Oleh Neles Tebay
Dosen STFT Fajar Timur &
Koordinator Jaringan Damai
Papua di Abepura
PRESIDEN Joko Widodo mengadakan kunjungan ke Tanah Papua
selama tiga hari, 27-29 Desember 2014. Dia menghadiri perayaan Natal nasional
yang diselenggarakan di Jayapura serta bertemu sejumlah pihak di Sentani,
Wamena, Sorong, dan Biak.
Suasana kegembiraan
mewarnai kunjungan Presiden Jokowi. Tidak terdengar sedikit pun suara-suara
sumbang yang menyatakan ketidakpuasan atas kehadirannya.
Presiden Jokowi
mempunyai sikap empati dan solidaritas yang luar biasa terhadap rakyat Papua
sehingga dia dapat memahami permasalahan mereka. "Masalah yang ada di
Papua tidak hanya berkaitan dengan ekonomi, sosial, atau politik," kata
Presiden Jokowi. Masalah utama, lanjutnya, adalah "Tidak adanya saling
percaya antara rakyat dan pemimpinnya."
Tanah yang damai
Inilah suatu
pengakuan jujur yang tidak pernah diungkapkan oleh enam presiden sebelumnya.
Presiden mengakui bahwa dalam suasana ketidakpercayaan antara satu dan yang
lain, masalah apa pun tidak dapat diselesaikan. Dengan demikian, meningkatkan
sikap saling percaya di antara sejumlah pihak di Tanah Papua merupakan hal
pertama, penting, dan mendesak (urgent) yang perlu dilakukan.
Presiden Jokowi
juga mengidentifikasi secara jelas kebutuhan fundamental rakyat Papua. "Saya
melihat rakyat Papua tidak hanya membutuhkan layanan kesehatan. Tidak hanya
membutuhkan layanan pendidikan. Tidak hanya membutuhkan pembangunan jalan,
jembatan, dan pelabuhan. Namun, rakyat Papua butuh didengarkan, diajak
berbicara. Itulah sikap dasar saya dalam membicarakan setiap persoalan yang ada
di Papua," tutur Presiden Jokowi yang disambut dengan tepuk tangan meriah.
Mengapa? Orang
Papua menyambut pernyataan ini dengan tepuk tangan meriah karena tidak pernah
mendengar kata-kata seperti ini dari semua presiden sebelumnya.
Kegembiraan rakyat
bertambah besar ketika mendengar Jokowi sebagai satu-satunya Presiden yang
berjanji mengunjungi Papua tiga kali setahun. "Kalau kurang dari tiga
kali," pintanya, "coba ingatkan saya, tegur saya, bilang, 'Pak, baru
dua kali', dan nanti saya datang." Janji Presiden ini membangkitkan
harapan dalam hati orang Papua bahwa Presiden Jokowi dalam kunjungannya nanti
akan rela mendengarkan curahan hati dan aspirasi mereka.
Tidak seperti
presiden-presiden sebelumnya, Jokowi mengakui adanya konflik dan kekerasan yang
berlangsung lama di Tanah Papua. Kasus penembakan di Paniai, 8 Desember 2014,
hanyalah salah satu dari sekian banyak kekerasan yang terjadi selama ini.
Presiden Jokowi menyampaikan rasa penyesalannya dan dukacita terkait kasus
penembakan di Paniai dan bertekad untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga
tuntas.
Jokowi menyampaikan
komitmennya untuk mencegah agar kasus penembakan seperti ini tidak terulang
lagi di masa depan. "Yang penting," harap Presiden, "kejadian
seperti ini jangan terjadi lagi di Papua." Kekerasan ditolak secara tegas
"Karena", kata Jokowi, "yang ingin kita bangun adalah Tanah
Papua yang damai." Dia menekankan pentingnya menemukan dan menyelesaikan
akar penyebab dari semua kekerasan ini.
Rakyat Papua kini
tahu bahwa Presidennya mempunyai komitmen untuk membangun Papua yang damai.
Komitmen ini merupakan suatu bentuk dukungan dan peneguhan terhadap inisiatif
masyarakat sipil yang dimotori para pimpinan agama (Kristen Protestan, Katolik,
Islam, Hindu, dan Buddha) di Papua yang sedang berupaya mewujudkan Papua
sebagai Tanah Damai.
Jokowi adalah
satu-satunya Presiden Indonesia yang menekankan persatuan dan keterlibatan dari
semua pemangku kepentingan dalam membangun Papua yang damai. Presiden mengajak
semua pihak, "Marilah kita bersatu. Yang masih ada di dalam hutan, yang
masih berada di atas gunung-gunung, marilah kita bersama-sama membangun Papua
tanah yang damai. Marilah kita pelihara saling rasa percaya di antara kita
sehingga kita bisa berbicara dengan suasana yang damai dan sejuk."
Ajakan Presiden ini
memberikan harapan bagi rakyat Papua bahwa akan ada komunikasi politik yang
dibangun pemerintah untuk melibatkan orang Papua yang masih bergerilya di hutan
dan yang hidup di luar negeri dalam membangun Papua yang damai-sejahtera.
Jalan dialog
Presiden Jokowi
sendiri mengedepankan jalan dialog. Maka, dia berjanji akan mendengarkan lebih
banyak suara rakyat. "Saya ingin pergunakan waktu
sebanyak-banyaknya," kata Presiden, "untuk lebih banyak mendengar dan
berdialog dengan hati." Bagi Jokowi, semangat untuk mendengar dan
berdialog inilah yang ingin digunakannya sebagai fondasi membangun Papua yang
damai-sejahtera.
Dialog digunakan
sebagai medium untuk meningkatkan kepercayaan antara rakyat dan pemimpin pemerintahan.
Maka, Presiden Jokowi mendorong gubernur, pangdam, kapolda, dan para bupati di
Tanah Papua untuk melakukan lebih banyak dialog dengan rakyat.
Jokowi menegaskan
pentingnya dialog yang dilaksanakan di aneka level, dengan sejumlah kelompok,
dan dengan menggunakan format dialog yang berbeda-beda. Melalui dialog ini,
masalah-masalah dapat diidentifikasi dan solusi dapat ditemukan secara damai.
Maka, rakyat boleh berharap bahwa konflik Papua pun dapat diselesaikan melalui
dialog yang inklusif.
Jokowi tampil
sebagai harapan bagi rakyat Papua. Kunjungannya membangkitkan harapan,
memberikan energi dan kekuatan baru dalam membangun perdamaian, serta
menghidupkan daya imajinasi dan kreativitas rakyat Papua dalam mewujudkan
perdamaian di Tanah Papua melalui dialog.
Presiden Jokowi
telah merebut kepercayaan dari rakyat Papua. Kepercayaan ini merupakan modal
utama untuk —tentu saja bersama rakyat— menyelesaikan aneka permasalahan dan
membangun perdamaian di Tanah Papua.
Sumber: Kompas, 6 Januari 2015
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!