Mantan Pastor Paroki Lewotobi, tinggal di Larantuka
Proses Pemilu Kada Flotim masih terus bermasalah. Dimulai dengan pengumuman paket peserta pemilu: Paket Mondial digugurkan karena tidak memenuhi ketentuan peraturan. KPUD Flotim kemudian melakukan pengundian nomor paket peserta. Paket Mondial dan koalisi partai pendukung serta rakyat pendukung memrotes. Perang pernyataan dan keterangan, demo-demo, ramai memenuhi dunia perpolitikan kita. Tak perlu berpikir terlalu negatip. Masyarakat kita bisa tumbuh dan berkembang lebih cerdas, lebih kritis dan dewasa. Demokrasi kita bisa lebih jernih dan kokoh. Ini sisi positip.
Permasalahan ternyata berkepanjangan. Tahapan pemilu kada terhenti. Pemilu kada yang seharusnya diselenggarakan pada 3 Juni 2010 terpaksa ditunda entah sampai kapan. Berarti pula suksesi kepemimpinan di kabupaten ini tidak akan berlangsung tepat waktu. Dan harus diterima kenyataan bahwa Flores Timur bakal dipimpin dulu oleh seorang penjabat, pelaksana tugas atau apalah sampai dilantik bupati definitif hasil pemilu kada. Kapan? Jangan kita disuruh bertanya kepada rumput yang bergoyang. Jawaban tokh ada di KPUD Propinsi. Tetapi sekarang sudah mulai berseliweran isu upaya pengajuan calon penjabat bupati sesudah Bupati Simon Hayon selesai masa jabatannya pada 27 Agustus 2010 nanti.
Penyelesaian permasalahan ternyata berliku-liku. Di awal persoalan, Drs. Djidon de Haan, anggota KPUD NTT sekaligus juru bicaranya sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan KPUD Flotim, yaitu menggugurkan paket Mondial, memang sudah benar begitu, sesuai peraturan. Permasalahan diajukan ke KPU. Tetapi permintaan KPU kepada KPUD Flotim lewat surat Nomor: 234/KPU/IV/2010 tanggal 23 April 2010 supaya mengakomodir paket Mondial dijawab tegas: tidak, sudah final.
Sebuah solusi diupayakan lewat pertemuan pleno antara KPUD NTT dan KPUD Flotim di Kupang tanggal 8 Mei 2010. Disepakati bahwa KPUD Flotim setuju mengakomodir paket Mondial dan KPU dan KPUD NTT akan datang ke Flores Timur (Larantuka) tanggal 11 Mei 2010, untuk bersama-sama dengan KPUD Flotim memberikan penjelasan kepada para pihak/publik, dilanjutkan dengan rapat pleno penetapan paket calon. Sepertinya kecerahan akan segera mengubah wajah poltik di Flores Timur.
Ternyata apa yang terjadi sungguh dramatis. Rombongan KPU dan KPUD NTT dihadang massa (katanya pendukung lima paket yang sudah dinyatakan lolos) di pertigaan San Dominggo, sekitar pukul 21.00 Wita. Kendaraan-kendaraan di- sweeping. Semua berjalan aman-aman saja. Polisi tidak terlihat bertindak, padahal aksi seperti malam itu jelas melawan hukum. Rombongan memilih pulang. Kita patut curiga polisi tidak netral. KPUD Flotim menegaskan sikap tetap tidak mengakomodir paket Mondial. Permainan apa ini? Permainan siapa? Dan seperti biasa, tersebarlah berbagai gosip tentang permainan uang, yang belum tentu benar, tetapi juga belum tentu tidak benar kan?
Seharusnya di sini kita semua, tetapi terlebih KPUD NTT, sudah mencium ketidakberesan dalam tubuh KPUD Flotim, maka sudah harus dibentuk Dewan kehormatan. Ternyata tidak. Kita jadi tidak mengerti. Memang ketentuan menggariskan bahwa Dewan Kehormatan dibentuk kalau ada laporan dari Banwaslu atau elemen masyarakat. Itu ketentuan legalistik, huruf hukumnya demikian, tetapi mestinya kita bisa membaca sendiri kenyataan yang terjadi. Kalau pun Dewan Kehormatan bisa dibentuk kalau ada laporan Banwaslu dan/atau masyarakat, kita masih boleh bertanya, apakah permasalahan yang sudah masuk arena publik, tidak dengan sendirinya diketahui oleh KPUD dan masih harus ditunggu laporan, karena begitulah huruf hukum? Lalu kenyataan bahwa instansi atasan tidak dipatuhi oleh instansi bawahannya, bukankah hal seperti ini sudah merupakan kesalahan yang gamblang, pelanggaran kode etik, sehingga tidak perlu ditunggu lagi lagi laporan dari Banwaslu atau masyarakat?
Paket Mondial akhirnya menggugat KPUD Flotim ke PTUN Kupang. PTUN Kupang memenangkan paket Mondial. Terasa ada titik terang. Dibentuk Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan memutuskan rekomendasi yang kemudian disetujui oleh KPUD NTT. KPUD NTT memberhentikan sementara empat anggota KPUD Flotim. Mengapa pemberhentian tersebut bersifat sementara? Orang awam berpikir bahwa yang namanya sementara artinya masih ada kemungkinan akan bisa menjabat kembali. Drs. Djidon de Haan menjelaskan bahwa dalam peraturan KPU tentang Tata Kerja Dewan Kehormatan, hanya disebutkan pemberhentian, tidak disebutkan berhenti sementara. Undang-Undang nomor 22/2007, pasal 30 ayat 3 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menyebut bahwa "Dalam hal rapat pleno KPU memutuskan pemberhentian anggota... sesuai dengan rekomendasi Dewan Kehormatan, anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian", bukan sampai ditetapkan pergantian antar waktu.
Proses penyelesaian masalah Pemilu Kada Flotim terlihat tidak berjalan mulus pasca Keputusan PTUN Kupang dan Keputusan KPUD NTT. Drs. Djidon de Haan selaku Juru bicara KPUD NTT memberikan penjelasan yang sangat mengejutkan: Setelah diteliti KPUD NTT, ternyata dari 6 paket calon peserta Pemilu Kada Flotim, hanya paket Yeremias Bunganaen-Kristo Keban yang memenuhi syarat. Lima yang lain tidak. Pertanyaan: Mengapa dari lima paket yang tidak memenuhi syarat tersebut hanya paket Mondial yang digugurkan? Pantas kalau orang menduga KPUD Flotim memang bekerja berdasarkan pesanan.
Mungkin benar kata Anton Hadjon bahwa KPUD NTT tidak punya wewenang memeriksa berkas para paket. Itu wewenang KPUD Flotim. Tetapi, kalau begitu, siapa yang berwenang dan harus bertindak agar penyimpangan oleh KPUD Flotim seperti ini tidak lolos begitu saja? Jangan kita dibodohi dengan permainan aturan. Kalau keterangan Drs. Djidon tersebut di atas benar, publik bisa membaca sendiri sekian bobrok kerja KPUD Flotim selama ini. Tetapi Cosmas Ladoangain masih berani membuat pembelaan dengan mengatakan bahwa mereka ingin menegakkan peraturan dan menjaga independensi institusi. Nyatanya tokh menabrak aturan. Lalu, independensi seperti apa maunya? Independensi supaya bisa aman dan seenaknya melaksanakan pesanan? Dan Abdulkadir Yahya masih bisa mengatakan bahwa mereka tidak melakukan kesalahan malah berkilah bahwa mereka menerima hasil kerja Dewan Kehormatan sepanjang tidak diintervensi kepentingan politik paket lain. Apakah Abdulkadir Yahya tidak sedang mengatakan bahwa dia dan kawan-kawannya memang diintervensi kepentingan politik lain maka jadinya begini?
Proses Pergantian Antar Waktu (PAW) KPUD Flotim juga tidak mulus. Drs. Djidon de Haan terakhir menjelaskan bahwa dari 5 cadangan calon anggota KPUD Flotim hasil kerja tim seleksi lalu, dua tidak memenuhi syarat: Yang satu baru mengundurkan diri dari parpol tahun 2008, yang lainnya tidak ada izin dari instansinya di pemerintah (Pos Kupang, Kamis, 5 Agustus 2010). Padahal, Djidon de Haan sebelumnya menyatakan bahwa dari penelitian administrasi, kelimanya memenuhi syarat dan telah bersedia menjadi anggota KPUD Flotim (Pos Kupang, Rabu, 28 Juli 2008, hal. 7). Membingungkan. Ada apa sebenarnya?
Mengapa kedua mereka ini dulu diloloskan sehingga yang lain harus tidak diloloskan karena cuma 10 orang yang ditetapkan? Djidon de Haan dan kawan-kawan di KPUD NTT tidak bisa cuci tangan, karena ketika KPUD Flotim mengajukan 10 nama calon anggota KPUD Flotim untuk ditetapkan oleh KPUD NTT, turut dilampirkan juga berkas administrasi tiap-tiap bakal calon. Masa tidak tahu bahwa dua calon tersebut tidak memenuhi syarat. Karena itu kita bukan hanya berhak mempertanyakan kerja panitia seleksi, tetapi juga berhak mempertanyakan kerja KPUD NTT karena institusi itulah yang memberi kata akhir menetapkan 10 orang berikut rankingnya. Patut diduga bahwa KPUD NTT turut bermain dalam hal ini. Maka jangan hanya dibentuk Dewan Kehormatan untuk KPUD Flotim tetapi juga untuk KPUD NTT.
Sekarang ini harus diseleksi lagi seorang calon lain untuk menggenapi jumlah anggota pengganti, barulah dilakukan PAW disusul dengan segala urutan kegiatannya. Sesudah itu mungkin juga tahapan pencalonan diulang lagi karena pemilu kada tidak bisa dilangsungkan dengan hanya satu paket calon. Dan seterusnya, sampai terpilih dan dilantiknya bupati baru. Jalan masih panjang. Cape.., ya, rakyat cape.
Pemilu kada memang sebuah permainan politik. Tetapi permainan itu sendiri sebenarnya haruslah sebuah seni sehingga politik itu menjadi indah, ketika permainan itu mewujud dalam kecerdasan mengorkestrasi seluruh permainan demi terselenggaranya kesejahteraan umum sebaik-baiknya. Dengan demikian politik menjadi medan pengabdian dan seorang politisi adalah dia yang meniti perjalanan politiknya sebagai karier yang mulia, suatu panggilan, bukan sebuah mata pencaharian. Djohan Effendi, seorang cendikiawan muslim, menggambarkan bahwa idealnya seorang politisi adalah figur publik yang mewakafkan dirinya, waktu dan segala yang ia punyai untuk membela dan memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. (Kompas, Selasa 27 Juli 2010, hal. 6). Dan bagi seorang beragama secara benar, politik yang demikian imperatif kategorinya.
Sebuah permainan politik yang namanya pemilu kada sedang berlangsung di Lewotana Flotim. Kita bisa membaca peran berbagai aktor di pentas dan mereka-reka sang dalang di balik layar. Kita menyaksikan berbagai kegaduhan dari berbagai manipulasi dan pembohongan kepada rakyat sederhana. Kita menangkap berbagai gosip tidak sedap tentang permainan uang. Maka politik di sini saat ini sudah menjadi permainan yang tidak indah lagi, suatu dosa malah, dosa terhadap rakyat yang empunya Lewotana ini. Permainan siapa-siapa? Dan terutama siapa dalang? Camkanlah: Suatu permulaan yang kotor, akan berlangsung dengan kotor, dan berakhir pula dengan kotor pula. Dan rakyat tetap hanya lah pelengkap penderita.
Tragis memang. Tetapi lebih tragis lagi bahwa sudah jelas para pelaku semua katanya mempunyai agama dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa. Dan bagi Gereja Keuskupan Larantuka, yang putera-puterinya terbanyak melakoni peran politik yang strategis di sini, sungguh sebuah aib bahwa semuanya berlangsung di saat kita asyik menikmati semarak lima abad Tuan Ma. Harus kita katakan bahwa keberagamaan kita masih kurang teguh mengakar dalam Iman, masih lebih pada perayaan kultis dan ritual megah meriah, tapi tidak (belum) terlalu nyambung pada kehidupan mendunia, atau meminjam suara dari arena Muspas Keuskupan Agung Ende: Jauh panggang dari api.
Sumber: Pos Kupang, 20 Agustus 2010
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!