Sebelas dari 21 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur ditetapkan sebagai pusat pengembangan sapi setelah provinsi itu mendeklarasikan diri sebagai provinsi ternak. Dalam kaitan itu, Pemerintah Provinsi NTT mengeluarkan sejumlah kebijakan strategis untuk pengembangan ternak sapi.
Kepala Dinas Peternakan NTT Martinus Djawa di Kupang, Minggu (6/9), mengatakan, 11 kabupaten yang bakal menjadi pusat pengembangan sapi adalah Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Nagekeo, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Manggarai, dan Manggarai Timur.
”Penetapan itu berdasarkan potensi sapi, luas lahan penggembalaan, dan ketersediaan pakan. Kabupaten lain juga tetap mengembangkan sapi agar suatu ketika masuk kategori kabupaten penghasil sapi,” kata Martinus.
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, tuturnya, memprioritaskan dana khusus pengembangan sapi. Hal lain adalah memperbanyak dokter hewan, vaksin ternak, dan pos kesehatan hewan.
Pemprov NTT, menurut Martinus, melalui APBD 2009 mengalokasikan dana Rp 6 miliar, disalurkan melalui koperasi ternak khusus sapi sesuai dengan prosedur. Peternak yang memiliki komitmen terhadap pengembangan dan budidaya ternak akan diberi pinjaman dana.
Pemerintah, ujar Martinus, melarang pemotongan ternak sapi betina. ”Sapi betina dijaga dan dirawat untuk melahirkan sebanyak mungkin. Seekor sapi betina dapat dipotong setelah melahirkan lebih dari 10 anak,” ujarnya.
Tidak teratur
Untuk menunjang peternakan sapi di 11 daerah tingkat dua itu, petugas di setiap pos kesehatan hewan (poskeswan) akan ditugaskan untuk terus mengawal dan mengontrol jenis ternak warga. ”Saat ini, setiap kecamatan memiliki satu poskeswan. Ke depan akan ditambah menjadi 2-3 poskeswan, terutama di kecamatan yang padat ternak dan padang penggembalaannya luas,” tutur Martinus.
Dokter hewan, katanya, saat ini hanya 85 orang. Mereka melayani 285 kecamatan di NTT. ”Idealnya, 1 kecamatan 1 dokter hewan. Dengan perhitungan yang demikian, berarti NTT masih kekurangan 200 dokter hewan,” kata Martinus. (KOR)
Kepala Dinas Peternakan NTT Martinus Djawa di Kupang, Minggu (6/9), mengatakan, 11 kabupaten yang bakal menjadi pusat pengembangan sapi adalah Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Nagekeo, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Manggarai, dan Manggarai Timur.
”Penetapan itu berdasarkan potensi sapi, luas lahan penggembalaan, dan ketersediaan pakan. Kabupaten lain juga tetap mengembangkan sapi agar suatu ketika masuk kategori kabupaten penghasil sapi,” kata Martinus.
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, tuturnya, memprioritaskan dana khusus pengembangan sapi. Hal lain adalah memperbanyak dokter hewan, vaksin ternak, dan pos kesehatan hewan.
Pemprov NTT, menurut Martinus, melalui APBD 2009 mengalokasikan dana Rp 6 miliar, disalurkan melalui koperasi ternak khusus sapi sesuai dengan prosedur. Peternak yang memiliki komitmen terhadap pengembangan dan budidaya ternak akan diberi pinjaman dana.
Pemerintah, ujar Martinus, melarang pemotongan ternak sapi betina. ”Sapi betina dijaga dan dirawat untuk melahirkan sebanyak mungkin. Seekor sapi betina dapat dipotong setelah melahirkan lebih dari 10 anak,” ujarnya.
Tidak teratur
Untuk menunjang peternakan sapi di 11 daerah tingkat dua itu, petugas di setiap pos kesehatan hewan (poskeswan) akan ditugaskan untuk terus mengawal dan mengontrol jenis ternak warga. ”Saat ini, setiap kecamatan memiliki satu poskeswan. Ke depan akan ditambah menjadi 2-3 poskeswan, terutama di kecamatan yang padat ternak dan padang penggembalaannya luas,” tutur Martinus.
Dokter hewan, katanya, saat ini hanya 85 orang. Mereka melayani 285 kecamatan di NTT. ”Idealnya, 1 kecamatan 1 dokter hewan. Dengan perhitungan yang demikian, berarti NTT masih kekurangan 200 dokter hewan,” kata Martinus. (KOR)
Sumber: Kompas, 7 September 2009
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!