Menilai Undang-Undang nomor 27 tahun
2009 direndahkan, kuasa hukum dua tersangka anggota DPRD Lembata yang ditahan
dengan tuduhan memalsukan dokumen uji pendapat DPRD, mempraperadilkan Polres
Lembata.
Ahmad Bumi, SH dan
Vianey K. Burin, SH usai mendaftar perkara praperadilan di Pengadilan Negeri
(PN) Lembata kepada wartawan mengatakan, praperadilan ditempuh sebagai langkah
kontrol terhadap pelaksanaan undang-undang oleh aparat penegak hukum serta
memulihkan harkat dan martabat institusi DPRD Lembata yang direndahkan dalam
proses ini.
“Kita sudah resmi
mendaftar dan diterima oleh staf panitera Damianus. Nomor register perkaranya
masih tunggu Pansek. Praperadilan ini kita lakukan sebagai kontrol terhadap
pelaksanaan undang-undang oleh penegak hukum. Kita berharap semua penegak hukum
menghormati undang-undang 27 tahun 2009 tentang MD3,” ujar Ahmad Bumi.
Sementara itu Burin
menambahkan, “Menangkap dan menahan
anggota DPRD dalam tugas jabatan itu sama dengan merendahkan undang-undang, dan
praperadilan ini kita lakukan untuk memulihkan harkat dan martabat institusi
DPRD Lembata yang di rendahkan dalam proses ini,” sambung Vianey K. Burin.
Di jelaskan pula,
terkait pelaksaan sidang sebagaimana diatur dalam KUHAP, akan berlangsung tiga
hari setelah mendaftar. Sebagaimana dalam ketentuan, sidang praperadilan hingga
putusan akan berlangsung selama 7 hari terhitung sejak sidang perdana.
Kepada wartawan, dua
kuasa hukum ini pun menanggapi pernyataan Kapolres dan Kasat Reskrim Polres
Lembata. melalui salah satu media cetak terbitan ibu kota propinsi NTT,
Kapolres Lembata AKBP. Wresni H.S. Nugroho menilai Bediona Philipus dan
Fransiskus Limaway yang melakukan finalisasi dokumen uji pendapat DPRD adalah
sebuah perbuatan melawan hukum.
Ahmad Bumi dan
Burin mengatakan, konsekuensi dari keputusan DPRD nomor 2 tahun 2014 tentang
Uji Pendapat DPRD Lembata ke MA pada kerugian bagi orang lain, namun kerugian
orang lain itu tidak bisa dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum, karena
Limaway dan Bediona melekat Jabatan yang tunduk pada Undang-Undang nomor 27
tahun 2009.
“Jadi itu
pernyataan keliru, tidak semua perbuatan dapat dikwalifikasikan sebagai
perbuatan melawan hukum. Kecuali kalau perbuatannya yang dilakukan tidak
melekat kewenangan,” kata Kuasa Hukum Bediona Philipus, Ahmad Bumi, SH.
Demikian juga
dengan Kuasa Hukum Limaway dalam kesempatan ini ikut menanggapi pernyataan
Kasat Reskrim Polres Lembata Iptu Aba Mean. Melalui media massa, Iptu Aba Meang
mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan tindak kriminal diatur dalam KUHP,
undang-undang MD3 hanya mengatur kode etik DPRD. Menurut Vianey, Aba Mean
sedang membangun prespektif hukum yang keliru. Surat dan keputusan DPRD nomor 2
tahun 2014 yang diserahkan ke MA adalah resmi.
“Sepanjang ini DPRD
tidak persoalkan, bahkan melalui keputusan nomor 3 tahun 2014 DPRD menyatakan
keputusan itu adalah sah. Kalau Kasat Reskrim omong begitu, artinya dia lupa
baca undang-undang nomor 8 tahun 1987 tentang KUHAP, dalam konsilidrans huruf
“a” yang pada intinya mengatakan semua pihak tidak terkecuali harus menghormati
hukum dan pemerintahan yang ada. Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 itu berisi
norma hukum yang harus di taati,” kata Burin.
Sebagai gambaran,
kuasa hukum Bediona dan Limaway datang ke PN Lembata ditemani puluhan
masyarakat lewoleba yang selama ini menaruh simpati terhadap kasus hukum
anggota DPRD Lembata. (Yogi Making)
Sumber: floresbangkit.com, 7 November 2014
Ket foto: Vianey K. Burin, SH dan Ahmad Bumi SH sedang menyampaikan keterangan
pers di salah satu ruang kantor PN. Lembata, usai mendaftar perkara
praperadilan.

0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!