ALIANSI Masyarakat Berantas Mafia Ijazah mempolisikan
Universitas Krisnadwipayana Jakarta dan Bupati Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara
Timur (NTT), Eliaser Yentji Sunur, ST karena diduga melakukan tindak pidana
pemalsuan ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayaa (2) KUHPidana
ke Badan Reserse dan Kriminal Bareskrim) Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia.
"Keterangan kampus mengatakan
Bupati Lembata punya ijazah. Kita sodorkan datanya kepada kepolisian, beliau
masuk kuliah tahun 1995. Namun, data ujiannya tidak ada. Dengan data itu,
penyidik berkeyakinan ijazah itu palsu. Dengan demikian, laporan itu bisa
diterima diberikan nomor laporan untuk dilakukan penyelidikan lebih
lanjut," ujar Petrus Bala Pattyona, SH, MH, kuasa hukum Alex Murin, juru
bicara Aliansi Masyarakat Berantas Mafia Ijazah di Markas Besar Polri, Jalan
Trunojoyo, Jakarta Kamis (25/2) siang.
Aliansi ini terdiri dari sejumlah
elemen antara lain, Forum Penyelamat Lewotana Lembata/FP2L, Pos Pemenangan
Rakyat Lembata/Pospera Lembata, PADMA Indonesia, GARDA NTT, Forum Mahasiswa dan
Pemuda NTT/FORMADA NTT, Mahasiswa Lembata Jakarta, dan Anak Muda Adonara Jakarta.
Dalam Laporan Polisi Nomor :
LP/205/II/2016 Bareskrim tertanggal 25 Februari 2016, Murin didampingi Pattyona
diterima Perwira Siaga III, AKP Joyo Mulyo, S.Sos dan Tanda Bukti Lapor Nomor:
TBL/139/II/2016/Bareskrim.
Pattyona menjelaskan, ada beberapa
hal yang menjadi dasar laporan. Misalnya, Bupati Sunur mengantongi ijazah sejak
29 Januari 2005. Sementara SK Rektor Universitas Krisnadwipayana tentang
nama-nama mahasiswa yang lulus ujian sarjana baru terbit 15 Maret 2005.
"Ibarat seorang ibu hamil.
Sebelum melahirkan, dia sudah mengantongi akta kelahiran. Mestinya, akta
kelahiran dibuat setelah si ibu tahu nama dan jenis kelamin anaknya,"
jelas Pattyona.
Sementara itu, Alex Murin
menambahkan, pihak Universitas Krisnadwipayana Jakarta diduga kuat memalsukan
ijazah atas nama Eliaser Yentji Sunur. Sejak dilantik menjadi Bupati Lembata
tahun 2011, kata dia Eliaser diduga kuat menggunakan ijazah yang tidak diakui
oleh negara/tidak sah.
“Kami melaporkan pihak Universitas
Krisnadwipayana ke Mabes Polri karena kampus ini berada di Jakarta. Selain itu,
kami juga melaporkan Eliaser Yentji Sunur selaku pengguna ijazah. Kami
berharap, kasus ini mendapat perhatian khusus Bareskrim Polri dan Kapolri
Badrodin Haiti. Kami cukup diresahkan dengan dugaan kuat penggunaan ijazah
palsu oleh Bupati Lembata. Apalagi, beliau pejabat publik," ungkap Alex
Murin.
Menurut Alex, laporan ini dilakukan
setelah pihaknya menyurati Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi,
Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III Jakarta, dan
Universitas Krisnadwipayana.
"Laporan ini kami buat setelah
tim kami menyurati dan mengecek langsung pada kantor Kementerian Ristek dan
Pendidikan Tinggi, Kopertis Wilayah III Jakarta, dan Universitas
Krisnadwipayana, lembaga yang menerbitkan ijazah bersangkutan," ujar
Alex.
Surati Menteri
Alex menjelaskan, sekitar bulan November 2015, FP2L melalui surat kepada
Menteri Ristek dan Dikti (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengadukan kasus
penggunaan ijazah atas nama Eliaser Yentji Sunur, yang tidak diakui oleh
negara/tidak sah.
