Mantan Humas Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Makassar dan biasa bekerjasama dalam aksi anti korupsi bersama Abraham Samad
Seketika ia akrab dengan kita. Sepekan terakhir, wajahnya menghiasi berita utama media massa. Abraham Samad, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru terpilih pada Jum’at (2/12).
Hingga 2015, Abraham menjadi jenderal lapangan yang akan memimpin operasionalisasi perang melawan korupsi yang dipanglimai langsung oleh Presiden SBY selaku Kepala Negara. Abraham memegang posisi penting bagi keberlangsungan agenda pemberantasan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang telah menjadi musuh bersama.
Dan seperti sebelum-sebelumnya, pemilihan ketua KPK selalu menjadi sorotan utama. Banyak tanya menyeruak, adakah anggota DPR memilih murni karena spirit pemberantasan korupsi, atau memilihi karena melihat figur pilihannya mudah mereka kendalikan untuk kepentingan politik.
Pun dengan terpilihnya Abraham Samad, ada yang unik karena sebelumnya ia tidak begitu banyak dikenal dibanding dengan calon pimpinan lainnya seperti Bambang Widjajanto, Abdullah Hehamahua atau Yunus Husein. Komisi III DPR yang membidani soal hukum, memberikan kejutan.
Konfigurasi calon pimpinan KPK dari tangan Panitia Seleksi (Pansel) berubah drastis di Komisi III, Abraham Samad melesat bagaikan kilat, mendapat suara cukup dominan yakni 43 suara. Perolehan ini mengalahkan rivalnya yakni Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 3 suara, dan Adnan Pandu Pradja 1 suara. Abraham mengungguli Komisioner lainnya yang terbilang lebih senior dan sudah populer di mata publik.
"Modal" Ketidakpercayaan
Terpilihnya empat pimpinan KPK yang baru serta terpilihnya Abraham Samad sebagai Ketua, di luar prediksi dan ekspektasi berbagai kalangan. Keterpilihan yang “mendapat modal” sosial ketidakpercayaan. Hal ini dapat kita terjemahkan dari argumentasi tokoh, praktisi, maupun aktifis anti korupsi. Saldi Isra misalnya, mewakili rekan-rekannya di Panitia Seleksi yang telah menjaring calon pimpinan KPK, mengungkapkan nada kekecewaanya secara terus terang. \"Hasil ini mengecewakan Pansel karena DPR tidak memilih berdasarkan peringkat yang dibuat oleh Pansel,\" (Vivanews.com, 2/12/2011).
Kekecewaan juga datang dari internal DPR, Ketua Komisi III, Benny Kabur Harman bahkan curiga jika ada kekuatan ajaib (the invisible power) yang turut andil dalam terpilihnya Abraham.
Bahkan politikus partai Demokrat ini juga menduga ada transaksi gelap yang mengiringi Abraham ke tampuk tertinggi KPK (Inilah.com, 5/12/2011).
Cukup beralasan jika banyak pihak yang kecewa dengan pilihan DPR melalui mekanisme voting tersebut. Pertama, sepak terjang Abraham dalam memberantas korupsi belum begitu banyak terekam, dibanding dengan komisioner lainnya seperti Busyro Muqoddas yang sudah pernah menjabat sebagai Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar, atau Bambang Widjojanto yang merupakan advokat senior di Ibu Kota.
Kedua, sebagaimana hasil rangking Pansel pimpinan KPK yang diisi oleh tokoh independen dan kredibel, hanya menempatkan Abraham di posisi kelima dari delapan calon yang diajukan. Ini artinya, penilaian dari praktisi, cendikiawan dan akademisi serta pengamat tersebut tidak menjagokan Abraham, bahkan untuk duduk sebagai komisoner sekalipun.
Tapi lain di Pansel, lain pula di DPR yang putusannya melalui pertimbangan-pertimbangan politik. Menurut keterangan Nasir Jamil, politikus PKS yang turut memenangkan Abraham, alasan dipilihnya Abraham karena dari segi umur, dia relatif lebih muda sehingga memiliki darah segar progresif, sedangkan komisoner lainya yang senior bisa mengawasi tindak tanduk sang ketua.
Pertimbangan kedua yaitu rekam jejak Abraham yang termasuk bersih. Tinggal di daerah sehingga relatif steril dari hiruk pikuk politik di Ibu Kota. Pertimbangan ketiga, Abraham berkali-kali telah menyampaikan kontrak sosialnya kepad anggota DPR, masyarakat dan media massa bahwa jika dalam waktu satu tahun dia tidak bisa berbuat apa-apa, maka akan mengundurkan diri dan pulang kampung ke Makassar.
Untuk membuktikan keseriusannya, Abraham bahkan mengatakan tak segan menggantung saudara kandungnya jika terbukti korupsi. Di luar pertimbangan politik, janji-janji Abraham inilah yang andil membuat Komisi III DPR yakin.
Pemimpin Berkearifan Lokal
Di tengah gurita korupsi dan bentuk serangan balik koruptor baik melalui cara "lembut" dengan menyuap aparat, maupun cara "keras" dengan mengancam dan mengkriminalisasi, dibutuhkan figur pemimpin yang bisa mengerakkan KPK bekerja secara efektif dan efisien. Kecepatan koruptor dalam konslidasi kekuatan, harus dikalahkan oleh kecepatan aparat KPK dalam menyergap mereka.
Selama ini, kita melihat KPK gamang dengan tarikan-tarikan kepentingan politik atas berbagai kasus yang dibidiknya. Kini, di hadapan pimpinan KPK yang baru juga telah terbentang kasus-kasus besar yang pada periode sebelumnya timbul tenggelam mengikuti irama sorot publik.
Sebutlah misalnya mega skandal Bank Century, yang dalam putusan politiknya, DPR menyatakan terdapat kesalahan pengambilan kebijakan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan kebijakan bailout Bank Century sehingga merugikan negara Rp. 6,7 triliun.
Tak kalah besarnya adalah korupsi Wisma Atlet SEA Games dan korupsi Proyek Hambalang yang melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Nazaruddin dan sejumlah nama yang cukup resisten. Kasus besar ketiga adalah cek pelawat yang melibatkan banyak koruptor kelas kakap karena berasal adri pemilik power (kekuasaan).
Jelang pesat demorkasi pemilu dan pilpres 2014, posisi KPK tentu juga menjadi penting untuk berada di garis demarkasi yang tegas. Memisahkan diri dari ranjau-ranjau kekuasaan sehingga tidak mudah dilemahkan atau bahkan menjadi alat politik skelompok orang untuk kepentingan kekuasaan.
Oleh karenanya, di pundak anak muda inilah harapan untuk dapat menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang merugikan uang negara triliunan rupiah, kini bergantung. Bara penyelesaian kasus-kasus besar yang diduga melibatkan petinggi negeri dan kader parpol harus dinyalakan. Bara yang sangat dinanti publik. Abraham harus mampu menggerakkan timnya secara kolektif, bergerak sesuai road map KPK yang menjadi agenda bersama.
Sebagai putra Bugis-Makassar, darah dengan karakter kepemimpinan getteng (tegas dan konsisten), dan warani (berani) tanpa tedeng aling-aling sebagaimana diperlihatkan saat mengikuti fit and propert test di DPR, harus diimplementasikan dalam menjalankan KPK hingga tahun 2015 mendatang.
Abraham telah memancang tiang siri’ (malu) melalui janjinya-janjinya. Abraham harus memegang prisip kearifan lokal yang dijunjung tinggi dalam budaya Bugis-Makassar yang dikenal "garang". Lempu ada-adanna (lurus kata-katanya), dan taro ada taro gau (selarasnya ucapan dan perbuatan). Jika tidak mampu, konsekuensinya adalah siri’ (malu) atas janji yang sudah direkam oleh memori publik. Masyarakat akan menagih gau’ pemimpin termuda dalam sejarah KPK ini. Akhirnya, selamat bekerja. Ringkus dan habisi perampok uang rakyat!
Sumber: detik.com, 9 Desember 2011
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!