Headlines News :
Home » » Pergilah Jauh, Wakil Rakyatku...

Pergilah Jauh, Wakil Rakyatku...

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, September 19, 2012 | 10:17 PM

Oleh Fakhrunnas MA Jabbar
Dosen Program S2 Komunikasi Politik UMJ/ UMRI

Pergilah kau.. pergi dari hidupku...

PETIKAN lirik lagu Pergilah Kau yang disenandungkan Sherina boleh jadi merepresentasikan kemuakan rakyat pada para wakilnya di Senayan. Tak habis-habis ulah dan tingkah sebagian anggota parlemen itu yang amat jauh dari harapan rakyat. Untuk urusan yang menguntungkan dirinya, para wakil rakyat berjuang mati-matian meski muncul penolakan rakyat di sana-sini. Sebutlah rencana pembangunan Gedung DPR yang baru dengan biaya cukup besar.

Belum apa-apa, muncul pula "penghamburan" uang rakyat untuk rehabilitasi ruang rapat Banggar, toilet, pengharum ruangan hingga pembuatan kalender khusus yang menelan biaya fantastis. Di luar perhitungan rasional dan pantas. Soal ruang Banggar itu akhirnya difungsikan juga setelah melalui penekanan anggaran terutama mebeler yang diganti dengar buatan dalam negeri.

Begitu pula gaya hidup sebagian anggota dewan yang bermewah-mewah dengan fasilitas mobil dan rumah. Mobil mewah sejenis Hammer dan Harrier serta mobil sporty seharga miliaran rupiah. Audit atas harta kekayaan sebagian wakil rakyat itu begitu melonjak drastis dalam satu-dua tahun sejak dilantik. Apalagi ada temuan terbaru ditemukannya rekening sejumlah anggota dewan yang mencapai Rp2 triliun. Luar biasa...

Di tengah-tengah negeri ini begitu giat memberantas korupsi, sejumlah anggota dewan terjerat dalam jaring-jaring KPK. Oknum anggota dewan ternyata terlibat pula dalam Mafia Anggaran. Ikuti saja persidangan kasus M Nazaruddin dan Mindo Rosalinda yang menyeret nama-nama sejumlah politisi, anggota dewan dan menteri.

Bahkan "nyanyian" Nazar dan Mindo kian nyaring menembus langit-langit singgasana Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat. Kesaksian demi kesaksikan mengungkapkan ada "uang panas" yang mengalir dan dibagi-bagikan untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung. Pemeriksaan terhadap Anas pun terus dilakukan oleh KPK guna menguak keterlibatan politisi itu.

Di tengah kerunyaman situasi, muncul pula hasil survei Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang menempatkan DPR sebagai institusi terkorup di Tanah Air. Indikasinya tentu tak susah karena puluhan wakil rakyat (yang mestinya terhormat) itu justru terbukti bersalah oleh pengadilan: telah berperangai korup yang merugikan uang negara.

Rakyat kini semakin pintar dan kritis menyikapi semua stuasi dan kondisi. Penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang "menyimpang" cepat-cepat direspons dan diperingatkan. Rakyat tak mudah lagi dibohongi karena sudah terlalu lelah dengan janji-janji busuk. Sementara para penyelenggara negara tersebut mempertontonkan kemewahan yang diperoleh dari hasil korupsi. Semua orang tahu, berapa sebenarnya gaji bulanan mereka. Andai kekayaan yang didapatkan melampaui batas logika, patut dicurigai ada some things wrong dalam perolehan harta itu.

Begitu pula, rakyat sangat jijik pada penyelenggara negara yang berbohong. Tak mengakui kesalahan yang dibuat terkait tugas dan wewenangnya. Bisa dimafhumi ketika kesaksikan Angelina "Angie" Sondakh dalam sidang kasus Nazar di Pengadilan Tipikor membantah tuduhan Nazar, hampir semua rakyat berang dan sakit hati. Sekelompok kaum perempuan sampai menggelar demonstrasi di depan kantor KPK dengan membentangkan spanduk: "Jangan Berbohong, Angie."

Bagaimana tidak, Angie membantah punya Blackberry (BB) sebelum tahun 2010. Sementara, foto-foto yang diabadikan para wartawan dan dimuat di media massa memperlihatkan Angie menggunakan BB. Bahkan komunikasi yang dilakuklan Angie dengan sejumlah kerabat dan wartawan pada masa itu justru sudah menggunakan BB.

Tapi kini, Angie harus mempertanggungjawabkan semua tindakan dan pernyataannya di depan Pengadilan Tipikor karena sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pula. Biarlah hukum yang bicara dalam menguak kebenaran yang sesungguhnya.

Para wakil rakyat yang bernaung di bawah Gedung Senayan itu mestinya sadar diri atas keberadaan mereka di sana setelah mendapat legitimasi rakyat melalui Pemilu. Dukungan rakyat yang muncul pada masa-masa jelang Pemilu itu justru disebabkan adanya ekspektasi yang besar dari rakyat agar negeri ini bisa maju dan berkembang sebagaimana bangsa-bangsa lain.

Tapi sikap sebagian wakil rakyat yang kontraproduktif dengan harapan publik itu secara langsung mencoreng citra instituasi yang semestinya bermartabat tinggi itu. Amat pantas sikap geram yang ditunjukkan artis senior, Pong Harjatmo, beberapa tahun lalu dengan memanjati kubah gedung DPR RI dan menulisnya besar-besar: Jujur, Adil, Tegas.

Belum lagi kasus-kasus amoral yang diketahui publik dilakukan oleh sejumlah oknum wakil rakyat Senayan. Terlalu panjang untuk mengurai senarai nama-nama dan kasus kejadiannya. Untuk menyebut beberapa nama saja yang sudah populer di pendengaran publik seperti kasus Yahya Zaini dan Max Moein yang berujung pada pemecatan atau pengunduran setelah disidang oleh Badan Kehormatan DPR.

Masih di depan mata, "perang dingin" antara DPR versus KPK tampaknya terus saja berlanjut. DPR yang mengesahkan UU tentang KPK dan secara prosedural melakukan fit and proper test bagi kandidat-kandidat Ketua serta Dewan Komisoner seakan-akan menyesal sendiri. Sebab, KPK yang sengaja menempatkan diri independen dan terbebas dari intervensi kekuasaan, justru tak peduli dengan siapa pun yang ditengarai korup, tak peduli para oknum anggota DPR sendiri.

Akibatnya, bermacam-macam cara upaya dilakukan DPR untuk mengerdilkan "kekuasaan dan kewenangan" lembaga antikorup itu sehingga kian tak bertaji dan bernyali. Salah satu sikap DPR yang memperlihatkan ketidak-cocokan terhadap KPK ketika KPK mengajukan pembangunan gedung baru sejak tahun 2008 namun tak kunjung ketuk palu. Terkesan, sikap wakil rakyat ini ingin memperlihatkan pada publik, KPK juga mesti tunduk pada kekuasaan yang mereka miliki.

Sikap "apriori" wakil rakyat terhadap institusi dan penyelenggara KPK itu malah membuat antipati rakyat semakin besar. Hal ini berakibat terhadap penurunan citra lembaga DPR terus-menerus. Diperlukan perubahan besar dan kesadaran yang luar biasa untuk mengembalikan DPR pada khitah semula (on the right track). Kepada siapa lagi rakyat bisa berharap bila DPR sebagai perwakilan resmi rakyat justru menikam sendiri amanah dan janji-janji politiknya yang terdengar merdu pada masa-masa kampanye.
Sumber: Jurnal Nasional, 19 September 2012
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger