Pengajar 'Creative and Critical Thinking'
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Jakarta
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Jakarta
Geliat Pilkada Lembata mulai terlihat (minimal untuk kandidatnya). Aneka pasangan mulai mendeklarasikan (atau dideklarasikan). Itu berarti sebentar lagi, kabupaten yang terkenal dengan ‘Statement 7 Maret’ bakal memiliki pemimpinnya.
Masalahnya, apa yang mesti diwaspadai dalam proses ini? Bertanya demikian beralasan. Flotim, mantan kabupaten induk, hingga kini berada dalam proses yang lebih banyak kabur daripada terangnya. Itu berarti, bila tidak diantisipasi, bukan mustahil jalan keliru (semoga tidak) bakal juga dilewati.
Tema ‘empuk’
Mendekati pilkada, biasanya aneka strategi digulirkan. Hal itu normal. Setiap orang bebas mencari ide untuk mendekati masyarakat pemilih.
Sekilas, ada dua tema yang bisa disebut ‘empuk’ untuk dijadikan isyu. Upaya mengais untung pun (sebagaimana biasa dalam permainan), bisa saja digunakan.
Kasus pembunuhan Yoakhim Langoday (20/5/09) yang melibatkan Theresia Abon Manuk, putri Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, merupakan kasus yang cukup menyita perhatian rakyat Lembata (PK 4/1/2011).
Tidak hanya itu. Keterlibatan Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk masih menjadi sebuah kemungkinan yang terbuka. Bahkan sekretaris Aldiras, Alex Murin sudah memastikan hal itu (PK 13/4/2010).
Itu berarti, mengangkat tema ini dengan janji memproseskan semua pihak yang terlibat (siapa pun juga) menjadi sebuah tema empuk yang bisa begitu ‘menguntungkan’. Emosi rakyat dihidupkan, sentimen terhadap kepemimpinan ‘berdarah’ Ande Duli Manuk, (belum terhitung aneka penyalahgunaan wewenang), akan menjadi sebuah lansiran yang sangat ‘menjual’.
Peluang ini akan menjadi sebuah santapan yang cukup bagi pemimpin, khususnya yang berasal dari luar Lembata. Mereka yang jauh (sehingga tidak diketahui kelemahannya), akan coba menghadirkan diri sebagai penyelamat. Sementara itu calon bupati yang berasal dari ‘lingkaran dalam’ akan sangat ‘berhati-hati’.
Ada isyu lain yang tidak kalah ‘menarik’. Lembata yang disinyalir punya kandungan tembaga dan emas lebih tinggi dari PT Freeport Indonesia, Timika, Papua, menjadi tema ‘sensitif’ yang bisa digunakan.
Lihat saja. Menurut Harian Investor Daily, 22/8/08, cadangan tembaga di Kabupaten Lembata mencapai sekitar 50 triliun pon. Sementara itu, mineral pengikutnya seperti emas sekitar 700 juta ton. MLC akan memproduksi potensi kekayaan mineral tersebut pada kedalaman 50 meter, dengan kadar tembaga sekitar 2,5 – 3% dan emas sekitar 7,5 gram.
Tema ini akan menjadi ‘santapan’ enak. Aneka pihak yang terlibat (atau akan melibatkan diri) akan menjadi kampanye gelap. ‘Perselingkuhan’ dengan Jusuf Merukh melalui PT Merukh Lembata Copper Lembata (MLC) akan diangkat.
Ide ini tentu sangat menarik dan populer. Imajinasi rakyat akan dihidupkan kembali untuk membayangkan dampak terburuk dari pertambangan. Upaya menolak tambang (yang idenya sangat terpuji), akan menjadi sangat tepat. Dukungan pun akan diterima bagi siapa pun yang ingin sukses menjadi bupati Lembata tahun 2011-2016.
‘Bunglon Politik’
Sepintas, menghadirkan tema di atas sebagai isyu Pilkada, adalah sah-sah saja dan tentu saja wajar. Dua masalah yang diangkat (padahal masih banyak) adalah kasus yang sangat bersinggungan dengan rasa keadilan dan kepentingan rakyat. Rakyat harus diajak ‘membongkar’ kebohongan yang terjadi. Lebih dari itu mereka perlu diikutkan untuk merancang pembangunan daerahnya. Darinya mereka diajak untuk memilih pemimpin yang cerdas dan bijaksana.
