Headlines News :
Home » » Servulus Bobo Riti: Pemerhati Buruh Migran Indonesia

Servulus Bobo Riti: Pemerhati Buruh Migran Indonesia

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, August 27, 2015 | 5:17 PM

Perjumpaan dengan orang-orang desa mengantarnya menggeluti isu buruh migran. Gelar doktor ia raih setelah merampungkan studi dari Universitas Indonesia. “Gereja bisa mendirikan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Swasta Indonesia,” ujarnya.

KABUPATEN Flores Timur dan Lembata, dikenal sebagai daerah asal buruh migran di luar negeri. Banyak warga menjadi buruh migran di Malaysia, Singapura, Thailan, India, Brunai Darussalam, Jepang, dan lain-lain. Umumnya, mereka bekerja di perusahaan pemerintah maupun swasta, bahkan menjadi asisten rumah tangga.

Rupanya, fenomena masyarakat yang merantau ke negeri orang ini menarik simpati Servulus Bobo Riti. Ketika masih menjadi mahasiswa di Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT, Servulus memilih Desa Oka di Flores Timur sebagai tempat Kuliah Kerja Nyata (KKN). Selama masa KKN, Februari-April 1995, Servulus mencatat ada sekitar 65 persen warga desa itu, terutama laki-laki, bekerja di Sabah, Malaysia. “Hampir semua warga pernah atau sedang bekerja di Malaysia. Ini terjadi turun temurun,” kata Servulus.

Usai kuliah, Servulus mendapat kesempatan sebagai tenaga pendamping dalam World Partner Program dari Canada World Youth yang bekerjasama dengan Unity Service Indonesia. Selama satu tahun, Servulus bersama sekitar 16 pemuda Kanada, ia melakukan pendampingan identifikasi dan penetapan program prioritas masyarakat di Solor, NTT. “Saya amati, sebagian besar warga desa juga merantau ke Malaysia. Dalam relasi keseharian, hampir tidak pernah dikenal sebutan TKI, kecuali merantau,” ujarnya menjelaskan. Ketertarikan Servulus mendalami isu seputar buruh migran terus berlanjut. Belum lama ini, ia berhasil mempertahankan disertasi yang bertajuk: “Jaringan Sosial Pekerja Migran Asal Lembata di Sabah, Malaysia”, di Universitas Indonesia.

Negara Alpa

Melalui disrtasi itu, Servulus mengemukakan, ada tiga faktor yang mendorong masyarakat menjadi buruh migran. Pertama, keterbatasan sumber daya alam; kedua, kemiskinan struktural sebagai faktor pendorong dari dalam negeri; dan ketiga, kesempatan mendapat akses pekerjaan dengan upah yang besar, sehingga orang bekerja di luar negeri. Motivasi orang umumnya ingin memperbaiki taraf hidup sosial ekonomi, karena tersiar kisah sukses beberapa buruh migran,” kata suami Korry Tetty Juita Nababan ini.

Menurut dia, ada imbas positif dan negatif yang timbul dari keputusan masyarakat menjadi buruh migran. Sisi positif, ada perubahan wajah pembangunan kampung atau desa para buruh migran. Bangunan fisik milik warga diperbagus hasil dari kerja di luar negeri. Siklus usaha mikro seperti kios dan ojek bertumbuh. Kemudian anak-anak bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi.

Namun ada juga sisi negatifnya, antara lain relasi sosial antaranggota keluarga semakin longgar dan tak terkontrol. Anak-anak tumbuh tanpa kasih sayang ayah atau ibu di samping mencuatnya kasus perceraian, perselingkuhan. Potensi tenaga kerja lokal yang terampil bekerja di ladang atau sawah semakin berkurang. Belum lagi, kalau sudah kembali dari rantau, gaya hidup bebas dan penyakit tertentu, semisal HIV/AIDS, pun dibawa ke kampung asal.

Servulus menilai negara gagal dalam mencari solusi mengurangi dampak negatif ini. “Saya menemukan, negara alpa atau tidak sunguh hadir  di daerah sumber buruh migran. Negara jauh sekali. Ini pengalaman saya tinggal di Flores Timur dan Lembata,” ujar Servulus memaparkan.

Menurut Servulus, kesempatan kerja di dalam negeri belum cukup menampung angkatan kerja yang tersedia. Negara kurang mampu menjamin ketersediaan lapangan kerja di daerah dan mendorong warga mengadu nasib ke luar negeri. “Saat ini, terdapat sekitar enam ribu tenaga kerja yang bekerja di luar negeri. Mereka mayoritas pekerja informal,” katanya.

Peran Gereja

Mengacu di Lembata dan Flores Timur sebagai basis penelitian disertasinya, Servulus berharap Gereja Katolik proaktif dan menjadi mitra bagi buruh migran. Menurut dia, dalam hal pemberdayaan buruh migran, Gereja bisa membangun unit pelayanan sosial dengan membentuk Lembaga Penyiapan dan Pelatihan Calon Buruh Migran, seperti Balai Latihan Kerja atau yang lain. Bahkan, Gereja bisa  mendirikan perusahaan pengerah tenaga kerja. “Tentu saja Gereja tidak berbisnis dan tak bisa terjun langsung, tapi bisa melalui model penyelenggaraan sekolah Katolik,” kata Servulus.

Ayah dua anak ini berpendapat, konsepsi “Gereja adalah umat dan umat adalah Gereja” bagi buruh migran sudah terbangun. Hal ini bila dilihat dalam lingkup buruh migran asal Flores Timur dan Lembata. Gereja Katolik di Flores sudah membangun kerjasama dengan Gereja Katolik Sabah dalam hal pelayanan iman. Tapi, kebijakan tersebut mengalami banyak rintangan, karena lintas negara. Masing-masing negara memiliki kebijakan nasional sendiri dalam urusan agama.

Servulus berharap, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bisa mendorong isu ini kepada Presiden RI agar membahas secara khusus dengan pemerintah Malaysia. Kedua negara membuat kebijakan agar memungkinkan pelayanan pastoral kepada buruh migran Katolik asal Indonesia yang bekerja di Malaysia. Selain itu, mimbar Gereja dapat dijadikan sarana sosialisasi bagi umat yang akan bekerja sebagai buruh migran. “Gereja juga harus hadir di tengah umat melalui sosialisasi tentang buruh migran”. Servulus berupaya menjadi mitra bagi para buruh migran. Siapkah Gereja Katolik Indonesia menjadi inspirasi perjuangan iman buruh migran Katolik?

Servulus Bobo Riti

TTL     : Karuni, Sumba Barat, 23 Desember 1968
Istri      : Korry Tetty Juita Nababan, SH, M.Si

Anak-anak:
·      Markus Bonfilio Emilyano Malo Kony Riti
·      Antonia Yolanda Loru Bela Riti

Pendidikan
·      SD Katolik Tambolaka, Sumba Barat
·      SMP Negeri Laratama, Sumba Barat
·      SMA Manda Elu, Sumba Barat
·      Jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas Nusa Cendana Kupang
·      S-2 Unika Widyamandira Kupang
·      S-3 Fisip UI Jurusan Sosiologi Ekonomi; Keahlian Migrasi Internasional

Pekerjaan
·      Kepala Sub Bagian Program Data dan Evaluasi Perpustakaan NTT
·      Analis Perjanjian Internasional Bidang Kerjasama Bilateral Setjen Depnakertrans RI
·      Kepala Seksi Kerjasama Bilateral Kawasan Amerika BNP2TKI
·      Kepala Seksi Kerjasama Multilateral Kawasan Asia Pasifik BNP2TKI
·      Kepala Subdirektorat Kerjasama Multilateral BNP2TKI
·      Kepala Sub Direktorat Kerjasama Kawasan Asia Pasifik dan Amerika BNP2TKI 
Sumber: HIDUP Edisi No. 37 tanggal 30 Agustus 2015
Ket foto: Servulus Bobo Riti (1) bersama buruh migran (2) di Lahad Dato, Malaysia.
Foto: dok. pribadi
SEBARKAN ARTIKEL INI :

2 comments:

  1. Teman, tks atas publikasinya. Sebenarnya, saya tidak punya apa apa...Saya hanya memiliki harapan untuk bisa berkontribusi lebih baik buat negara bangsa dan gereja...Maaf, tentang foto (1) saat menjadi anggota delegasi Pemerintah Indonesia dalam Pertemuan Tingka Menteri Luar Negeri Indonesia dan Kanada, Agustus 2013 di Ottawa, Canada... Foto (2) bersama beberapa TKW / PLRT di Penang, sekitar April 2012... Adapun yang foto bersama TKI di Lahad dato tidak tampak ya...Salam dan Tuhan Yesus memberkati kita semua...

    ReplyDelete
  2. Bro, makasih kembali. Saya sesungguhnya bangga telah menjadikan Lembata sampel penelitian tesis doktoralnya. Cerita lepas berdua menarik dan saya niatkan menulisnya di Mingguan HIDUP, dan bisa diakomodir redaksi. Semoga Lembata jadi pusat perhatian BNP2TKI dalam setiap kebijakan terkait buruh migran. Salam n sukses selalu. Tuhan berkati keluargamu dan semua usahanya.

    ReplyDelete

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger