Headlines News :
Home » » Pilkada NTT: Perempuannya, mana?

Pilkada NTT: Perempuannya, mana?

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, February 28, 2008 | 11:23 AM

DEMOKRASI langsung di NTT sebentar lagi akan dipentaskan untuk yang kedua kalinya pada pemilihan umum kepala daerah tingkat I NTT periode 2008–2013, setelah pementasan perdana pada pemilihan umum anggota legislatif beberapa waktu yang lalu. Menjelang puncak pementasan 'drama' politik tersebut, para aktor politik –baik kawakan maupun gadungan– telah dan sedang melakonkan adegan-adegan menarik penuh sensasi.

Bila kita cermati dari sekian adegan yang telah dilakoni oleh para balon tersebut hampir pasti bahwa kader-kader perempuan NTT yang sudah sekian lama diberdayakan belum mampu menampilkan diri. Mereka terkesan masih tersembunyi di balik upaya kesetaraan jender. Bila kesan itu salah, lalu, di manakah mereka?

Perempuan dan politik

Runtuhnya rezim orde baru dilihat sebagai akhir dari episode prisonisasi (proses pemenjaraan). Semua masyarakat Indonesia baru bernapas lega setelah selama puluhan tahun dipenjarakan dalam ruang demokrasi yang sangat sempit, sesak, sumpek. Seluruh organ tubuh terasa bebas.

Dalam kehidupan sosial politik, ruang kebebasan diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Perempuan yang menurut pengakuan mereka sendiri sebagai orang yang paling 'malang' selama orde baru khususnya dalam hal politik, kini mendapat jatahnya. Rupanya, kesempatan itu tidak dibiarkan pergi begitu saja, perempuan sekarang sudah beramai-ramai terjun ke dunia politik.

Negara dalam konteks ini tidak tinggal diam. Negara merespon secara positif atas animo perempuan terjun ke dunia politik dengan melahirkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu (sebentar lagi akan direvisi). Dalam pasal 65 UU itu dijelaskan tentang kuota 30 % keterwakilan pencalonan perempuan.

Logika politik yang sering dipahami secara salah selama ini bahwa politik adalah jembatan yang dilalui oleh siapa saja untuk menggapai vested interest-nya. Salah satunya adalah kekuasaan yang cenderung otoritarian dan individualistik. Kalau pendapat ini yang mendorong kaum perempuan ramai-ramai berpolitik, maka sebaiknya diwaspadai.

Satu hal yang pasti terjadi bahwa politik balas dendam akan terjadi. Perempuan akan bersatu merombak sistem politik patriarki selama ini. Tetapi, saya yakin ini bukan satu ancaman yang sangat luar biasa, mengingat episiode 'sinetron politik' masa lalu masih menjadi 'trauma' bagi kaum perempuan. Selama perempuan mengedepankan feeling (perasaan), mereka akan menjadi korban 'politik rayuan' lagi dari kaum laki-laki yang selalu mengedepankan logika yang kritis, cepat dan cermat dalam setiap geraknya.


Siti Musdah Mulia dan Anik Farida (2005) berpendapat bahwa dunia politik identik dengan dunia kepemimpinan. Hal ini dapat dimengerti bahwa politik tidak serta merta dipahami sebagai jembatan untuk menggapai vested interest dari para politisi seperti kekuasaan, tetapi lebih merupakan media yang di dalamnya terselenggara proses pengkaderan, dan karena hasil kaderisasi itu politik menjembatani kadernya untuk menjadi pelayan bagi banyak orang atau yang sering dikenal dengan pemimpin.

Dengan demikian, kalau perempuan terdorong karena konsep ini, maka mereka sebaiknya tidak menjalankan politik burung unta (tidak mau mengalami kesulitan). Perempuan harus berjuang sungguh-sungguh dan memahami segala apa yang terjadi dalam rumah politik mereka sebagai bagian dari proses kaderisasi untuk mejadi pemimpin. Masalahnya, sudahkah perempuan memahami hal tersebut? Kalau belum, mari kita berpikir ulang.

Perempuan dan pemimpin

Andrias Harefa (2000) pernah menulis bahwa semua orang yang dilahirkan sebagai manusia normal berpotensi untuk menjadi pemimpin. Itu artinya bahwa siapa saja 'perempuan atau laki-laki, orang kaya atau miskin, kurus atau gemuk, berbadan hitam atau putih, dan lain-lain' bisa menjadi pemimpin. Kita semua diberi kesempatan atau peluang yang porsinya sama untuk menjadi pemimpin.

Namun yang menjadi kendala adalah soal bagaimana kelihaian, kejelian, kepiawaian, kemampuan kita untuk menangkap peluang tersebut. Orang yang cepat membaca signal temporer (tanda-tanda zaman) dan mengerti maksud peluang tersebut akan cepat pula mendapatkan peluang itu dan akhirnya menjadi pemimpin. Tetapi orang yang loyo, lambat, tidak pede (percaya diri), malas, tidak akan mendapat peluang itu dan yang terjadi adalah menjadi budak kehidupan kalau mungkin enggan menyebut budak dari pemimpinnya.

Berbalik pada realitas yang sesungguhnya bahwa yang lebih dominan menduduki kursi kepemimpinan adalah laki-laki, baik pada level internasional, nasional, maupun pada tingkat lokal.

Berhadapan dengan kenyataan seperti ini, perempuan kerap mempersalahkan laki-laki. Laki-laki dipandang sebagai orang yang selalu bertindak diskriminatif terhadap perempuan. Laki-laki sering kali berperilaku tidak adil. Laki-laki selalu mementingkan diri sendiri dan mengabaikan perempuan dan lain-lain sebagainya. Padahal, bila diamati secara teliti perempuan sendiri yang membangun kultur berpikir seperti itu atau seperti seperti yang diungkapkan oleh Siti musdah Mulia dan Anik Farida (2005) bahwa kekuasaan –sebagai salah satu dari tiga unsur dalam merajut kepemimpinan (kekuasaan, kompetensi diri, dan agresi kreatif)– selalu identik dengan maskulinitas. Selain itu perempuan secara terus menerus mengkultuskan konsep-konsep klasik (tempo doeloe) tentang diri mereka sendiri dan laki-laki, seperti apa yang pernah disampaikan oleh Nancy Van Vuuren (1983) bahwa wanita dibesarkan dengan ajaran untuk memandang pria sebagai tokoh yang lebih berkuasa; sebagai orang yang bisa berbuat apa saja; sebagai orang yang bisa berbuat lebih baik dari pada wanita; sebagai orang yang lebih cerdas; sebagai orang yang lebih terampil daripada wanita.

Takut berkompetisi

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT 2008–2013 pada bulan-bulan mendatang seharusnya dilihat sebagai the best chance bagi perempuan NTT untuk menunjukkan identitas mereka sebagai perempuan NTT yang bisa menjalankan akselerasi pembangunan yang pada gilirannya bisa membawa NTT ke arah yang lebih baik. Momen ini juga seharusnya dipandang sebagai kesempatan yang selama ini dinantikan untuk menepis segala anggapan yang memojokkan kaum perempuan dan juga untuk membangun kultur berpikir yang baru tentang perempuan itu sendiri bahwa mereka sama dengan laki-laki. Perempuan memiliki kemampuan yang tidak kalah jauh dengan laki-laki dalam memimpin, memecahkan konflik, membangun, dan lain-lain sebagainya. Namun, pertanyaan kita adalah mengapa nama-nama perempuan NTT belum 'mampir' dalam media masa sebagai bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT?
Ketika pertanyaan ini diajukan kepada teman-teman saya, mereka dengan simple menjawab bahwa 'tidak ada kader perempuan yang bisa dan siap menjadi pemimpin NTT." Bagi saya, ini bukan jawabannya. Karena, ketika kita berpaling sedikit wajah kita pada realitas terkini, kita akan menemukan bahwa dari sekian ribu perempuan di NTT banyak yang hisa menjadi pemimpin.

Karena itu menurut saya, ketidakterlibatan kaum perempuan NTT dalam ajang the true leader selection pada pilkada tahun ini bisa dilihat sebagai ketakutan untuk berkompetisi. Mereka takut untuk menyaingi kaum laki-laki. Trauma masa lalu masih menghantui kehidupan berpolitik mereka. Dan karena trauma itu, saya yakin saat ini mereka pasti sedang bersembunyi di balik upaya pemberdayaan perempuan dan upaya kesetaraan gender.

Kalau betul trauma, sebaiknya, untuk mengakhirinya, perempuan harus memulai untuk merombak seluruh sistem kehidupan patriarki. Saat yang tepat adalah pada pemilihan umum kepala daerah Nusa Tenggara Timur periode 2008–2013. Tangkap peluang ini! Karena bila peluang ini dibiarkan pergi begitu saja, perempuan akan kembali mundur satu langkah dan laki-laki melangkah dua kali lebih cepat dari sebelumnya.

Yery Seleman
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
STKIP St. Paulus Ruteng-Flores
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger