Oleh P. Yohanes Kopong Tuan
Peminat masalah sosial, tinggal di Samarinda
Daratan Flores Timur dan Lembata (sebelum menjadi kabupaten sendiri) oleh dunia dipandang sebagai salah satu Kota Religius Katolik di Indonesia.
Lebih dari itu, tradisi keimanan dan religiositas Katolik dalam bentuk prosesi Tua Ma dan Tua Ana pada tiap perayaan Jumad Agung menunjukkan kepada dunia bahwa Larantuka dan Lembata identik dengan Agama Katolik.
Penghormatan dan devosi yang sangat kuat terhadap Bunda Maria, menjadikan kota Larantuka dijuluki sebagai kota Reinha Rosari. Julukan tersebut hanya bisa memiliki makna sebagai kota religius jika didukung oleh tanggung jawab moral pemkab sebagai pihak yang menentukan kebijakan-kebijakan terhadap keberlangsungan hidup warga masyarakat Larantuka dan Lembata, termasuk kebijakan terhadap segala tindakan yang merusak moralitas dan agama masyarakat Larantuka dan Lembata.
Kontra produktif
Salah satu kebijakan yang kontra produktif dan meresahkan masyarakat adalah masuknya lokalisasi PSK (pekerja seks komersial) di Lembata, tepatnya di daerah Pa'da dan di Larantuka, tepatnya di daerah wisata Meting Doeng. Masuknya dunia pelacuran di kedua wilayah tersebut dengan jelas merusak citra religiositas Larantuka dan Lembata sebagai kota Reinha Rosari.
Di sisi lain, menunjukkan kepada mata dunia betapa rendahnya moralitas Pemkab Flotim dan Lembata karena tidak mampu menjaga citra Kota Reinha dari masuknya dunia pelacuran.
Kebijakan pemkab yang 'berselingkuh' dengan pihak pengelola PSK mengungkapkan bahwa pemkab setempat menjadi serigala yang memangsa budaya, adat istiadat dan masa depan Generasi Muda yang sejak zaman nenek moyang sangat menjunjung tinggi kesucian dan kemurnian masyarakatnya dari budaya pelacuran.
Hal ini menandakan bahwa ketergantung pemkab terhadap ekonomi politik kapitalis telah membutakan pemerintah di dalam menentukan kebijakan yang pada akhirnya merongrong dan membawa kehancuran bagi masyarakatnya sendiri termasuk simbol-simbol dan sistem nilai, baik budaya maupun agama yang menjadi identitas masyarakat setempat termasuk identitas religiositas.
Tanggung jawab moral
Apa pun alasan yang diberikan oleh siapa pun termasuk Pemkab Floltim dan Lembata bahwa masuknya lokalisasi PSK membawa perubahan ekonomi, dengan tegas ditolak dan digugat. Keberadaan lokalisasi PSK adalah tindakan dan kebijakan yang salah.
Hadirnya lokalisasi PSK di kedua kabupaten atas dasar legalitas kebijakan pemerintahan semakin menegaskan kepada masyarakat bahwa rusaknya moralitas keagamaan warganya tidak semata-semata karena merosotnya pendidikan nilai masyarakat, tetapi pada tempat pertama menunjukkan betapa rendahnya moralitas Pemkab Flotim dan Lembata yang tidak mampu mendukung dan memberikan pendidikan nilai moralitas keagamaan bagi warganya.
Dengan demikian, pemerintah setempat dengan sendirinya jatuh pada praktek pornografi dan praktek pelacuran melalui kebijakan yang dikeluarkan yang secara tidak langsung memihak para pemilik lokalisasi PSK. Motivasi dan tujuan utama apa di balik kebijakan Pemkab Flotim dan Lembata dengan mengizinkan dan membiarkan berkembangnya lokalisasi?
Kebijakan yang kontra produktif ini secara perlahan-lahan meracuni kota religius Reinha Rosari dengan sistem politik ekonomi neoliberalisme yang karena alasan ekonomi segala aktivitas yang mendatangan pemasukan bagi kabupaten setempat diizinkan berkembang.
Diharapkan agar Pemkab Flotim dan Lembata wajib dan segera mengoreksi kembali kebijakan yang telah dikeluarkan dengan mengizinkan dunia gelap PSK masuk ke wilayah Larantuka maupun Lembata.
Lebih dari itu Pemkab Flotim dan Lembata segera menutup kantong-kantong PSK serta merazia pantai-pantai pijat yang dijadikan kedok tindak mesum sebagai pertanggungjawaban moral atas kebijakan yang kontra produktif.
Pucuk pimpinan Kabupaten Flotim dan Lembata seharusnya menjadi teladan dalam moralitas seksual, tidak hanya menganjurkan generasi muda untuk tidak terlibat dalam seks bebas atau mendorong para orangtua untuk mendampingi putra putri mereka tetapi Bupati Flotim dan Lembata wajib mempertanggungjawabkan moralitasnya berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan bagi aktivitas PSK.
Ket foto: P. Kopong Tuan
Sumber: Pos Kupang, 6 November 2009
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!