Headlines News :
Home » » BAP Tersangka Ipi Bediona Harus Batal Demi Hukum

BAP Tersangka Ipi Bediona Harus Batal Demi Hukum

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, October 23, 2014 | 5:45 PM

Penasehat Hukum tersangka Ipi Bediona, Petrus Bala Pattyona menegaskan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)  kliennya harus batal demi hukum. Pasalnya alat-alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Petrus dalam siaran persnya yang dikirim kepada floresbangkit.com, di Kupang,  Rabu, 22 Oktober 2014 menjelaskan, permintaanya itu dilontarkan karena keterangan dalam BAP yang digali penyidik Yandri Sinlaeloe dan diketahui oleh Kasat Reskrim Iptu Abdul Rahman Aba Mean lebih bersifat sebagai keterangan ahli dan isi BAP lebih berisi permintaan pendapat Ipi Bediona. Padahal yang bersangkutan bukan seorang ahli yang dapat memberikan pendapat.

Pendapat  atau keterangan ahli hanya dapat diberikan oleh seorang yang memiliki kealian tertentu dan telah memiliki sertifikasi, misalnya ahli forensik, ahli hukum pidana, ahli Bahasa, ahli Bedah, apoteker, ahli keracunan, ahli jalan, ahli konstruksi dan lain-lain.

BAP tersangka Ipi urai Petrus, hampir seluruhnya meminta tersangka memberikan pendapatnyaa. Padahal  yang harus digali penyidik itu adalah apa peristiwa hukum, tindak pidananya dan fakta-fakta hukum seperti apa.

Apalagi dalam BAP,  tersangka pun diminta bersumpah segala, yang dalam praktek peradilan sumpah untuk memberikan keterangan sebenarnya tentang apa yang diketahui, dilihat dan dialami hanya berlaku dalam hal keterangan saksi.

Dari substansi BAP sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa surat keputusan DPRD Lembata nomor 2/DPRD kabupaten Lembata/2014 tentang Pendapat DPRD terhadap dugaan pelanggaran pelaksanaan peraturan Perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati Lembata ada dua versi:

Pertama: versi yang diserahkan oleh Simon Geletan Krova, Frans Limawai, dan Yoseph Meran Lagaor pada tanggal 26 Maret 2014.

Versi kedua adalah  surat yang rencananya akan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) tanggal 19 Maret 2014 yang disimpan oleh Burhanudin Kia yang juga sekretaris dewam yang semestinya diserahkan ke MA tanggal 19 Maret 2014 tetapi tidak jadi diserahkan karena pada saat hendak diserahkan ke MA tim yang terdiri dari Yoseh Meran Lagaor, Simon Geletan Krova, ipi bediona, Frans Limawai, Sulaiman Syarif dan didampingi oleh Burhanudin Kia dan Gaspar Lili Lazaren terjadi perbedaan dalam tim sehingga penyerahan okumen ditunda.

Karena penyerahan dokumen ke MA ditunda maka ada dokumen yang dipegang oleh Burhanudin Kia, sementara pemilik dokumen berdasarkan keputusan bersama dari pimpinan DPRD dalam hal ini Yohanes Derosari menugaskan Frans Limawai dan Ipi Bediona untuk mereivisi dan memvinalisasi. Setelah direvisi selanjutnya dokumen diserahkan ke MA dan atas perubahan tersebut Ketua DPRD menyatakan terima kasih.

Revisi secara substansial atau materi keputusan DPRD nomor 2 tersebut sesungguhnya tidak ada, karena yang direvisi adalah bagian pertimbangan dengan menyebut dan merujuk pasal-pasal secara tegas dalam berbagai undang-undang  dan bagian rekomendasi yang semula ada kata dugaan  tetapi dihilangkan.

Misalnya kalimat sebelum diubah adalah:  “bupati Eliazer Yentji Sunur telah melakukan pelanggaran terhadap sumpah/janji jabatan bupati, tugas dan wewenang, kewajiban bupai dan larangan terhadap bupati sebagaimana diatur dalam pasal 110 ayat 2, pasal 25, pasal 27, pasal 28 Undang-undang nomor 32/2004 tentang pemerintahan daerah”  yang sebelumnya hanya ditulis: patut diduga adanya pelanggaran peraturan Perundang-undangan oleh kepala daerah,

Dokumen pembanding yang dinilai penyidik dan dibandingkan sebagai  surat palsu adalah dukumen yang dipegang Burhabudin Kia yang sudah direvisi atas perintah ketua DPRD dan secara kelembagaan telah diserahkan kepada MA.

“Dengan demikian dokumen mana yang palsu dan apanya yang palsu kalau DPRD hanya membuat satu dukumen sementara yang dipegang Burhanudin telah direvisi atas perintah Ketua DPRD,” tulis Petrus.

Sementara substansi tidak ada perubahan.  Apalagi yang dipersoalkan?. Soal nomor urut tanda tangan dewan, selain itu batal demi hukum BAP tersangka Ipi karena keterangannya lebih bersifat sebagai pendapat atau keterangan ahli.

Miisalnya tersangka diminta pendapatnya soal perubahan dokumen uji pendapat, pendapat tentang keputusan tanpa paripurna, pendapatnya tentang apa arti kata finalisasi, tentang kata penyempurnaan seolah  tersangka itu adalah ahli bahasa.

Berdasarkan analisa tersebut, BAP tersangka Ipi Bediona harus dinyatakan batal demi hukum dan kejaksaan harus menolaknya karena selain BAP yang cacat prosedur dalam mengambil keterangan Ipi bediona, cs juga apa yang dilakukan mereka atas nama lembaga dan menurut Undang Undang MD3, tanggung jawab hukum kedalam dan keluar adalah Pimpinan DPRD. Apalagi yang dilakukan oleh anggota DPRD tersebut adalah menjalankan perintah.

Karena kemampuan akademis penyidik dibawah standard maka diusahakan dalam waktu satu bulan harus tidak berada di Lewotanah karena perbuatan- perbuatan dalam menjalankan kewenangan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Oni) 
Sumber: floresbangkit.com, 23 Oktober 2014
Ket foto: Petrus Bala Pattyona
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger