Dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi disebutkan, tindakan aborsi dapat dilakukan atas dasar kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Namun tindakan aborsi akibat perkosaan ini hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Aturan ini memang menimbulkan berbagai perdebatan. Apalagi dalam ajaran agama, dikatakan bahwa sejak dari pembuahan sebetulnya sudah dianggap manusia. Ajaran inilah yang dipegang oleh Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi.
"Sebagai orang katolik, saya tidak akan melakukan aborsi seumur hidup, dalam kondisi apapun," kata Nafsiah Mboi di kantor Menkes di Jakarta, Selasa (19/8).
Namun sebagai seorang dokter dan menteri kesehatan, kata Nafsiah Mboi, dia berkewajiban menyampaikan informasi terkait PP tersebut.
"Soal dosa atau tidak, itu urusan dia dengan Tuhan. Saya tidak bisa menentukan apakah dia dosa atau tidak karena saya bukan Tuhan. Karena itu, dia harus ada pendampingan dari Pastor untuk bisa melakukan eksta konseling. Karena intervensi itu sendiri sangat menggoncangkan jiwanya, makanya dia membutuhkan pendampingan yang luar biasa," ujar Nafsiah Mboi.
Ia melanjutkan, "Sebagai Menkes, saya katakan bahwa ini ada aturan negara. Kesempatan ini boleh (digunakan) karena negara menghormati hak asasi wanita. Supaya dia (korban perkosaan) tidak dikorbankan dua kali," tambahnya.
Aturan ini memang menimbulkan berbagai perdebatan. Apalagi dalam ajaran agama, dikatakan bahwa sejak dari pembuahan sebetulnya sudah dianggap manusia. Ajaran inilah yang dipegang oleh Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi.
"Sebagai orang katolik, saya tidak akan melakukan aborsi seumur hidup, dalam kondisi apapun," kata Nafsiah Mboi di kantor Menkes di Jakarta, Selasa (19/8).
Namun sebagai seorang dokter dan menteri kesehatan, kata Nafsiah Mboi, dia berkewajiban menyampaikan informasi terkait PP tersebut.
"Soal dosa atau tidak, itu urusan dia dengan Tuhan. Saya tidak bisa menentukan apakah dia dosa atau tidak karena saya bukan Tuhan. Karena itu, dia harus ada pendampingan dari Pastor untuk bisa melakukan eksta konseling. Karena intervensi itu sendiri sangat menggoncangkan jiwanya, makanya dia membutuhkan pendampingan yang luar biasa," ujar Nafsiah Mboi.
Ia melanjutkan, "Sebagai Menkes, saya katakan bahwa ini ada aturan negara. Kesempatan ini boleh (digunakan) karena negara menghormati hak asasi wanita. Supaya dia (korban perkosaan) tidak dikorbankan dua kali," tambahnya.
Sumber: beritasatu.com, 19 Agustus 2014.
Ket foto: Menkes Nafsiah Mboy
Ket foto: Menkes Nafsiah Mboy
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!