Headlines News :
Home » » Pilkada Murah dan Demokratis

Pilkada Murah dan Demokratis

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, September 07, 2010 | 10:47 AM

Oleh Veri Junaidi
peneliti hukum pada Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kembali mewacanakan pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi. Wacana ini akan dituangkan dalam Revisi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan akan segera dibahas di DPR.

Menurut Gamawan, reformasi mekanisme pemilihan gubernur dan wakil gubernur mutlak dilakukan, mengingat besarnya anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebagai contoh, pemilihan 244 kepala dan wakil kepala daerah untuk tahun 2010 telah menghabiskan anggaran mencapai Rp 3,5 triliun.

Memang, permasalahan anggaran bukan satu-satunya argumentasi untuk menarik hak rakyat dalam pemilihan gubernur. Beberapa argumentasi dimunculkan, pertama, dalam desain otonomi daerah, gubernur dianggap tidak memiliki kewenangan strategis dalam pembangunan daerah. Basis otonomi justru dijalankan pemerintah kabupaten atau kota, sehingga kewenangan riil berada di tangan bupati atau wali kota.

Oleh karena itu, pemilihan gubernur langsung dipandang tidak efektif dan merupakan sebuah kesia-siaan belaka. Antara hasil dan biaya yang dikeluarkan untuk sebuah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) justru tidak sebanding.

Kedua, wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi tidaklah melanggar konstitusi. Sebab, ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak secara eksplisit memerintahkan pemilihan secara langsung.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal dari argumentasi pemilihan gubernur oleh DPRD. Berlindung di balik efisiensi anggaran, justru mengabaikan hak-hak rakyat dalam menentukan pemimpinnya.

Benarkah tidak ada jalan lain untuk efisiensi anggaran, hingga harus mengesampingkan nilai-nilai demokrasi? Konstitusionalkah mekanisme pemilihan gubernur oleh DPRD provinsi?

Makna Berbeda

Konstitusi memang tidak secara eksplisit menyebutkan gubernur dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum, seperti presiden, DPR, DPRD, dan DPD. Pasal 18 ayat (4) hanya mengisyaratkan adanya pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara demokratis.

Makna demokratis inilah yang kemudian dijadikan argumentasi bahwa tidak ada larangan gubernur dipilih DPRD. Namun, janggalnya, logika itu hanya diberlakukan untuk pemilihan gubernur. Sedangkan bupati dan wali kota tetap dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pilkada.

Logika yang dipakai demikian ini tidaklah benar karena bagaimana mungkin ketentuan yang sama dimaknai berbeda. Menurut Jimly Asshiddiqie (Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I), ketentuan pasal dalam konstitusi haruslah dimaknai sejalan dan tidak boleh saling bertentangan.

Jika bupati dan wali kota dipilih secara langsung, itu juga berlaku terhadap pemilihan gubernur. Dan, sebaliknya, jika kata demokratis dimaknai dengan pemilihan oleh DPRD, maka bupati dan wali kota pun harus mendapat perlakuan yang sama.

Jika demikian, di manakah dapat ditemukan pemaknaan yang tepat atas klausul "demokratis"? Mendasarkan pada pendapat Jimly, maka dapat dipastikan bahwa pemaknaan demokratis adalah pemilihan secara langsung oleh rakyat.

Karena itu, makna "demokratis" sejalan dengan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945, yakni pemilihan langsung oleh rakyat bagi presiden dan wakil presiden. Karena ketentuan dalam konstitusi satu dengan lainnya harmonis, maka kata "demokratis" tidak dapat dimaknai lain.

Bukti harmonisasi konstitusi terlihat dalam pemaknaan pemilihan anggota DPR dan DPD. Walaupun pasal 2 ayat (1) UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebutkan pemilihan secara langsung, namun tidak ada yang membantah mekanisme pemilihan umum (pemilu) legislatif. Bahkan, konstitusi tidak sedikit pun mencantumkan kata "demokratis" di dalamnya. Ketentuan itu hanya menyebutkan, anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilihan umum.

Penafsiran atas makna demokratis dapat juga dilihat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengujian pasal 214 huruf a, b, dan c UU 10/2008. Dalam putusan itu, MK memberikan tafsir tentang kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yaitu kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, sehingga dalam berbagai kegiatan pemilihan umum, rakyat langsung memilih siapa yang dikehendakinya. Ini merupakan prinsip konstitusi yang sangat mendasar. Itu tidak hanya memberi warna dan semangat pada konstitusi dalam membentuk pemerintahan, namun juga dipandang sebagai sifat dari seluruh undang-undang di bidang politik.

Efisiensi

Efisiensi dalam pelaksanaan pilkada tidak harus mengesampingkan nilai-nilai demokratis. Bagaimana mungkin tujuan utama demokrasi justru tereliminasi oleh permasalahan teknis seperti anggaran.

Justru inilah tantangan yang harus dijawab pemerintah melalui agenda perubahan undang-undang pemerintahan daerah. Perubahan itu diharapkan mampu menciptakan desain baru, sehingga efisiensi anggaran pilkada dapat terwujud tanpa harus mengabaikan prinsip utama.

Beberapa alternatif dapat dikembangkan, seperti penggabungan pilkada dalam satu waktu. Pilkada yang tersebar dalam beberapa daerah dan waktu yang berlainan, dilaksanakan secara serentak seperti pemilu presiden dan legislatif.

Mekanisme ini memungkinkan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU provinsi dan kabupaten/kota, bekerja dalam satu waktu. Dengan desain ini, ke depan KPU hanya akan melaksanakan pemilu 2-3 kali, baik pemilu daerah dan nasional, atau pemilu eksekutif, legislatif maupun pilkada.

Mekanisme ini sangat mungkin dilakukan jika pemerintah serius untuk menata desain pilkada yang efisien, tapi tetap demokratis. Dengan pelaksanaan pilkada serentak, efisiensi anggaran khususnya honorarium bagi penyelenggara dapat dihemat.

Selain permasalahan efisiensi anggaran, rasanya penting untuk merumuskan kembali hubungan antara pusat dan daerah. Pilkada tidaklah dapat berdiri sendiri dan diubah sekehendak hati. Namun, itu akan sangat terkait dengan desain otonomi karena mekanisme pilkada merupakan implikasi dari desain hubungan pusat dan daerah yang ingin dibangun.
Sumber: Suara Karya, 7 September 2010

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger