Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata untuk membuka penyeberangan feri trans Lewoleba-Wakatobi, Sulawesi Tenggara semakin tak jelas.
Pelayaran yang disubsidi pemerintah Rp 300-an juta itu beberapa kali tunda diduga karena kondisi cuaca yang buruk.
Bahkan ada berbagai informasi berkembang, gelombang laut sepanjang tahun di Laut Flores, tidak nyaman untuk penyeberangan feri.
Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun juga belum mengetahui kapan penyeberangan perdana itu dimulai.
Meski demikian, Mado Watun mengingatkan agar pembukaan pelayaran itu tidak mengecewakan masyarakat Lembata.
"Saya hanya ingatkan, jangan sampai akan kecewakan masyarakat," kata Mado Watun.
Kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (13/9/2012), Mado Watun ragu dengan rencana buka pelayaran Lewoleba-Wakatobi bisa bermanfaat untuk masyarakat.
Keraguan wabub terutama soal masalah teknis, yakni bagaimana masyarakat diangkut dan sampai di sana. "Apakah feri melepas pedagang di sana. Sampai semuanya dagangan laku terjual, baru pulang?" tanya Mado Watun.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah warga asal Lembata di Jakarta menilai, rencana peluncuran KMP Feri Ile Boleng tujuan Lewoleba-Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada Juli 2012 merupakan proyek menghambur-hamburkan uang rakyat karena tak membawa manfaat ekonomi.
"Saya pikir sangat cerdas DPRD Lembata secara kelembagaan menolak dan membatalkan rencana tersebut. DPRD mesti berempati kepada masyarakat dan daerah itu karena masih dililit sejumlah persoalan substansial, seperti minimnya pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, pemenuhan kebutuhan air minum, kesehatan dan gizi masyarakat," ujar Ansel Deri melalui press release yang diterima Pos Kupang, Minggu (24/6/2012).
Menurutnya, jika sekali pelayaran feri Pemkab Lembata mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp 50 juta, misalnya, berapa banyak uang rakyat yang terbuang? Lalu apa yang diharapkan dari pelayaran itu? Pemkab Lembata harus berpikir realistis dan rasional karena akan lebih banyak membawa mudarat ketimbang manfaatnya.
"Saya tidak percaya biaya operasional sekali jalan hanya Rp 25 juta. Nah, kalau sekadar jual hasil pertanian seperti sayur-mayur atau umbi-umbian ke Wakatobi, sangat aneh," jelas Ansel.
Menurutnya, Pemkab Wakatobi mengonsumsi hasil-hasil pertanian di wilayah Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan. Juga di luar dua kecamatan tersebut, yakni Kacamatan Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Timur, Binongko, dan Togo Binongko. "Artinya, warga Wakatobi tak perlu susah payah beli jauh-jauh dari Lembata," jelas Ansel.
Sumber: Pos Kupang, 18 September 2012
Ket foto: Wakil Bupati Viktor Mado Watun dan Bupati Eliaser Yentjie Sunur
Sumber foto/repro: www.hurekmaking.blogspot.com
Ket foto: Wakil Bupati Viktor Mado Watun dan Bupati Eliaser Yentjie Sunur
Sumber foto/repro: www.hurekmaking.blogspot.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!