Headlines News :
Home » » NTT dalam Rangkulan ABG

NTT dalam Rangkulan ABG

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, September 22, 2010 | 4:58 PM

Oleh Wilson MA Therik
Kandidat Doktor Studi Pembangunan UKSW Salatiga,
Anggota Forum Academia NTT

Moral Pembangunan
Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) mendorong pembangunan melalui beberapa kebijakan strategis yang oleh masyarakat umum dikenal sebagai jargon 'Propinsi Jagung, Propinsi Ternak, Propinsi Koperasi, Propinsi Cendana' yang konon sudah mulai bergerak dalam bentuk 'proyek-proyek' bernilai miliaran rupiah. Karena itu para pimpro, benpro, subagpro dan kontraktor saat ini pasti sementara sibuk melirik menangkap peluang proyek yang akan dicurahkan ini. Tidak ada yang salah di sana, itulah 'liturgi' yang secara rutin dan mekanis kita lalui dari tahun ke tahun, dari gubernur ke gubernur, dari bupati/walikota ke bupati/walikota yang baru.

Litani yang selalu dinyanyikan dalam liturgi pembangunan itu, setiap penggantian pejabat selalu sama: 'demi rakyat, demi mereka yang miskin, demi petani kecil, demi pembangunan, demi Tuhan, (tetapi pada akhirnya, demi saya... dari kami...). Litani yang dinyanyikan pelaksana di bawah, lain lagi: "Demi kelancaran arus proyek" (input-output) dan pelepasan pertannggungjawaban keuangan proyek, demi tugas yang diberikan, demi karier dan demi-demi yang lain.

Ketika pembangunan dilihat sebagai kegiatan 'administrasi' yang bersifat mekanis, maka masalah moral, etika, yang berkaitan dengan empati, keadilan dan keberpihakan tersingkir, dan tidak heran kalau pembangunan masyarakat ditinggalkan demi mengejar target 'kredit mikro' (sebagaimana yang terjadi selama ini, bahkan melalui lembaga keagamaan (gereja). Kredit mikro disalurkan bukan kepada masyarakat/jemaat yang kurang mampu, tetapi justru pada PNS dan pedagang, dengan alasan orang miskin sulit dipercaya, biasanya tidak mau mengembalikan pinjaman dan sebagainya).

Inilah ironisnya ketika mengusulkan proyek, disebutkan demi pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, dan lain-lain, tetapi ketika proyek bantuan kredit mikro keluar, 'demi' tadi berubah, dan si miskin diberi julukan 'pemalas, penipu/sulit dipercaya, dan lain-lain.' Sehingga tidak layak dipercaya untuk mendapat kredit mikro! They are the voice of voiceless! Mereka tidak bersuara karena suara mereka tidak terdengar. Paling-paling kita berkhotbah sambil mengutip ayat Alkitab: "Lihatlah burung-burung di langit, bunga karang di padang dan penghiburan lainnya", lalu, Amin.

Rangkulan ABG

ABG yang saya maksudkan bukan anak baru gede, tetapi pembangunan di daerah seperti NTT membutuhkan pelukan dan dekapan yang erat dari komponen A (Academikus), B (Businessman), dan G (Government) yang menyatukan kekuatan, bersinergi (sinergized energy) dalam suatu blue print, grand design serta road map yang disusun bersama sejak awal pencanangan ide/program. Akademisi, masyarakat, dan instansi harus menyumbang konsep dan teknologi yang handal, kebijakan/peraturan yang tepat dan prioritas anggaran yang memadai melalui wakil-wakil rakyat (DPRD), penciptaan iklim investasi yang menarik, didukung oleh sarana/infrastruktur yang mendukung, sehingga dapat menarik modal masuk ke NTT, menciptakan nilai tambah, meningkatkan pendapatan dan membantu lapangan kerja. Sekali lagi melalui kajian bench marking agar bersaing di pasaran.

Semua ini berhasil apabila kita tidak terburu-buru dengan merancang proyek, tetapi mendesain sesuatu strategi komoditi dan kegiatan yang lebih fokus, komprehensif dan tidak setengah-setengah. Kalau dirasa perlu, diadakan konsolidasi ulang (moratorium) dan melibatkan seluruh stakeholder, dalam merumuskan strategi, dengan dukungan moral, dukungan Anggaran yang besar, sesuai kebutuhan dan sasaran. Jangan tanggung-tanggung, fokus!

Beberapa aspek strategis yang merupakan 'kata kunci' dari revitalisasi perekonomian rakyat, dan revitalisasi pertanian yang perlu diperhatikan antara lain: a. Ketika berbicara tentang komoditi pertanian seperti jagung dan sapi, lalu hanya terfokus pada satu aspek saja yaitu aspek produksi saja (bagaimana petani menghasilkan jagung atau sapi potong saja), maka selain nilai tambah yang dihasilkan rendah, di pihak lain petani (kecil) rentan terhadap globalisasi dan liberalisasi perdagangan bebas, dan jatuh dalam persaingan di pasar bebas. Sekali lagi kajian bench marking sangat dibutuhkan.

Nilai tambah dari suatu agribisnis adalah di subsistem agro bisnis hulu (pakan ternak) atau hilir pengolahan produk daging/kulit/tulang, sapi dan pengolahan pakan ternak berbahan baku jagung yang ditunjang dengan produk tepung ikan, dan lain-lain, termasuk perdagangan hasil produk sapi dan jagung, yang melibatkan fungsi koperasi komoditi.

b. Jangan heran kalau mall di Kota Kupang dipenuhi dengan buah apel, anggur, melon dan lain-lain yang diimpor dari RRC. Bahkan bawang putih di pasar tradisional pun diimpor dari China. Semua ini berkat produksi pertanian yang didukung oleh kajian riset dengan teknologi yang handal, dan manajemen yang profesional.

Mafia komoditi adalah salah satu dampak dari ekonomi global yang untuk menerobosnya tidak ada cara lain kecuali kita memproduksi komoditi mampu bersaing dari segi mutu dan harga. Sapi NTT yang ukuran badan dan beratnya mirip kambing, tidak heran dinilai rendah di pasaran, dan jelas tidak mampu bersaing dengan sapi impor. Tidak ada cara lain. Agribisnis berbasis teknologi, berbasis pengetahuan yang modern merupakan senjata yang mesti kita gunakan dalam budidaya, dan karena itu peran lembaga penelitian, akademisi dan praktisi akan sangat dibutuhkan.

c.Untuk mempercepat pembangunan, maka kita tidak bisa hanya berharap pada anggaran pembangunan pemerintah saja, tetapi kita butuh modal, kita butuh investor, dan tidak ada alasan kita menolak investor, misalnya dalam usaha perkebunan jagung atau peternakan (ranch) sapi, dan sebagainya.

Masalahnya ketika kita tidak mampu mempersiapkan petani dan peternak sebagai 'mitra usaha' dari sang investor, ketika keberpihakan pada investor yang kaya, jauh melebihi keberpihakan pada petani dan peternak kecil yang miskin, maka dalam hitungan tahun, petani miskin berubah menjadi 'buruh tani' pada perusahaan pertanian/peternakan sang investor.

Suatu strategi aliansi strategis dan kemitraan yang profesional dan adil antarpengusaha besar (investor) dan petani/usaha kecil dengan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan perlu dipersiapkan dan dikenal secara baik, dan di sinilah moralitas pembangunan, keberpihakan pada rakyat kecil dipertaruhkan.

Perusahaan Daerah Sapi, Koperasi Jagung

Tidak ada yang salah dengan predikat NTT sebagai propinsi koperasi. Tetapi koperasi bukan tujuan, koperasi cuma sekadar alat, di situ kata kuncinya. Koperasi yang katanya 'besar' di NTT adalah koperasi kredit. Koperasi seperti itu biasanya menyalurkan kredit yang umumnya kredit konsumsi. Kalau toh dipakai untuk produksi, pasti keuntungannya terbatas karena bunga kredit yang relatif tinggi.

Kalau koperasi yang maju tetapi menonjolkan kredit konsumsi, maka kita akan berjalan di tempat. Gedung koperasi bertingkat lima, mobil bagus, tetapi rakyat tidak mengalami perubahan apa-apa, paling-paling kredit motor, beli TV, bayar utang di tetangga, bayar belis, pesta, dan lain-lain, lalu apa gunanya propinsi koperasi? Cuma itu?

Mengapa kita tidak kembangkan Perusahaan Daerah Sapi atau Perusahaan Daerah Jagung, ditunjang dengan koperasi sapi dan koperasi jagung, yang bergerak dalam bidang pengadaan bibit, pupuk, makanan ternak/obat-obatan, paska panen, penjualan, investasi pengolahan, dan perdagangan komoditi jagung dan sapi?

Betul, Perusahaan Daerah dan Koperasi adalah Lembaga Bisnis (economic unit) tetapi melekat padanya aspek pionering dan agent of development, kedua lembaga ini bisa dijadikan benteng pertahanan bagi petani/peternak berhadapan dengan para kapitalis dan mafia perdagangan bebas. Di sinilah tampak keberpihakan pemerintah pada rakyatnya yang lemah, dengan catatan perusahaan daerah dan koperasi benar-benar profesional.

NTT Incorporated

Saya menyadari, bahwa mungkin tulisan ini tidak akan digubris, tulisan ini terlambat, karena proyek sebentar lagi akan cair. Berbahagialah mereka yang menang tender. Mendorong pertumbuhan melalui rangkulan ABG adalah modal 'NTT Incorporated' yang ujung-ujungnya memberikan porsi yang besar serta seimbang dari nilai tambah bagi masyarakat NTT, sehingga tidak menjadi penonton di negeri sendiri. Suatu kajian dan seminar khusus tentang wacana NTT Incorporated rasanya perlu dipersiapkan secara serius.

Sinergitas koperasi dan perusahaan daerah, dalam pengembangan komoditi unggulan seperti jagung, ternak, bahkan hasil laut, adalah kiat yang jitu dalam melindungi pengusaha kecil/petani dari kejamnya persaingan bebas. Bahkan menjadi 'prime mover' bagi berkembangnya agribisnis dan agroindustri berskala kecil/menengah di bumi NTT, dengan harapan akhirnya kita tidak lagi menjual bahan mentah, tetapi produk yang telah diolah guna menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja.

Perusahaan daerah di garis depan, koperasi komoditi di garis belakang, investor berskala menengah/besar silahkan berinvestasi, karena tanpa persaingan, tanpa tantangan, perusahaan daerah dan koperasi akan manja dan merana. Investor bukan musuh tetapi teman yang dengan sengaja kita rangkul dalam barisan ABG-NTT. Kita bersaing secara sehat.

Sekali lagi, di balik praktek-praktek pembangunan terkandung suatu naratif moral dan empiris, serta refleksi kritis, yang menuntut tanggung jawab bersama. Untuk itu NTT membutuhkan perubahan. Sayangnya terkadang kita lebih memilih hancur daripada berubah. Heran!
Sumber: Pos Kupang, 22 September 2010
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger