Tenaga Ahli (A-558) DPR RI
GURU merupakan salah satu bahasan strategis tatkala membicarakan kualitas pendidikan di Indonesia. Pro-kontra antara pemerintah, DPR, masyarakat, dan pihak-pihak terkait beberapa waktu lalu, soal perlu tidaknya Ujian Nasional (UN) sebagai satu-satunya penentu kelulusan dan bukan sarana pemetaan standar mutu, juga tetap menempatkan guru sebagai salah satu isu krusial pembahasan.
Panitia Kerja UN Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, misalnya, pernah menyinggung sekilas titik lemah UN dan guru sebagai salah satu isu penting. Bahwa standar mutu pendidikan belum sama antar satuan pendidikan, antar daerah dan antar wilayah, khususnya di luar perkotaan, di daerah tertinggal dan perbatasan akibat kendala (i) ruang kelas, (ii) sarana dan prasarana pendidikan, serta (iii) guru. Di sini, guru masih menjadi isu krusial.
Dua peristiwa penting bagi guru baru saja kita lewati, yaitu Hari Guru ke-17 dan HUT PGRI ke-65 yang diperingati pada 25 November 2010 lalu. Peringatan itu sudah pasti menjadi momentum penting dan strategis bagi guru merefleksikan perjalanan pengabdiannya.
Tentang Guru
Sebagai profesi mulia dan terhormat, guru mengemban tugas strategis dan menentukan dalam ikut membangun peradaban suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan semangat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam Bab I Pasal 1 UU No. 14 Tahun 2005 dan Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan batasan tentang guru. Bahwa yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Era tahun 1960-an, guru dipandang sebagai profesi yang tidak menguntungkan. Tidak bergengsi bahkan menjadi bahan olok-olok masyarakat. Gaji guru tergolong kecil. Tak ayal, kehidupan ekonominya kerap jauh dari layak karena hanya bersandar pada profesinya sebagai guru. Akhirnya, pada saat itu banyak yang beralih profesi menjadi tentara. Pilihan profesi yang itu dipandang lebih terhormat dan bergengsi.
Ahli pendidikan Daoed Yoesoef (1980) menguraikan secara detail tugas pokok guru. Seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, tugas pertama berkaitan dengan logika dan estetika. Sedangkan tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri, dan pengertian tentang diri sendiri.
Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu.
Guru melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.
Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Senada dengan Daoed, WF Connell (1972) menyebut sekurangnya ada tujuh peran guru yaitu: (i) pendidik (nurturer), (ii) model, (iii) pengajar dan pembimbing, (iv) pelajar (learner), (v) komunikator terhadap masyarakat setempat, (vi) pekerja administrasi, dan (vii) peran kesetiaan terhadap lembaga. Meski menyandang tugas dan peran mulia seperti disebutkan di atas, guru saat masih diselimuti berbagai persoalan yang juga menuntut peran pemerintah untuk membenahinya.
Komitmen Pemerintah
Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tahun 2010-2014, disebutkan secara jelas komitmen pemerintah terkait skenario pendanaan pendidikan nasional.
Skenario itu mengacu pada amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) serta melanjutkan fungsi dan tujuan pendidikan yang ditetapkan tahun 2005-2025 yaitu: (i) memperjelas pemihakan terhadap masyarakat miskin (ii), penguatan desentralisasi dan otonomi pendidikan, dan (iii), insentif dan disintensif bagi peningkatan akses, mutu, dan tata kelola pendidikan.
Sejak tahun anggaran 2009, amanat UUD 1945 dan UU Sisdiknas (sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 13 Tahun 2008), telah dipenuhi oleh pemerintah dengan menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Total anggaran pendidikan tahun 2009 mencapai Rp. 207 triliun atau 20% dari APBN sebesar Rp. 1.037 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 4% dan tingkat inflasi 3,5%.
Kemudian APBN Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp. 1.038 triliun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dan tingkat inflasi 5%. Pada 2014 diperkirakan APBN akan mencapai Rp. 1.583 triliun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 7,2% dan tingkat inflasi 4%.
Saat Rapat Dengar Pendapat Menteri Pendidikan Nasional Muhamad Nuh dan jajarannya dengan anggota Komisi X DPR yang juga membidangi pendidikan, dijelaskan proyeksi anggaran bidang pendidikan.
Berdasarkan hasil proyeksi pada tahun 2014, anggaran pendidikan dalam APBN mencapai Rp. 326,73 triliun dengan distribusi Rp. 124,93 triliun merupakan anggaran pendidikan yang ada di dalam anggaran belanja pusat dan Rp. 201,79 trilun yang ditransfer ke belanja daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana otonomi khusus pendidikan, dan dana bagi hasil.
Jika di tingkat pelaksanaan berjalan sesuai harapan dengan pengawasan melekat, maka guru tentu merasa dihargai dalam menunaikan tugasnya. Nama guru, seperti kata syair lagu Hymne Guru, akan selalu hidup dalam sanubari anak didiknya (dan tentu masyarakat). Ia (guru) tetap dikenang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Sumber: Pos Kupang, 25 Januari 2011
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!