Penasehat
Hukum tersangka Ipi Bediona, Petrus Bala Pattyona menegaskan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) kliennya harus batal
demi hukum. Pasalnya alat-alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHP adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Petrus
dalam siaran persnya yang dikirim kepada floresbangkit.com, di Kupang, Rabu, 22 Oktober 2014 menjelaskan,
permintaanya itu dilontarkan karena keterangan dalam BAP yang digali penyidik
Yandri Sinlaeloe dan diketahui oleh Kasat Reskrim Iptu Abdul Rahman Aba Mean
lebih bersifat sebagai keterangan ahli dan isi BAP lebih berisi permintaan
pendapat Ipi Bediona. Padahal yang bersangkutan bukan seorang ahli yang dapat
memberikan pendapat.
Pendapat atau keterangan ahli hanya dapat diberikan
oleh seorang yang memiliki kealian tertentu dan telah memiliki sertifikasi,
misalnya ahli forensik, ahli hukum pidana, ahli Bahasa, ahli Bedah, apoteker,
ahli keracunan, ahli jalan, ahli konstruksi dan lain-lain.
BAP
tersangka Ipi urai Petrus, hampir seluruhnya meminta tersangka memberikan
pendapatnyaa. Padahal yang harus digali
penyidik itu adalah apa peristiwa hukum, tindak pidananya dan fakta-fakta hukum
seperti apa.
Apalagi
dalam BAP, tersangka pun diminta
bersumpah segala, yang dalam praktek peradilan sumpah untuk memberikan
keterangan sebenarnya tentang apa yang diketahui, dilihat dan dialami hanya
berlaku dalam hal keterangan saksi.
Dari
substansi BAP sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa surat keputusan DPRD Lembata
nomor 2/DPRD kabupaten Lembata/2014 tentang Pendapat DPRD terhadap dugaan
pelanggaran pelaksanaan peraturan Perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati
Lembata ada dua versi:
Pertama:
versi yang diserahkan oleh Simon Geletan Krova, Frans Limawai, dan Yoseph Meran
Lagaor pada tanggal 26 Maret 2014.
Versi
kedua adalah surat yang rencananya akan
diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) tanggal 19 Maret 2014 yang disimpan oleh
Burhanudin Kia yang juga sekretaris dewam yang semestinya diserahkan ke MA
tanggal 19 Maret 2014 tetapi tidak jadi diserahkan karena pada saat hendak
diserahkan ke MA tim yang terdiri dari Yoseh Meran Lagaor, Simon Geletan Krova,
ipi bediona, Frans Limawai, Sulaiman Syarif dan didampingi oleh Burhanudin Kia dan
Gaspar Lili Lazaren terjadi perbedaan dalam tim sehingga penyerahan okumen
ditunda.
Karena
penyerahan dokumen ke MA ditunda maka ada dokumen yang dipegang oleh Burhanudin
Kia, sementara pemilik dokumen berdasarkan keputusan bersama dari pimpinan DPRD
dalam hal ini Yohanes Derosari menugaskan Frans Limawai dan Ipi Bediona untuk
mereivisi dan memvinalisasi. Setelah direvisi selanjutnya dokumen diserahkan ke
MA dan atas perubahan tersebut Ketua DPRD menyatakan terima kasih.
Revisi
secara substansial atau materi keputusan DPRD nomor 2 tersebut sesungguhnya
tidak ada, karena yang direvisi adalah bagian pertimbangan dengan menyebut dan
merujuk pasal-pasal secara tegas dalam berbagai undang-undang dan bagian rekomendasi yang semula ada kata
dugaan tetapi dihilangkan.
Misalnya
kalimat sebelum diubah adalah: “bupati
Eliazer Yentji Sunur telah melakukan pelanggaran terhadap sumpah/janji jabatan
bupati, tugas dan wewenang, kewajiban bupai dan larangan terhadap bupati
sebagaimana diatur dalam pasal 110 ayat 2, pasal 25, pasal 27, pasal 28
Undang-undang nomor 32/2004 tentang pemerintahan daerah” yang sebelumnya hanya ditulis: patut diduga
adanya pelanggaran peraturan Perundang-undangan oleh kepala daerah,
Dokumen
pembanding yang dinilai penyidik dan dibandingkan sebagai surat palsu adalah dukumen yang dipegang
Burhabudin Kia yang sudah direvisi atas perintah ketua DPRD dan secara
kelembagaan telah diserahkan kepada MA.
“Dengan
demikian dokumen mana yang palsu dan apanya yang palsu kalau DPRD hanya membuat
satu dukumen sementara yang dipegang Burhanudin telah direvisi atas perintah
Ketua DPRD,” tulis Petrus.
Sementara
substansi tidak ada perubahan. Apalagi
yang dipersoalkan?. Soal nomor urut tanda tangan dewan, selain itu batal demi
hukum BAP tersangka Ipi karena keterangannya lebih bersifat sebagai pendapat
atau keterangan ahli.
Miisalnya
tersangka diminta pendapatnya soal perubahan dokumen uji pendapat, pendapat
tentang keputusan tanpa paripurna, pendapatnya tentang apa arti kata
finalisasi, tentang kata penyempurnaan seolah
tersangka itu adalah ahli bahasa.
Berdasarkan
analisa tersebut, BAP tersangka Ipi Bediona harus dinyatakan batal demi hukum
dan kejaksaan harus menolaknya karena selain BAP yang cacat prosedur dalam
mengambil keterangan Ipi bediona, cs juga apa yang dilakukan mereka atas nama
lembaga dan menurut Undang Undang MD3, tanggung jawab hukum kedalam dan keluar
adalah Pimpinan DPRD. Apalagi yang dilakukan oleh anggota DPRD tersebut adalah
menjalankan perintah.
Karena
kemampuan akademis penyidik dibawah standard maka diusahakan dalam waktu satu
bulan harus tidak berada di Lewotanah karena perbuatan- perbuatan dalam
menjalankan kewenangan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Oni)
Sumber: floresbangkit.com, 23 Oktober 2014
Ket foto: Petrus Bala Pattyona

0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!