Bupati Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Paul Mella, mengatakan, perlu menghidupkan kembali kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat setempat, sebagai salah satu solusi mengatasi ancaman bagi warga yang bermukim disekitar Daerah Aliran Sungai.
"Kearifan lokal yang dimaksud antara lain, larangan dari tokoh adat setempat bagi masyarakat untuk tidak boleh merusak hutan dan sanksi adat bagi perusak hutan," katanya di Kupang, Jumat (17/12/2010).
Kearifan lokal ini katanya jika dipadukan lagi dengan hukum positif yang ada, maka siapapun akan jera merusak lingkungan.
Ia mengatakan hal ini menanggapi kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah naskah kerja sama antardaerah yang ditandatangani dirinya (daeri daerah hulu) bersama Bupati TTU Gabriel Manek (daerah tengah) dan Bupati Belu Joachim Lopez (daerah Hilir DAS Benenai) di Kupang, Kamis (16/12).
Menurut Bupati Mella, masalah DAS Benenai yang terus mengancam masyarakat di hilir karena kearifan lokal mulai ditinggalkan, seiring dengan perkembangan zaman di mana hanya hukum positif yang dapat mengatur aktivitas warga masyarakat yang melanggar.
Akibatnya katanya masyarakat yang bermukim di wilayah Hulu dan tengah DAS tidak lagi sadar akan pentingnya pelestarian lingkungan.
Menurut dia, ke depan untuk mengamankan kelestarian lingkungan di wilayah hilir, penataan ruang untuk kawasan hutan menjadi prioritas sehingga wilayah itu tak akan diizinkan untuk kegiatan apapun. Dan untuk menuntaskannya, Pemerintah Provinsi dan Pusat harus mengambil peran lebih besar.
"Kalau hanya melepas tiga kabupaten menyelesaikan sendiri, tak akan pernah selesai masalahnya, dan Belu akan terus mendapatkan banjir kiriman setiap tahun," katanya.
Ia juga tidak memungkiri perusakan hutan akibat sistem perladangan berpindah-pindah di daerah hulu dan tengah juga berkontribusi kepada ancaman DAS Benenai.
"Untuk menghentikan sistem ini, perlu adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur sistem perladangan menetap, seperti yang sedang dibahas Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) saat ini.
"Memang sumber daya alam adalah anugerah, tapi jangan sampai pengelolaan sumber daya itu membawa masalah untuk anak cucu ke depan," katanya.
Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay mengatakan langkah tepat penyelesaian DAS Benenai adalah membangun hubungan komunikasi yang kompak, baik Pemprov, serta pimpinan wilayah di daerah hulu, tengah dan hilir.
"Karena ini menjadi tanggungjawab bersama, perlu kekompakan dalam hal koordinasi antar daerah, serta pentingnya konsistensi dalam hal sinergitas pembiayaan. Pola koordinasi langsung ke masyarakat sebagai pelaksana juga penting sehingga terwujud yang namanya pola pemberdayaan rakyat.
Pemerintah katanya cukup sebagai fasilitator saja dalam upaya pengelolaan DAS Benain ini. "Saya kira budaya ’Atoin Meto’ (orang dawan) perlu dibangun kembali sebagai upaya membangun kembali Pulau Timor melalui upaya pengelolaan DAS Benevai," katanya.
Dalam upaya ini, demikian Esthon, tetap pada komitmen bahwa menangani DAS Benenai adalah kerja gotong royong, sehingga pemerintah provinsi tak melepas tangan dalam masalah ini.
Sumber: Kompas.com, 18 Desember 2010
Ket foto: Paul Mella
Ket foto: Paul Mella
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!