Direktur Program Imparsial;
Pengajar Universitas Al Azhar & Paramadina
Penembakan misterius terhadap anggota polisi
akhir-akhir ini meningkat. Sejak Juli 2013 tercatat lima aksi penembakan,
rata-rata berlangsung di Jabotabek. Pelaku sepertinya tak lagi takut menjadikan
aparat penegak hukum sebagai target.
Meningkatnya aksi penembakan terhadap polisi tentu keprihatinan kita bersama. Ia tak hanya teror terhadap polisi, juga serangan terhadap institusi penegak hukum dan rasa aman masyarakat. Polisi yang tugasnya melindungi masyarakat saja rentan jadi sasaran, apalagi orang biasa. Lagi pula, sebagian besar pelaku belum juga tertangkap.
Motif teror
Berbagai spekulasi mengenai pelaku dan motif di
balik aksi itu sudah disampaikan banyak pengamat. Sebagian besar cenderung
mengarahkan bahwa pelaku ialah teroris dari jaringan kelompok radikal ideologi
agama yang hendak balas dendam kepada polisi. Tindakan polisi melalui Densus 88
dalam membongkar, menangkap, dan memburu jaringan teroris tersebut menjadikan
polisi sebagai target balas dendam.
Pandangan itu tentu bisa saja benar. Namun, membangun
kesimpulan demikian masih terlalu dini dan cenderung terburu-buru, khususnya
terhadap aksi penembakan polisi di depan Gedung KPK. Pandangan itu cenderung
membatasi kemungkinan pelaku dari kelompok lain dengan motif yang berbeda.
Apalagi penyelidikan oleh polisi sendiri masih berlangsung.
Penembakan terhadap polisi bisa dilakukan siapa
saja. Jika urusannya berkaitan dengan kerja polisi, polisi tak hanya berurusan
dengan kelompok teroris, tapi juga dengan sindikat narkotika dan pelaku
kriminal lainnya. Maka, terbuka kemungkinan pelaku itu aktor lain dengan tujuan
yang lain pula.
Motif tindakan terorisme jangan selalu
disimplifikasi agama belaka. Pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa
aksi terorisme bisa juga dilatari motif etnonasionalisme seperti yang dilakukan
kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam atau Macan Tamil. Cara-cara teror
kadang-kadang digunakan pula dalam perang bisnis narkotika seperti dalam perang
kartel narkoba di Meksiko.
Selain itu, aksi teror tidak selalu dilakukan aktor nirnegara.
Bisa dilakukan aktor negara atau kelompok masyarakat, tetapi disponsori negara.
Terorisme negara atau pemerintahan teror pernah masif terjadi di masa Perang
Dingin. Dalam bentuk rezim pemerintahan totaliter, teror negara di masa Perang
Dingin ditujukan untuk menghadapi kelompok oposisi.
Indonesia sendiri mengalami era pemerintahan teror
di masa Orde Baru. Negara melalui aparatusnya waktu itu mempraktikkan aksi
teror terhadap masyarakat: penculikan, pembunuhan, dan penembakan misterius.
Tujuannya melanggengkan rezim Soeharto.
Meski pada saat ini sistem politik kita demokrasi,
bukan tak mungkin terorisme bisa berlatar politik, etnonasionalisme, ideologi,
agama, atau kriminal. Aksi terorisme dengan motif apa pun selalu menggunakan
kekerasan secara sistematik untuk menimbulkan rasa takut yang meluas. Ia tidak
menjadikan korban sebagai sasaran yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai
taktik mencapai tujuan.
Dengan demikian, terlalu terburu-buru menyimpulkan
bahwa pelaku penembakan anggota polisi, khususnya yang terjadi di depan Gedung
KPK, adalah kelompok teroris lama dan bermotifkan agama. Pernyataan Wakapolri
Oegroseno agar Polri jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa pelaku
aksi teror adalah kelompok radikal lama adalah tepat.
Kesimpulan yang pasti mengenai siapa pelaku dan apa
motif tentu hanya bisa diperoleh jika pelaku tertangkap. Dari sini polisi bisa
mengungkap pelaku dan motif yang sebenarnya.
Polisi hingga kini tak kunjung berhasil menangkap
pelaku aksi-aksi penembakan itu, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK.
Padahal, jika itu terorisme berbasis agama, polisi biasanya mudah dan cekatan
menangkap para pelakunya. Polisi kali ini tampaknya menghadapi pelaku yang
terlatih dan lebih profesional.
Pelaku profesional
Terlatih dan profesional? Ya, sasaran penembakan itu
sedang bergerak. Terhadap yang begini dibutuhkan keahlian khusus. Pelaku juga
sangat selektif memilih target, dilakukan pada malam hari, sebagian besar
terjadi di sekitar Jabotabek, serta menggunakan senjata api dan kendaraan
bermotor. Pelaku juga tampaknya pandai bersembunyi.
Penembakan anggota polisi di depan Gedung KPK
menunjukkan pelaku tidak hanya memiliki kemampuan teknis menggunakan senjata
api, tetapi juga andal dan profesional. Teroris bermotif agama biasanya hit and
run. Pada kasus ini, pelaku memiliki mental luar biasa "dingin":
sebelum pergi dengan tenang memastikan bahwa korban telah tewas.
Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah sudah
sehebat itukah jejaring terorisme bermotif agama menggunakan senjata api dan sudah
semakin pandaikah mereka bersembunyi sehingga Densus 88 kesulitan melacak?
Kita tentu pantas khawatir. Berlarut-larutnya
pengungkapan kasus ini akan menjadi teror berkepanjangan. Tidak hanya terhadap
aparat polisi, tapi juga masyarakat umum sebab penembakan seperti itu bisa saja
terus berulang. Apalagi dalam waktu dekat ini kita akan memasuki bulan-bulan
panas menjelang Pemilu 2014.
Dalam menghadapi aksi teror kali ini, Polri
tampaknya perlu dan harus membuat langkah penanganan yang lebih komprehensif.
Mulai dari deteksi dini dengan peningkatan jejaring intelijen yang lebih baik
dan luas hingga aksi penindakan yang lebih profesional dan proporsional
menangkap para pelaku.
Lebih dari itu, pengungkapan kasus ini juga sangat
membutuhkan dukungan dan kemauan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tanpa dukungan presiden, polisi akan mengalami kesulitan di dalam menemukan
para pelaku teror polisi, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK.
Sayangnya, hingga kini presiden minim sekali —kalau tidak ingin dikatakan tidak peduli—
merespons dan menyikapi kasus penembakan beruntun dan sistematis terhadap
aparat kepolisian.
Negara tidak boleh kalah menghadapi tindakan teror
yang dilakukan orang atau organisasi tidak dikenal. Negara harus memastikan
kepada publik bahwa rasa aman masyarakat tetap terjamin. Dengan demikian, siapa
pun pelaku penembakan itu, aparat kepolisian tidak boleh takut mengungkap dan
menangkapnya.
Sumber: Kompas, 30 Oktober 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!