Headlines News :
Home » » Subagyo: Dokter yang Merasul Lewat Politik

Subagyo: Dokter yang Merasul Lewat Politik

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, October 18, 2010 | 10:58 AM

SETELAH aktif di salah satu partai politik dan duduk sebagai pengurus di tingkat pusat, Pak Dokter ini pun berniat memanfaatkan pikiran dan tenaganya demi kesehatan bangsa dan negara melalui jalur politik.

Pada Pemilu Legislatif 2009 lalu, ia mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur IV yang meliputi Kabupaten Jember dan Lumajang.

Dalam rangka mengkampanyekan program-programnya, dr Fransiskus Xaverius Subagyo Partodiharjo menyambangi pesantren dan kampung-kampung di kawasan Tapal Kuda, ini. Tema kampanyenya tiga puluh persen politik, nol persen agama, dan selebihnya kesehatan.

“Saya berkampanye dengan menyuluh rakyat agar kondisi kesehatannya lebih baik. Kalau mereka memilih saya, alhamdulilah! Tetapi kalau tidak memilih pun tak ada masalah karena hasilnya mereka tambah sehat,” ujar dr Bagyo, tentang program yang ia tawarkan sebagai calon legislatif.

Cepat Mati

Ia merebut simpati dan dukungan masyarakat dengan cara sederhana. Sebagai dokter, ia membuat beberapa brosur gambar dirinya dan segmentasi masyarakatnya. Ada brosur menyangkut para ibu. Isinya adalah bagaimana setiap ibu memilih makanan agar anaknya tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas.

Brosur seperti ini sangat penting. Sebagian besar rakyat Indonesia, termasuk di kampung-kampung, pola makannya terbalik sehingga menghasilkan orang yang bodoh dan cepat mati.

“Sebagian besar rakyat Indonesia punya pola makan terbalik seperti itu. Kita lihat saja. Badannya kecil-kecil dan gampang sakit. Angka sakit dan kematiannya tinggi. Bayi yang baru lahir banyak yang mati,” terang dr Bagyo.

Begitu juga ibu yang baru melahirkan, lanjut dr Bagyo, banyak yang mati. Kualitas kesehatannya jelek karena berawal dari pola makan yang salah. “Ada tujuh kesalahan rakyat Indonesia dalam hal makan. Kelihatan memang sepele tapi hasilnya luar biasa. Kita makan asal untuk hidup saja tapi polanya terbalik dan kualitasnya rendah,” imbuh dr Bagyo.

Ia juga menyediakan brosur untuk pasangan suami-istri. Isinya, bagaimana membangun keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah yang sehat dan sejahtera. Bagaimana bikin anak laki atau perempuan. Semua disampaikan dengan bahasa mereka.

Kelompok usia lanjut (lansia) juga menjadi perhatiannya dalam kampanye. Ia punya alasan. Indonesia adalah penduduk dengan jumlah usia lansia terbesar ketiga di dunia. Tetapi, lansia di Indonesia bermasalah: pengetahuan rendah, ekonomi lemah, dan penyakitan.

“Lansia-lansia Indonesia itu pendidikannya nggak tinggi dan tak mau belajar setelah pensiun. Beda dengan orang barat. Lansia Indonesia, pengetahuannya nggak cukup dan miskin lagi. Kalau sudah pensiun gajinya melorot dan penghasilannya turun drastis,” tandas dr Bagyo.

Selain itu, kelompok pemuda juga mendapat perhatian. Sekalipun mereka tak berpendidikan tinggi tetapi mereka bisa sukses. Artinya, sukses masa depan pemuda tidak seratus persen tergantung dari pendidikan formal yang dimilikinya.

Ia juga menyiapkan buku saku khusus untuk para santri dan dibagikan saat ke pesantren-pesantren. Isinya sederhana: bagaimana mereka belajar efektif dan merawat kesehatan. Hal ini dianggap penting karena ia melihat banyak santri kurang sehat. Saat masih kecil suka merokok dan jarang berolahraga. Makan pun seadanya sehingga kualitasnya kurang bagus.

Hal lain yang juga menjadi tema kampanye adalah soal merokok. Tema kampanye ini sangat vital karena Indonesia adalah bangsa yang paling gemar merokok di dunia. Oleh karena itu, rata-rata umurnya paling pendek di dunia.

“Saya juga bagikan brosur terkait olahraga. Indonesia adalah bangsa yang paling malas olahraga di dunia. Karena itu, di dunia umurnya pun paling pendek,” ujar dr Bagyo.
Keluarga Sederhana

Mantan anggota DPRD DKI periode 1987-1992 dan 1992-1997 ini mengisahkan, ia dilahirkan pada 22 Oktober 1946 di lereng Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur. Ayahnya, Partodiharjo dan ibunya Suratin. Kisah ia tertarik dan lebih mendalami Agama Katolik bermula saat masuk ke sebuah gereja di sekolahnya, SD Maria Fatima, Jember.

“Di dalam gereja itu saya mencuri sebuah gambar orang cantik. Peristiwa itu terjadi saat saya di bangku kelas 3 SD. Besoknya, saya dipanggil menghadap Sr Gabriela. Saya pikir dihukum, ternyata malah diberi hadiah gambar dan buku. Gambar orang cantik itu ternyata adalah Bunda Maria. Sejak saat itu saya jadi rajin ke gereja,” kenang dr Bagyo.

Sebagai remaja yang sedang tumbuh ia kehilangan ayah dan ibunya. Pada usia sembilan tahun ibunya meninggal. Memasuki usia 14 tahun, sang ayah menyusul. Jadilah ia yatim piatu. Meski demikian, penggemar Doa Rosario ini pun tak patah arang.

Demi merenda masa depannya, pada 1962 Bagyo kecil menuju Jakarta. Ikut di rumah kakak sulungnya, Hj. Suwarti Partodiharjo di Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Di sana ia melanjutkan sekolah di SMP Katolik Strada Tanjung Priuk hingga tamat tahun 1963. Kehidupan doa dan devosi kepada Bunda Maria menjadi aktivitas rutin lain Bagyo di Ibu Kota.

“Saya senang Doa Rosario. Kalau bulan Maria saya jalan kaki atau berlari sejauh lebih dari 20 kilo meter dari Tanjung Priok ke Jatinegara sekadar mengikuti Doa Rosario. Dalam perjalanan, saya berdoa agar kelak jadi dokter. Saya mau balas dendam kepada penyakit yang telah membunuh ayah dan ibu saya di kampung. Tuhan mengabulkan doa saya sehingga tahun 1974 berhasil dilantik jadi dokter di UI,” katanya bangga.

Menurutnya, ada pengalaman yang tak pernah ia lupakan. Saat mau masuk SMA Kanisius. Ia beralasan ingin sekolah tapi tak punya biaya setelah kedua orangtua meninggal. Untuk meneliti kebenaran apakah kedua orangtuanya sudah meninggal, Pastor Both menyambangi rumah Hj. Suwarti Partodiharjo.

“Saat beliau datang, saya sedang jualan gado-gado. Setelah tahu keadaan saya yang sebenarnya, saya bebas membayar uang sekolah. Saat di Kanisius, saya aktif di Pramuka sehingga banyak teman dan karena itulah saat masuk Kedokteran UI tahun 1967, biaya pendaftaran dibayar sahabat saya, Tanoa Panjaitan. Orangtuanya importir mobil yang kaya. Sekarang, teman ini memilih profesi sebagai pengacara,” katanya.

Saat sekolah, dr Bagyo sempat menjadi loper Majalah HIDUP. Setiap minggu di parokinya, ia mengantar majalah tersebut ke pelanggan untuk menambah uang saku.

Sekarang ia berhasil menyekolahkan tiga anaknya. Si sulung Fransisca Shinta Rahayu Pratiwi dan bungsu Robertus Aryoseno Hindarto mengikuti jejaknya sebagai dokter. Sedang anak keduanya, Veronica Ratih Kesuma Wardhani, adalah Magister (S-2) Teknik Sipil lulusan Universitas Indonesia (UI).

Sebagai anggota DPR yang membidangi masalah kesehatan, ia punya mimpi agar Indonesia bebas rokok. Bagi dr Bagyo, kesehatan merupakan investasi yang sangat mahal bagi manusia dan menentukan bagi kualitas sebuah bangsa.

Menurut dr Bagyo, pihaknya sepaham dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono saat menyampaikan visi dan misinya pada kampanye Pilpres 2009 lalu. SBY-Boediono, lanjut dr Bagyo, memandang bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan komponen utama dalam investasi sumber daya manusia.

Tingginya kesadaran hidup sehat dan tersedianya akses kesehatan dasar yang murah dan terjangkau akan mengubah perilaku manusia Indonesia terutama pada kelompok menengah ke bawah, mengingat peran tenaga kerja sebagai faktor produksi utama yang dimiliki.

Intervensi pemerintah dalam bidang kesehatan sangat penting dan menentukan, mengingat analisis pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015 menunjukkan bahwa tujuan-tujuan dalam bidang tersebut hanya dapat dicapai jika intervensi dilakukan lebih intensif dan efektif.

“Sebagai wakil rakyat saya juga berjuang sekuat tenaga untuk membantu rakyat agar semakin sehat. Tentu dalam bentuk dukungan politik atas berbagai kebijakan pemerintah di bidang kesehatan. Itulah cara kita merasul karena politik itu juga ladang Tuhan lainnya, tempat kita merasul bagi bagi sesama demi keagungan nama Tuhan,” tandas dr Bagyo. (Ansel Deri)

dr F.X. Subagyo Partodiharjo

Lahir : Kediri, Jawa Timur, 22 Oktober 1946
Istri : Ny. Elisabeth Ratna Hindarti
Anak-anak : 1. dr. Fransisca Shinta Rahayu Pratiwi
2. Ir. Veronica Ratih Kesuma Wardhani, MT
3. dr Robertus Aryoseno Hindarto
Pendidikan:
• SDK Maria Fatima 2 Jember, Jawa Timur.
• SMP Katolik Diponegoro, Jember (hingga Kelas 2)
• SMP Strada Tanjung Priuk, Jakarta Utara
• SMA Kanisius Menteng, Jakarta Pusat
• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Riwayat Pekerjaan:
• Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan DKI Jakarta
• Dokter di Puskesmas, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara

Riwayat Organisasi:
• Persatuan Pelajar Sekolah Katolik (PPSK), kini OSIS.
• Pengurus KNPI DKI Jakarta
• Pengurus AMPI DKI Jakarta
• Pengurus Pusat KNPI
• Pengurus Pusat AMPI

Riwayat Politik:
• Pernah jadi Pengurus DPD II/I Golkar DKI Jakarta
• Pernah jadi Pengurus DPP Golkar
• Anggota DPRD DKI 1987-1992 dan 1992-1997 dari Golkar
• Anggota DPP Partai Demokrat
• Pengurus DPP Partai Demokrat
• Anggota Komisi IX DPR RI 2009-2014 dari Partai Demokrat
Sumber: HIDUP edisi 17 Oktober 2010
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger