik, sikap politik, maupun
pandangan-pandangan politiknya terhadap suatu isu. Oleh karena itu, perbaikan
kualitas lembaga legislatif seyogianya dimulai dari proses awal penjaringan
calon-calon legislatif.
Mari kita kawal
proses ini dengan baik sesuai dengan mekanisme dan proses seleksi di partai
politik masing-masing. Dengan demikian, apa yang diharapkan masyarakat akan
terjawab pula dengan apa yang menjadi kepentingan dan harapan para pengurus
partai politik dan kader-kader partai politik.
Sumber: Seputar
Indonesia, 2 Februari 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!