Oleh Refly
Harun
Pengamat Hukum
Tata Negara & Pemilu
THE game is
over, perlombaan sudah usai. Saya ingin memulai dengan kalimat tersebut dalam
memaknai putusan Mahkamah Konstitusi yang mentahbiskan kemenangan pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla dengan menolak gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam
persidangan yang digelar di MK, Kamis (21/8).
Kita semua
berharap segala prahara yang ditimbulkan dalam prosesi Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 dapat segera diakhiri. Pihak yang menang
jangan terlalu jemawa dan semoga mau merangkul yang kalah untuk membangun
republik ini. Sementara di pihak lain, mereka yang kalah mudah-mudahan mampu
menerima dengan kejernihan yang sejernih-jernihnya.
Tiga parameter
Praktis tidak
ada kejutan berarti dalam putusan MK kali ini. Dengan tiga parameter yang
tersaji, kita sesungguhnya dapat menentukan arah putusan jauh-jauh hari
sebelumnya. Pertama, melalui isi permohonan yang sebenarnya sangat tidak meyakinkan.
Kedua, melalui sajian bukti yang terhampar selama delapan kali sidang yang
tidak menguatkan. Ketiga, melalui yurisprudensi lembaga pengawal konstitusi
tersebut yang sudah mengajarkan kita.
Dengan ketiga
parameter tersebut, dalam banyak kesempatan, saya selalu mengatakan bahwa 99
persen permohonan ditolak, Angka 1 persen masih disisakan karena masih
mengkhawatirkan subyektivitas hakim konstitusi yang berlebihan. Ternyata,
hakim-hakim MK kali ini telah secara tepat memutuskan perkara ini. Saya berharap
jejak-jejak Akil Mochtar benar-benar sudah habis di lembaga yang awalnya sangat
kita agungkan tersebut.
Secara garis
besar, dalil-dalil permohonan yang diajukan kubu Prabowo-Hatta dinyatakan tidak
terbukti. Mengenai dalil bahwa pasangan calon nomor urut 1 tersebut unggul
dengan 50,26 persen, tidak ada satu saksi pun yang menguatkan klaim kemenangan
tersebut.
Elaborasi atas
klaim itu sendiri juga sangat tidak meyakinkan. Sebab, mereka tidak mampu
membuktikan penambahan suara Prabowo-Hatta hampir 5 juta suara dan pengurangan
suara Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hampir 4 juta suara dari yang telah
ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli lalu.
Dalam
putusannya, MK telah menjawab dan mengonfirmasi beberapa hal. Yang paling utama
adalah soal daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb). Masalah DPKTb ini menjadi
argumen utama yang mengonsumsi mayoritas proses pembuktian di MK.
Dengan titik
masuk soal DPKTb, kubu Prabowo-Hatta mendalilkan telah terjadi kecurangan yang
terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh penyelenggara
pemilu. Ahli yang diajukan Prabowo-Hatta, seperti Margarito Kamis dan Said
Salahudin, menyatakan bahwa DPKTb cacat hukum karena tidak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden (UU Pilpres) yang menjadi landasan hukum utama pelaksanaan Pilpres
2014. Putusan MK tanggal 6 Juli 2009 yang membolehkan penggunaan KTP dan paspor
serta identitas kependudukan lainnya bagi mereka yang belum terdaftar dalam
daftar pemilih tetap (DPT) dinilai tidak berlaku lagi karena merupakan respons
situasional Pilpres 2009.
Argumen-argumen
tersebut rontok di tangan sembilan hakim konstitusi. Soal DPKTb, MK menyatakan
bahwa DPKTb tidak cacat hukum. Peraturan KPU yang mengatur tentang DPKTb sah
karena tidak dicabut oleh KPU dan tidak dibatalkan oleh pengadilan melalui
mekanisme judicial review di Mahkamah Agung.
Kendati materi
DPKTb seharusnya diatur dengan undang-undang, tetapi karena UU Pilpres 2009
tidak berubah, tindakan KPU mengatur DPKTb justru secara materiil bermaksud
melindungi hak konstitusional warga negara. Hal ini tentu saja tidak
bertentangan dengan konstitusi dan putusan MK tanggal 6 Juli 2009 yang menjadi
dasar dibolehkannya unregistered voters untuk memilih. Tidak terbukti pula
bahwa DPKTb digunakan untuk memobilisasi pemilih demi memenangkan salah satu
pasangan calon.
Mengenai
pembukaan kotak suara sebelum ketetapan MK tanggal 8 Agustus, yang juga banyak
dipersoalkan, MK tidak memberikan penilaian apakah hal itu melanggar kode etik
atau tidak karena bukan ranah MK untuk menilainya. Namun, MK menggarisbawahi
tidak ada bukti bahwa dengan tindakan tersebut rekapitulasi suara atau data
dalam kotak suara itu berubah.
Hal penting
lainnya soal pemilihan di Papua, MK meneguhkan kembali sistem noken dan ikat.
Namun, dengan catatan agar pada masa depan harus diadministrasikan secara baik
dari tingkat awal (mulai dari TPS) sebagai alat kontrol untuk menjaga kemurnian
suara.
MK mengakui
ada beberapa pelanggaran dalam proses pemilihan presiden di Papua, tetapi tidak
terjadi di banyak tempat, sebagaimana didalilkan pemohon. Lagi pula, andai
pemungutan suara diulang akibat pelanggaran tersebut, kemenangan Jokowi-JK
tidak akan tergoyahkan.
Dalil-dalil
lain pemohon, seperti pengabaian daftar penduduk potensial pemilihan dalam
pemilu (DP4) dan tidak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu/Panwaslu, juga tidak
terbukti.
Merekat
kembali keterpecahan
Putusan sudah
dijatuhkan. Tentu tidak semua pihak akan puas dengan putusan tersebut. Namun,
secara substantif, saya menilai putusan MK kali ini sudah sebagaimana yang saya
pikirkan sejak awal berdasarkan penyimakan terhadap putusan-putusan MK selama
ini. Adalah kewajiban kita sebagai warga negara untuk menaati putusan tersebut.
Upaya-upaya
yang sudah dan akan dilakukan Prabowo-Hatta untuk mempersoalkan terus hasil
pilpres di segenap lini mudah-mudahan dihentikan sebab langkah-langkah itu
sesungguhnya tidak akan berpengaruh lagi terhadap hasil pilpres. Tanggal 20
Oktober nanti akan hadir presiden ketujuh kita dalam diri Joko Widodo dan
wakilnya, M Jusuf Kalla.
Akhirnya,
mudah-mudahan kita bisa belajar dari kebesaran hati John McCain ketika kalah
dalam pertarungan dengan Barack Obama dalam pemilihan presiden AS tahun 2008.
Kata John McCain, ”My friends, we have come to the end of a long journey. The
American people have spoken and they have spoken clearly. A little while ago, I
had the honor of calling Senator Barack Obama to congratulate him on being
elected the next president of the country that we both love. I will do all in
my power to help him lead us through the many challenges we face. I urge all
Americans who supported me to join not only in congratulating him but offering
our next president our goodwill and honest effort to find the necessary
compromises to bridge our differences.”
Menjembatani
perbedaan untuk mengatasi segala tantangan bagi negara yang kita cintai ini mudah-mudahan
menjadi panasea untuk merekatkan kembali keterpecahan hanya karena kompetisi
Pilpres 2004. Selamat Jokowi-JK, selamat pula kepada Prabowo-Hatta.
Sumber:
Kompas, 22 Agustus 2014
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!