Jurnalis Amerika
Serikat Allan Nairn angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan off
the record dengan mantan Panglima Kostrad Letnan Jenderal (Purn) Prabowo
Subianto pada tahun 2001 silam.
Menurut Allan, apa
yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Akan tetapi, ia
beralasan, hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa
Indonesia yang telah dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang
kini maju sebagai calon presiden.
“Kalau ada sejarah
jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil, membunuh orang
sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan terburuk.
Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akses terhadap informasi
yang saya punya ini,” ujar Allan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa
(1/7/2014) malam.
Menurut Allan,
pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukannya tidak seberapa besarnya
jika dibandingkan dengan dampak yang akan diterima masyarakat Indonesia jika
Prabowo terpilih sebagai presiden.
Dalam wawancara
dengannya, kata Allan, Prabowo menjabarkan bahwa ia adalah seorang jenderal
yang tidak percaya pada sistem demokrasi.
“Dia bahkan
mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak kanibalisme dan kerumunan yang rusuh
sehingga masih belum siap untuk demokrasi. Prabowo ingin rezim ototiter yang
jinak,” kata Allan.
Prabowo, sebut
Allan, juga menghalalkan darah sipil yang dibunuh militer. Hal ini mengacu pada
kasus pembunuhan massal Santa Cruz. Dalam tulisan yang diunggah dalam blog
pribadi Allan, Prabowo disebutkan juga menyandingkan dirinya dengan pemimpin
otoriter seperti Pervez Musharraf di Pakistan.
Allan mengakui
masih banyak jenderal lainnya yang juga berkasus seperti Prabowo. Di kubu
Jokowi, kata Allan, ada dua jenderal, yaitu Hendropriyono dan Wiranto, yang
disebutnya juga terlibat pelanggaran HAM berat.
“Keduanya juga
jahat, membunuh orang sipil. Tapi pilihannya, Jokowi didukung oleh
jenderal-jenderal yang bunuh sipil. Sementara Prabowo adalah jenderal yang
bunuh orang sipil,” kata Allan.
“Jadi yang saya
lakukan ini memang pelanggaran serius dalam praktik jurnalistisk. Tapi ini
pengecualian. Saya memiliki informasi ini dan saya rasa masyarakat Indonesia
berhak untuk tahu,” kata Allan.
Allan adalah
seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus pelanggaran
HAM di berbagai belahan dunia, seperti di Guatemela, Haiti, dan Timor Leste. Ia
pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto atas laporan-laporannya.
Pada bulan Juni dan
Juli 2001, Allan menginvestigasi kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan
oleh militer Indonesia. Investigasinya itulah yang kemudian mempertemukan Allan
dengan Prabowo yang sudah diberhentikan dari dunia kemiliteran.
Dalam wawancara
itu, Allan mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik kasus per
kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Orde Baru. Namun, ia justru bercerita
panjang lebar kepada Allan tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer.
Sumber: Kompas.com, 2 Juli 2014
Ket foto: Jurnalis Allan Nairn
Ket foto: Jurnalis Allan Nairn
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!