Sayangnya, apakah metode seperti ini cukup tepat? Apakah tawaran yang ‘reaktif’ bisa disebut bijaksana untuk calon pemimpin? Tentu saja tidak. Pengalaman negeri ini sudah cukup untuk dijadikan pembelajaran.
Contoh paling jelas saat terjadi reformasi kepemimpinan di negeri ini. Hasrat ‘menghukum’ mantan presiden RI begitu dihidupkan. Di mana-mana Sohaerto dianggap tokoh yang paling sial di negeri ini.
Memang ia pantas dihukum. Semua orang yang masih punya nurani tentu menerima hal itu. Ribuan korban bertumpahan darahnya karena tidak ‘disenangi’ presiden yang ‘murah senyum itu’. Litani panjang KKN yang dimotori putra dan putrinya teramat panjang untuk didaraskan.
Yang mesti dipertanyakan: apakah dengan reaksi seperti itu dapat menyelesaikan masalah.
Yang mengagetkan, tidak sedikit orang yang (tokoh Golkar) yang ikut merasakan ‘enaknya’ bergabung dengan partai pohon beringin itu tiba-tiba jadi ‘vokal’. Jaket kuning pun diganti dengan lainnya. Mereka hadir mengais berkah di balik indung semangnya.
Nyatanya, setelah proses itu lewat, bunglon politik itu kembali terlibat. Jaket diubah lagi seirama perubahan dinamika politik. Aneka berkah coba dikais lagi demi sebuah kekuasaan.
Tawaran Strategi
Seorang pemimpin yang baik dan bijak, biasanya tidak licik, tentu saja. Ia tentu tidak sekedar memanfaatkan isyu yang beredar (meskipun betapa pentingnya isyu itu), untuk mengais kepentingan.
Memang secara komunikasi, hal itu bisa saja tepat. Ia sanggup menawarkan sebuah tema yang ‘eye cathing’, menarik perhatian. Ia sukses meraup untung. Memang, secara etika politik, hal itu bisa diterima kalau sekedar dijadikan ‘pintu masuk’. Hanya saja, pintu masuk itu harus diikuti dengan tawaran strategi yang lebih cerdas. Jelasnya, kejelekan orang sebelumnya dijadikan titik berangkat untuk menjadikan sesuatu yang lebih baik. Strategi baru ditawarkan sehingga suatu saat, rakyat mengamini perubahan itu oleh hasil yang dinikmati.
Sayangnya, yang kerap terjadi lain. Tidak sedikit ‘pemimpin’ yang bukan pemimpin. Mereka begitu antusias mengutuk kejahatan tetapi lupa menawarkan alternatif hal mana sangat merugikan. Sebaliknya, akan lebih cerdas, ketika mengikuti pepatah Cina yang lebih suka menyalakan lilin (tawaran solusi) daripada mengutuk kegelapan (Better to light a candle than to curse the darkness).
Sikap cerdas inilah yang dinantikan dari para kandidat bupati Lembata. Bila ada noda, maka hal itu tidak selesai di situ. Ia adalah ‘warisan’ lama yang patut kita terima bahwa sudah terjadi di masa lalu dan tentu saja kita setuju untuk diproseskan secara tepat. Kita tidak bisa mendiamkannya begitu saja.
Namun tantangan di depan lebih banyak. Kita hidup di era baru yang butuh strategi pemikiran yang lebih proaktif (bukan reaktif), seperti yang pernah diucapkan oleh Abraham Lincoln: As our case is new, we must think and act anew (Karena kasus kita baru, maka kita mesti berpikir dan bertindak sekali lagi). Inilah tekad yang mesti dimiliki oleh siapa pun yang ingin maju menjadi pemimpin Lembata.
Pada sisi lain, rakyat yang kini menjadi pemegang keputusan akhir memilih pemimpin, sudah lebih cerdas dari sang pemimpinnya. Mereka akan sangat selektif mencari pemimpin sejati, yang tidak hanya mengutuk kegelapan tetapi menyakan lilin dan bahkan menjadi lilin itu sendiri. Selamat bertanding.
Sumber: Pos Kupang, 22 Januari 2011
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!