KALAU dihitung sejak Penentuan Pendapat Rakyat
1969, Papua sudah 45 tahun bergabung dengan Indonesia. Sejak itu pula konflik
berdarah terus membekap Bumi Cendrawasih.
Tokoh Papua
sekaligus Menteri Luar Negeri Federasi Papua Barat Jacob Rumbiak menegaskan
kesabaran rakyat Papua ada batasnya. "Kami terlalu yakin dalam waktu tidak
lama akan ada perlawanan bersenjata besar-besaran oleh rakyat Papua,"
katanya saat dihubunginya melalui telepon selulernya kemarin sore.
Berikut penuturan
Jacob Rumbiak kepada Faisal Assegaf dari merdeka.com.
Tadi Anda bilang
OPM bisa melawan kalau darurat militer ditetapkan. Siapa melaih dan memasok
senjata bagi OPM?
Yang jelas bukan
saja OPM tapi juga rakyat Papua sudah siap melawan. Rakyat sudah siap
bertindak. Kekuatan OPM tidak seberapa, tapi rakyat dan mahasiswa sudah berada
di garis depan bukan di hutan lagi. Sekarang mahasiswa asal Papua di Jakarta,
Yogya, Bandung, Surabaya, dan kota-kota lain sudah menuntut kemerdekaan.
Jadi kapan OPM
bakal menyatakan perang terhadap Indonesia?
Saya tidak tahu itu
kapan, tapi saya terlalu yakin perlawanan dalam skala besar pasti datang,
ditambah lagi pendekatan militer dilakukan Indonesia bertambah besar.
Perlawanan rakyat
waktunya tidak bisa saya tentukan, tapi kekuatan diplomatik, politik, intelijen
dan militer sudah terbangun rapih. Kami berpikir penyelesaian secara damai itu
penyelesaian sangat bermartabat.
Menggunakan cara
militer merupakan cara terakhir. Kami terlalu yakin dalam waktu tidak lama akan
ada perlawanan bersenjata besar-besaran oleh rakyat Papua.
Tapi Anda setuju
kalau tidak ada perlawanan bersenjata besar-besaran tidak bakal dapat perhatian
masyarakat internasional?
Ini kan masih
melihat situasi. Rakyat sipil Papua sangat besar jumlahnya, ini butuh
pertimbangan. Jadi jangan ada pengorbanan besar dari mereka. Itu juga jadi
perhitungan pribadi buat rakyat Papua merdeka untuk tidak melakukan kejahatan
dalam melakukan revolusi.
Tapi Anda sudah
melihat pemerintah berencana melakukan pendekatan militer. Kenapa OPM masih
berdiam diri?
Sabar dan terus
menggunakan cara-cara damai sedang kami dorong. Kami melihat isu global sangat
alergi dengan perang. Kami harus hati-hati karena teroris hampir mirip dengan
isu global. Kami harus hati-hati menghadapi pendekatan militer. Kami tidak mau
dicap teroris.
Artinya OPM belum
siap berperang dengan Indonesia?
Kami melihat ada
batas kesabaran juga sehingga kita berusaha melakukan pendekatan lagi. Saya
berharap awal tahun depan ada komite khusus diatur dari luar ke dalam. Kami
sudah melakukan pendekatan secara khusus, mendesak pihak luar menjadi pendengar
sebelum kami bertindak.
Kapan batas
waktunya diberikan karena korban sipil terus berjatuhan?
Yakinlah, sabar
adalah subur dan sehat. Masih ada waktu buat kami terus melakukan pendekatan
bermartabat dan waktu kami terbatas.
Jadi OPM belum siap
berperang dengan Indonesia?
Sebenarnya sudah
siap, tapi kami tidak tahu waktunya, mungkin tahun depan. Yang jelas pihak
Papua sudah siap sekali. Kami masih terus melakukan pendekatan sangat
bermartabat, kami coba dulu.
Seberapa siap? Atau
ini cuma sesumbar doang buat menjaga semangat untuk merdeka?
Kami sudah sangat
siap dari sisi militer. Persiapan kami sudah cukup bisa hadapi militer
Indonesia, tapi kami lihat itu bukan sebuah solusi cepat. Saya harap pihak
Indonesia sudah bisa melihat kaki Papua suah siap kapan saja.
Bisa jelaskan
kesiapannya dengan persenjataan lengkap militer?
Kami sedang dalam
semangat dan momentum tepat. Kami ini mengalami kebijakan salah. Sekarang
masyarakat internasional merasa bersalah memasukkan Papua ke tempat salah.
Jadi momentum
perlawanan bersenjata besar-besaran perlu menunggu hingga 2019, bertepatan
dengan setengah abad Papua bergabung dengan Indonesia sejak pepera 1969?
Saya pikir itu
terlalu lama,
Kapan perlawanannya
jika itu terlalu lama?
Kekuatan lain itu
(militer) siap tapi tidak mungkin saya katakan soal itu. Kami melakukan
persiapan bersenjata. Kami telah memutuskan harus menyeselaikan konflik politik
di Jakarta dengan internasional secara damai.
Keputusan
penyelesaian Papua ada di tangan para pemimpin. Saya tidak bisa mendahului
keputusan para pemimpin tinggi buat menyelesaikan konflik Papua secara damai.
Walau menderita, ada kucuran darah dan air mata, penderitaan terlalu hebat,
kami ahrus menunjukkan kami tetap berkomitmen menyelesaikan permasalahan ini
dengan cara damai.
Kalau nanti dengan
cara cara damai tidak bisa nanti, baru kami menggunakan cara militer. Sekarang
kami masih mencoba untuk beberapa tahun ke depan.
Jadi tenggat
penyelesaian damai hingga 2019?
Bisa terlalu lama,
mungkin juga bisa terlalu cepat. Harusnya lebih cepat lebih baik, bisa saja
tahun depan atau 2019. Kami belum bisa pastikan. Tapi kami ingin kalau merdeka
nanti kami tidak ingin rakyat Papua mencap Indonesia sebagai negara penjajah.
Sumber: Merdeka.com, 12 Desember 2014
Ket foto: Jacob Rumbiak
Sumber foto: wakaphotos.com

0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!