Peneliti Senior CSIS
Kemenangan umat Islam
mengendalikan diri selama bulan Ramadhan telah membakar habis segala godaan
nafsu dan hasrat yang didorong oleh kenikmatan daging. Getaran dan aura
kesucian bulan Ramadhan tidak hanya dirasakan saudara-saudara umat Islam,
tetapi juga memancar dan beresonansi yang daya getarnya menyusup ke relung hati
masyarakat Indonesia pada umumnya. Praktik memuliakan nilai-nilai luhur semakin
membuktikan dan menguatkan nilai-nilai islami adalah rahmatan-lil-alamin
(berkah bagi semua manusia) serta merangsang dan memacu warga berlomba-lomba
berbuat kebaikan (fastabiqul khairat).
Manifestasi itu dengan mudah,
antara lain, disaksikan dalam peristiwa mudik. Fenomena pulang kampung bukan
hanya sekadar nostalgia, melainkan juga mengungkapkan besarnya modal sosial
yang dimiliki bangsa Indonesia. Sikap berkelimpahan masyarakat ditunjukkan
dalam wujud saling tolong-menolong, saling pengertian dan toleran sepanjang
perjalanan yang secara fisik kadang kala sangat melelahkan.
Beberapa pemilik modal juga
memfasilitasi publik dengan menyediakan transportasi gratis. Demikian pula
pemegang otoritas politik tahun ini, meskipun masih sangat terbatas,
menunjukkan kesungguhan dalam menyempurnakan penyediaan fasilitas dan pelayanan
publik.
Penziarahan spiritual yang membuahkan
kemenangan diharapkan menjadi modal dasar mengatasi masalah bangsa yang kusut
karena pertarungan kepentingan kekuasaan. Embun fitri yang menetes membasahi
nurani publik dewasa ini semoga juga berimbas kepada para elite politik yang
dalam ungkapan-ungkapannya sebulan terakhir ini secara verbal-harfiah
menunjukkan sikap mulia. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya kemenangan yang
disertai dengan pertobatan harus dirayakan sembari tetap merawat spirit
kesucian.
Merayakan kemenangan dengan
semangat pertobatan akan lebih bermakna bagi nasib bangsa dan negara bilamana
pemilik otoritas politik melaksanakan peran, tugas, serta tanggung jawab
sebagaimana konstitusi memerintahkannya. Mereka dituntut lebih tafakur
melakukan mudzakarah (kontemplasi) dan muhasabah (introspeksi) karena merekalah
yang mendapatkan mandat dan otoritas politik dari rakyat, dan oleh sebab itu
menentukan nasib sekitar 240 juta orang. Urgensi memenuhi harapan masyarakat
semakin mendesak karena kemenangan spiritual di bulan Ramadhan jatuh pada bulan
Agustus, bersamaan dengan peringatan kemenangan bangsa Indonesia melawan nafsu
keangkaramurkaan penjajah.
Banyak agenda politik ke depan
dapat dilakukan untuk memperbaiki tatanan politik agar lebih amanah. Salah
satunya, memenuhi kerinduan publik munculnya presiden dalam Pilpres 2014 yang
mempunyai kompetensi moral, integritas, dan kapabilitas mengelola kekuasaan
pemerintahan. Maka, ruang untuk memberikan kesempatan munculnya tokoh-tokoh
untuk menjadi pemimpin bangsa harus diperluas. Kandidat presiden tidak harus
dari ketua umum partai politik. Parpol harus memberikan peluang bagi
putra-putri bangsa terbaik untuk menjadi pemimpin bangsa.
Terobosan politik untuk
mendapatkan kandidat presiden pernah dilakukan Partai Golkar melalui konvensi.
Namun sayangnya, peraturan internal dianggap terlalu sarat dengan kepentingan
subyektif elite partai yang bersangkutan. Upaya yang sama juga akan dilakukan
Partai Demokrat yang dalam beberapa tahun terakhir elektabilatasnya cenderung
merosot.
Namun sayangnya, niat tersebut
masih belum mendapatkan respons publik sebagaimana yang diharapkan.
Penyebabnya, pertama, masyarakat ragu konvensi hanya sebagai instrumen
mengorbitkan kerabat dekat tokoh sentral Partai Demokrat atau sekadar jalan
pintas mengembalikan citra partai yang memburuk.
Kedua, persiapan yang tidak
menentu dan peraturan konvensi yang dianggap berubah-ubah. Ketiga, keruwetan
internal yang menebarkan rumor mundurnya dua tokoh Partai Demokrat, Handojo
Selamet Mulyadi (Bendahara Umum) dan Toto Riyanto (Direktur Eksekutif Partai
Demokrat). Alasannya, mereka khawatir dan tidak ingin berurusan dengan KPK
terkait dengan penjaringan dana konvensi.
Kebimbangan publik terhadap
kredibilitas konvensi harus dijawab dengan sikap dan langkah yang tepat, jelas,
dan tegas. Pertama, kalau Partai Demokrat berani menyelenggarakan konvensi
sekadar alat politik kepentingan subyektif, pertaruhannya amat mahal. Partai
Demokrat akan melikuidasi dirinya sendiri. Kedua, anggota Komite Konvensi harus
terdiri dari tokoh-tokoh publik yang mempunyai integritas dan keterampilan
melakukan seleksi sehingga dapat menggaransi konvensi bukan memenuhi agenda
kepentingan Partai Demokrat semata.
Ketiga, kalau survei dilakukan
sebagai langkah awal penjaringan, publik harus mendapatkan akses mengaudit data
mentah dari survei tersebut. Kelima, aturan konvensi harus benar-benar
berprinsip demokratis dan meritokratik.
Dengan memenuhi beberapa
persyaratan di atas, Partai Demokrat merayakan pertobatan politik dengan
memberikan manfaat sangat besar bagi masyarakat. Konvensi juga diharapkan
menjadi terobosan politik yang dapat mencairkan kebekuan perekrutan politik
dewasa ini karena sarat dengan kolusi dan nepotisme. Ini terutama
mempersembahkan putra-putri terbaik berkesempatan menjadi pemimpin bangsa dan
negara.
Kredibilitas penyelenggaraan
konvensi diharapkan dapat memunculkan tokoh-tokoh yang selama ini masih
"bersembunyi", seperti Anies Baswedan, Sri Mulyani, Dino Patti
Djalal, dan tokoh-tokoh sekelas lainnya. Dengan demikian Pilpes 2014, Joko
Widodo, (Jokowi) yang sementara ini elektabilitasnya sebagai kandidat presiden
tidak terbendung, akan mendapatkan lawan tanding yang integritas, kapabilitas,
dan elektabilitasnya teruji.
Sumber: Kompas, 13 Agustus
2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!