Aula Taman Budaya NTT, Selasa,
4/11, sepertinya tak menunjukkan
tanda-tada sesuatu yang wahhh untuk sebuah acara launching. Setidaknya jalan menuju gedung berkibar
spanduk selamat datang, atau umbul-umbul perusahaan sponsor.
Jauh dari dari
itu. Bahkan sejumlah peserta bertanya-tanya, benarkah akan diluncurkan
majalah yang mengusung ikon Nusa Tenggara Timur spektakuler, atau apalah….
Hanya di dalam
aula di lantai dua itu, diletakkan dua kursi sofa dan meja kecil
berundak dua. Sedikit dekor yang mewarnai topik acara adalah latar belakang
bertuliskan Launching Majalah Kabar NTT,
Nusa Tetap Tercinta. Setidaknya kesan glamour tidak kita jumpai dalam acara
peluncurannya.
Namun kesederhanaan
dekorasi tak mengurangi letupan semangat yang ditunjukkan awak media bulanan
itu. Susana kering segera berubah menjadi kobaran idealisme yang mengental.
Setidaknya menurut Pemimpin Umum, Antonius Kleden, tantangan bagi media cetak
di tengah gempuran media on line yang cepat dan murah karena langsung dinikmati
pelanggan melalui hand phone, smart phone.
“Banyak teman yang
bertanya apakah anda yakin mendirikan majalah cetak? Dari mana uangnya?”
ujarnya. Menjawab pertanyaan itu, mantan wartawan senior sebuah harian di Kupang ini berujar, dibandingkan dengan
Jepang, negara ini pusat perkembangan handphone
dan smart phone, tetapi media cetak tetap
berkembang di Jepang.
Jumlah eksemplar
yang dicetak pagi dan sore mencapai 15 juta eksemplar. Dan jika dibuat rasio
perbandingan jumlah penduduk dan jumlah eksemplar maka di Jepang terdapat 2
orang yang membaca satu eksemplar.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk di NTT,
dan jumlah eksemplar media cetak, tidak lebih dari 37 ribu eksemplar, itu
berarti terdapat rasio 136 orang yang membaca satu eksemplar.
“Dengan ratio itu
kami masih sangat optimistis, media cetak masih sangat berpotensi untuk
dikembangkan,” ujarnya.
Hal berikut yang
menjadi pertanyaan banyak pihak adalah, dari mana uang untuk membiayai karyawan
dan pencetakannya? Dia menegaskan, hal ini bukan masalah semangat untuk
membangun Nusa Tenggara Timur dari dukungan media adalah yang paling penting.
“Semangat yang membuat kami ingin melakukan sesuatu yang lebih baik untuk
membangun NTT,” ujarnya.
Dan ini yang lebih
penting. Banyak media karena terlalu fokus menjalankan fungsi kontrol sosial,
maka hal-hal unik, khas, dan yang membangkitkan semangat dari kisah sukses kurang terekspose.
Yang
ditampilkan adalah cerita korupsi, derita, kesusahan masyarakat dan sebagainya.
“Kami ingin mengabarkan hal-hal yang positif dari Nusa Tenggara Timur, sehingga
kami tetap mengusung motto NTT sebagai Nusa Tetap Tercinta,” pungkasnya.
Sementara Wali Kota
Kupang Jonas Salean yang didaulat meluncurkan Majalah Kabar NTT ini mengatakan, pihaknya
menyambut gembira terbitnya majalah ini. Diakuinya, selama ini banyak
sekali kerja keras yang sukses dilakukannya di Kota Kupang, luput dikabarkan
media di NTT.
“Banyak hal-hal kecil yang dibesar-besarkan, sementara yang besar
dikecilkan,” ujarnya.
Menurutnya, media
di NTT baik cetak maupun elektronik banyak yang sudah berkiprah sesuai dengan
visi dan misinya. Namun belum semua yang dikerjakan yang baik diekspose secara
baik.
Misalnya, menurut Salean, program raskin yang digelontorkan pemerintah
pusat, rakyat masih harus membelinya, tetapi untuk di Kota Kupang, penerima
raskin tidak perlu membeli karena anggarannya sudah ditalang pemerintah kota
untuk membantu masyarakat yang tidak mampu.
Hal lain, masyarakat miskin yang
meninggal masih juga dibebani biaya pemakaman yang cukup tinggi, maka
pemerintah menyediakan biaya 2,5 juta untuk membantu keluarga miskin yang mengalami duka.
“Banyak yang kami
lakukan tetapi karena yang diekspose wartawan
hal-hal yang buruk maka tidak dapat tereksposes hal positif yang
dilakukan. Maka kami sambut baik majalah ini, yang menjanjkan informasi yang
positif,“ ujarnya di hadapan ratusan peserta yang terdiri dari tokoh
masyarakat, tokoh pers, budayawan, pegawai negeri sipil dan sebagainya. (Yok)
Sumber:
floresbangkit.com, 5 November 2014
Ket foto: Peluncuran Majalah Berita NTT,
nampak sejumlah tokoh wartawan, budayawan, dan rohaniwan.

0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!