Headlines News :
Home » » Lembata, Simbol Desa Terpencil (Bagian 1): Jalan Tak Pernah Beraspal Sejak RI Merdeka

Lembata, Simbol Desa Terpencil (Bagian 1): Jalan Tak Pernah Beraspal Sejak RI Merdeka

Written By ansel-boto.blogspot.com on Saturday, February 25, 2012 | 3:33 PM

LIWULAGANG begitu nama kampung terpencil itu. Letak kampung itu di Desa Ileboli, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Liwulagang juga terkepung perbukitan dari semua penjuru. Berbatasan dengan kampung Uruor, Desa Belobatang di Kecamatan Nubatukan, Belabaja, Labalimut, dan kampung Lamalewar di Kecamatan Nagawutun, kampung ini praktis terisolasi dan masih jauh dari jamahan program pembangunan.

Sedemikian terisolasinya, bahkan sejak Indonesia merdeka hingga era reformasi ini, aspal belum pernah menyapa jalan setapak menuju kampung itu. Tak ayal, mimpi warganya memiliki akses jalan ke Lewoleba, kota Kabupaten Lembata maupun desa-desa di sekitarnya sekadar memasarkan hasil-hasil pertanian dan komoditi lain, harus dikubur dalam-dalam.

Namun, masalah itu tersebut bukan membuat warga absen memompa semangat kolektif membangun kampungnya. “Bapak Kepala (Kepala Desa) turun langsung dengan kami semua untuk kita potong tebing dan pasang batu di kali (sungai) besar agar kami bisa punya jalan oto (truk kayu). Tapi, sampe saat ini oto belum bisa masuk kampung,” ujar Paul Kekatua, warga Liwulagang.

Sekadar tahu. Liwulagang memiliki luas 14.750 ribu meter persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 365 orang yang terdiri dari 162 laki-laki dan 203 perempuan. “Jumlah ini belum termasuk mereka yang sedang melanjutkan studi di beberapa desa di luar kampung bahkan Lewoleba dan kota-kota lainnya di seluruh wilayah NTT,” ujar Kepala Desa Ileboli Gregorius Sinu Liman, baru-baru ini.

Liwulagang juga memiliki sejumlah sarana dan prasarana sederhana. Misalnya, kapel (gereja kecil), balai dusun, gedung sekolah, lapangan bola kaki dan volley, dan lain-lain. Ruas jalan dari Lamalewar, pusat pemerintahan desa, menuju Liwulagang sepanjang 6 kilo meter. Atau sekitar 20 kilo meter lebih dari Lewoleba.

“Dini hari masyarakat mesti berjalan kaki beberapa kilo meter ke Boto (desa Labalimut) atau Lamalewar menunggu angkutan ke Lewoleba untuk menjual berbagai komoditi dan hasil pertanian,” ujar Goris, sapaan akrabnya.

Sebetulnya, pemerintah bukannya tidak berbuat. Melalui Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dan swadaya masyarakat akhirnya bisa juga dibangun jalan menuju Liwulagang yang lebih manusiawi. Ia dan warga hanya mampu dengan rabat (lantanisasi-Red) sepanjang tiga kilo meter saja.

“Warga sedang putar otak bagaimana sisa 2,25 meter bisa dirabat. Mereka berharap agar Bapak Presiden melalui Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia membantu membangun jalan setapak mereka. Siapa tahu setelah terealisasi masyarakat memasarkan berbagai komoditi dan hasil pertaniannya. Ya, semoga curhat ini didengar Bapak Presiden,” kata Goris, bekas guru non spesifikasi lulusan Diploma Dua Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (D-2 PGSD) Universitas Terbuka.

Tak hanya jalan. Liwulagang pun tak pernah tersambung listrik baik Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun Perusahaan Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Akibatnya, pada malam hari Liwulagang gelat gulita. Suasana kampung terasa seperti jaman baheula.

Sebenarnya, jelas Goris, PLN memiliki satu unit mesin berkapasitas besar di Boto. Mesin itu menerangi tiga desa yaitu Belabaja, Labalimut (Boto), dan Atawai. “Kami pernah diskusikan di balai kampung agar PLN membantu tiang dan menambah jumlah rumah tangga di desa-desa sekitarnya, termasuk Ileboli agar bisa tersambung listrik. Namun, kami tidak punya akses ke PLN. Masyarakat sangat merindukan listrik,” jelasnya. (Ansel Deri)
Sumber teks: Harian 'Jurnal Nasional' Jakarta, 23 Februari 2012
Ket foto: Kampung Liwulagang dilihat dari Bukit Baugoka, Desa Belabaja, Nagawutun, Lembata. Terkepung perbukitan dari berbagai penjuru (gbr 1).

Simpang jalan menuju Kampung Liwulagang tak jauh dari Kampung Lamalewar, Nagawutun (gbr 2). 
Foto: dok. pribadi & Berto Pukan
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger