Setelah terus
melakukan intimidasi terhadap korban agar mau disetubuhi selama enam bulan.
Akhirnya, perilaku bejat aparat yang harusnya melayani dan melindungi
masyarakat ini terungkap. Keluarga korban pun melaporkan para pelaku ke polisi
dan Komnas Perlindungan Anak. Sejauh ini, polisi telah menetapkan lima
tersangka yang terdiri dari dua polisi, yakni Aiptu IGD, Brigadir IN, dua
satpam MN, NN dan satu orang berinisial KK.
Peristiwa ini
sungguh ironis. Bukan hanya karena pelaku perkosa adalah seorang anggota polisi
aktif. Akan tetapi, perkosaan dilakukan secara bergilir dengan di bawah ancaman
dan perbuatan tidak senonoh itu dilakukan di kantor polisi. Hukuman apa yang
pantas bagi pelaku kejahatan moral tersebut?
Komisioner
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah Abdurachman mengaku tengah
melakukan sejumlah langkah untuk menyelidiki sejauh mana kasus pemerkosaan
tersebut tengah ditangani di kepolisian. Dia juga telah menemui para pelaku dan
korban untuk meminta keterangan tentang kejadian tersebut.
Menurut
Hamidah, sampai saat ini penyidik masih kesulitan untuk menemukan bukti-bukti
kuat terhadap kesembilan pelaku yang diduga melakukan tindakan asusila itu. Hal
ini disebabkan, kata dia, para pelaku terkesan saling menutupi ketika
diperiksa.
"Polisi
tidak bisa bekerja hanya berdasarkan pengakuan (korban), harus ada bukti, tapi
ketika disandingkan dengan bukti, polisi masih kesulitan karena diantara sesama
anggota tidak ada yang mengaku. Ketika ditanya mereka terkesan saling menutupi,
sehingga kita sulit, apa betul 9 orang (polisi) melakukan perbuatan cabul
itu," ujar Hamidah saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (7/11).
Kendati
demikian, dia berjanji akan terus mengawasi perkembangan yang terjadi dalam proses
penegakan hukum kasus ini. Dia juga meminta agar penyidik mempertimbangkan
sekecil apapun bukti yang ada dan ditemukan.
"Kata
korban di rumahnya, ada 9 orang dari Polri, apakah 9 melakukan hal sama
(memperkosa), ini butuhkan pembuktian, di sini kesulitannya. Tapi kami meminta,
sekecil apapun bukti harus digunakan," terang dia.
Dia
menegaskan, jika perbuatan ini tak cukup hanya diberikan sanksi etik kepada
para pelaku. Sebab ia yakin, jika kasus ini sudah masuk ke dalam ranah pidana
karena melanggar Undang-Undang (UU).
"Kalau
kita memang itu menyangkut pelanggaran UU harus proses hukum, enggak bisa hanya
dispilin saja. Pelanggaran UU apakah itu KUHP atau perlindungan anak, ya proses
hukum jawabannya," imbuhnya.
Selain karena
alat bukti yang kurang, Hamidah menambahkan, dalam proses pemeriksaan kasus
ini, polisi juga mengalami kesulitan untuk mendalami para pelaku lain. Karena,
lanjut dia, korban IU masih dalam keadaan belum stabil dan masih butuh
perawatan psikologi.
"Masalahnya
mungkin pihak kepolisian ini kurang bukti memang pemeriksaan terhadap korban,
korban merasa belum siap secara mental dengan waktu (pemeriksaan) yang lama,
pertanyaan-pertanyaa yang dirasa menyudutkan, belum siap," pungkasnya.
Diketahui,
Setelah beberapa kali diperkosa, IU ketakutan. Bulan Oktober awal, IU ditelepon
oleh seorang polisi berinisial AU agar datang ke Polsek. Kalau tak datang ke
Polsek, polisi itu mengancam akan menyakiti ABG malang itu.
"IU
datang. Sampai di sana bukan yang telepon itu yang perkosa, tapi temennya yang
lain lagi," kata Zulkifli, paman korban saat berbincang dengan
merdeka.com, Kamis (7/11).
Usai diperkosa
seorang polisi, datang lagi polisi yang mengaku pangkatnya lebih tinggi. Tubuh
IU dipegang-pegang. Dia minta ABG itu menginap di kantor polisi. IU menolak,
tapi polisi tersebut mengancam dan memperlihatkan pistolnya. Irma terpaksa
menurut dan tidur di salah satu ruangan polsek.
"Lalu
sekitar jam 2 dini hari, pelaku berinisial I masuk dalam kamar dan memaksa IU.
IU menolak sambil menangis dan berteriak-teriak, tetapi pelaku bilang tak ada
gunanya teriak karena tak ada yang dengar," lanjut Zulkifli.
Setelah
memperkosa tiga kali, polisi itu meninggalkan IU dalam keadaan menangis dan
tanpa busana.
Sumber: Merdeka.com,
8 November 2013
Ket foto
ilustrasi: google.co.id
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!