GUBERNUR DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menantang para pengamat lingkungan atau ahli
tata kota untuk berdebat terkait betonisasi Sungai Ciliwung dan pembangunan
jalan inspeksi pasca-pelebaran sungai tersebut. Menurut Basuki, pembetonan
tidak dilakukan sampai dasar sungai.
"Makanya, saya
bisa berdebatlah sama mereka. Sekarang saya tanya sama kamu, ini kota sudah
jadi. Kalau kamu enggak mau (bangun) sheetpile (dinding turap) itu sungai yang
ada di kota, berarti kamu butuh 60 meter lebarnya pakai alam," kata Basuki
di Balai Kota, Senin (12/10/2015).
Basuki mengatakan,
lebar Sungai Ciliwung seharusnya sekitar 20 meter-30 meter. Pendiri bangunan liar
di bantaran kali menguruk Sungai Ciliwung dan lebarnya kini hanya tinggal 5
meter. Basuki mengaku bingung melihat banyak pengamat yang menentangnya ketika
menggusur permukiman liar di bantaran kali.
"Saya bersihin
(bangunan liar) 15 meter hasil urukan saja marah, dibilang saya melanggar HAM.
Lalu, Anda mau ngotot pakai sistem yang alami? Ya mana bisa? Kalau kamu mau
posisi alami, roboh enggak diinjek mobil?" kata Basuki.
Basuki mengaku
telah mencoba normalisasi tanpa pembangunan sheetpile. Namun, tepi sungai tidak
kuat menahan mobil-mobil yang terparkir di sana. Salah satu contoh normalisasi
alami tanpa pembetonan sheetpile adalah Sungai Ciliwung di bagian Condet.
Semakin ke wilayah
hulu, kata Basuki, Pemprov DKI tidak akan membangun sheetpile sehingga ia
memberikan bantuan dana hibah kepada Kabupaten Bogor untuk membereskan
normalisasi Ciliwung di bagian hulu.
"Makanya,
kasih tahu ke dia (pengamat), saya lulusan (Jurusan) Geologi tercepat di
angkatan saya. Saya lulus Geologi tidak terlalu jelek. Enggak terlalu jelek
ilmu geologi saya," kata Basuki.
Komunitas Ciliwung
Condet sebelumnya mengkritik betonisasi di Sungai Ciliwung. Ketua Komunitas
Ciliwung Abdul Kodir mengaku pernah menggugat masalah ini ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) dengan obyek surat keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo. Namun, gugatan mereka kalah di PTUN.
Betonisasi Sungai
Ciliwung sepanjang 19 kilometer dari mulai kawasan TB Simatupang hingga
Manggarai dinilai merusak ekosistem. Rencana ini juga ditentang karena dinilai
bukan solusi penangkalan banjir.
Komunitas Ciliwung
Condet salah satu yang menolak rencana ini. Analisis dampak lingkungan (amdal)
yang tak pernah dibeberkan menjadi salah satu alasannya. Jika sasarannya
penangkalan banjir, Abdul menilai pemerintah tidak tepat sasaran.
Masalah banjir,
lanjutnya, ada di hulu Sungai Ciliwung di Puncak Bogor, yang telah banyak
beralih fungsi.
"DAS atau
daerah aliran Sungai Ciliwung sudah rusak. RTH (ruang terbuka hijau) jauh
berkurang. Benerin dulu situ, RTH ditambah, dan dilindungin (tepian) yang ada.
Itu di daerah hulu sudah terjadi okupasi besar-besaran," kata Abdul.
Sumber: Kompas.com, 12 Oktober 2015
Ket foto: Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!