Komisi Keadilan
dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia mengeluarkan pernyatan sikap merespon
situasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang kurang kondusif belakangan.
PERNYATAAN sikap
bertajuk “Merawat Kehinekaan, Menyelamatkan NKRI” diteken Sekretaris Eksekutif
Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI Pastor PC Siswantoko diterima di Jakarta, Sabtu,
13/5.
Menurut KKP
KWI, akhir-akhir ini kehidupan berbangsa kita sedang terkoyak dengan munculnya
isu-isu radikalisme, sektarianisme dan kepentingan politik jangka pendek.
Masyarakat yang masih belajar hidup berdemokrasi dengan mudah digiring masuk
dalam sekat-sekat agama, etnis, dan aliran politik yang berbeda-beda. Relasi
sosial terpecah, kebersamaan sebagai sesama warga bangsa renggang, gelombang
demonstrasi dan gejolak sosial datang silih berganti.
Belakangan
energi bangsa ini terkuras habis untuk menyatukan dan menguatkan semangat
keindonesiaan yang dari hari ke hari kian pudar. Berbagai kekhawatiran akan
masa depan Pancasila, kebinekaan dan NKRI kian membesar dan kegelisahan massal
terasa di seantero negeri ini.
Dengan
memperhatikan situasi yang amat memprihatinkan tersebut, maka Komisi Keadilan
dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KKP KWI) menyatakan sikap
sebagai berikut. Pertama, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menengok
sejarah dan belajar hidup berbangsa dengan para pendiri bangsa ini. Bangsa
Indonesia diperjuangkan dan didirikan oleh tetesan darah dan pengorbanan jiwa
para pahlawan dari berbagai agama, suku dan bahasa.
Mereka
menanggalkan berbagai perbedaan, apalagi egoisme kelompok demi membela dan
merebut bumi pertiwi dari tangan para penjajah. Mereka tetap hidup sesuai
dengan agama, suku dan bahasanya tetapi mereka juga menghargai dan menghormati
agama, suku dan bahasa lain yang ada diluar mereka. Bangsa ini didirikan tidak
untuk satu agama dan suku tertentu maka sudah selayaknya semua warga negara
mempunyai hak dan kewajiban yang sama di negeri ini.
Kedua, mengutuk
segala bentuk politisasi agama. Dinamika politik yang terjadi cenderung
menggunakan agama sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik jangka pendek.
Keagungan agama sebagai sumber kedamaian dan ketentraman, inspirasi dan
pencerahan dalam hidup telah tereduksi sebagai pengumpul suara dan legitimasi
kekuasaan.
Bahkan dengan
kian menguatnya politik identotas, agama telah menjadi pemisah dalam
masyarakat. Politisasi agama telah merusak agama sebagai ranah yang suci, baik,
adil dan damai. Agama harusnya dapat memurnikan dunia politik dan tidak
sebaliknya justru membuat politik tampak kotor dan kurang beradab.
Ketiga, mendesak
kepada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap semua pihak yang ditengarai
akan merongrong Pancasila, kebinekaan, UUD 1945 dan memecah belah masyarakat
dengan berbagai isu. Pemerintah tidak boleh takut, apalagi kalah dengan
kelompok-kelompok yang membawa ideologi, ajaran, dan doktrin yang bertujuan
untuk menghancurkan bangsa ini.
Kelompok ini
dari waktu ke waktu kian berani tampil dan menggunakan ruang publik untuk
menunjukkan identitas dan menyebarkan ideologi mereka. Pemerintah harus tegas,
independen dan berani pasang badan untuk menghalau kekuatan-kekuatan tersebut
yang telah mulai masuk ke berbagai lapisan masyarakat.
Keempat, berharap
kepada para penegak hukum agar mereka benar-benar menjaga independensi dan
tidak terpengaruh dengan berbagai tekanan dalam memberikan rasa keadilan kepada
masyarakat. Keadilan bukan buah tekanan apalagi pesanan tetapi merupakan hak
bagi semua warga negara, oleh karena itu para penegak hukum seperti polisi,
hakim dan jaksa harus benar-benar berdiri di atas semua agama, suku, dan
golongan.
Penegak hukum
yang tidak tahan tekanan hanya akan melahirkan ketidakadilan dan ketidakadilan
akan melahirkan penderitaan bagi masyarakat dan tidak stabilnya kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Ket foto: Sekretaris Eksekutif
Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI Pastor PC Siswantoko
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!