Menristekdikti melalui Ditjen
Pembelajaran dan Kemahasiswaan menjawab surat FP2L melalui surat Nomor:
004/B2/LL/2016 tanggal 5 Januari 2016. Dalam surat ini, jelas Alex, Direktur
Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Paristiyanti Nurwardani
menjelaskan, data Eliaser Yentji Sunur, NPM 95411457, tanggal lulus 29 Januari
2005, program studi Teknik Sipil S1 Universitas Krisnadwipayana, tidak
ditemukan di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD.Dikti). Data tersebut sesuai
dengan surat verifikasi Koordinator Kopertis Wilayah III Nomor:
1730/K.3/KM/2015 tanggal 21 Desember 2015.
Atas surat Direktur Pembelajaran
Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan dan surat Koordinator Kopertis III
Jakarta tersebut, menjadi dasar hukum FP2L mempersoalkan kasus ini. Dasar
laporan itu juga penting karena kedua lembaga pemerintah ini memiliki
kewenangan mengawasi penyelenggaraan Perguruan Tinggi di Indonesia.
“Menurut kami, surat lembaga
pemerintah ini telah memenuhi azas praesumtio iustae causa atau azas praduga
sah karena lembaga ini memiliki kewenangan publik untuk menyatakan hal itu.
Jadi kami mempersoalkan kasus ini bukan fitnah tapi ada dasarnya," lanjut
Alex.
Di internal DPRD Lembata, Fraksi Gerindra juga mempertanyakan, apakah pernyataan Direktur Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti RI serta Kopertis Wilayah III Jakarta bahwa data yang tidak ditemukan dalam Pangkalan Data Dikti, itu berarti ijazah atas nama Eliaser Yentji Sunur tidak sah atau tidak resmi.
"Kami berpandangan bahwa sebuah
ijazah yang sah pasti diperoleh dari proses perkuliahan yang sah dan dalam
pengawasan Kemenristekdikti, di mana Pangkalan Data Dikti menjadi sumber
informasi resmi tentang riwayat kuliah, program studi, dan lain-lain dari
seorang mahasiswa. Fungsi Pangkalan Data Dikti tercantum dalam Pasal 56
ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi," ungkap
dia.
Pasal 56 ayat 2 UU Nomor 12 tahun
2012 secara jelas menyatakan bahwa Pangkalan Data Pendidikan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai sumber informasi bagi (i) Lembaga
akreditasi, untuk melakukan akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi; (ii)
Pemerintah, untuk melakukan pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan,
dan evaluasi serta pembinaan dan koordinasi Program Studi dan Perguruan Tinggi;
dan; (iii) Masyarakat, untuk mengetahui kinerja Program Studi dan Perguruan
Tinggi.
Terkait fungsi Pangkalan Data Dikti, Menteri Riset dan Dikti Mohamad Nasir pada pekan ketiga Mei 2015, juga sudah menyatakan dengan rinci dan tegas.
"Dalam pencegahan (ijazah palsu
dan pendidikan abal-abal), kami sudah membangun pangkalan data pendidikan
tinggi itu. Kami akan tingkatkan sistem informasi pendidikan tinggi-pendidikan
tinggi tersebut supaya tidak bisa dibongkar, kecuali dapat otoritas," ujar
Alex mengutip Menteri Ristekdikti Muhammad Nasir.
Dengan demikian, Aliansi
mempersoalkan keaslian ijazah atas nama Eliaser Yentji Sunur dari segi
legalitas, dalam arti ijazah itu diakui oleh pemerintah/negara atau tidak. Bukan
dari segi kertas ijazah itu asli atau tidak. Seseorang dapat memiliki ijazah
asli, tetapi belum tentu legal atau diakui negara.
“Keaslian sebuah kertas ijazah dapat
dibedakan dari hologram yang menempel pada kertas ijazah tersebut. Biasanya
form kertas ijazah yang asli dicetak oleh perusahaan negara sehingga memiliki
ciri khusus. Namun sekali lagi, kami mempersoalkan ijazah itu dari segi
legalitas, dalam arti diakui pemerintah/negara atau tidak," katanya.
Riwayat Akademik
Pada bagian lain penjelasannya, menurut Aliansi, FP2L juga menyambangi kantor
Kemenristek Dikti dan Kopertis Wilayah III di Jakarta untuk menelusuri riwayat
kuliah Eliaser Yentji Sunur.
Hasil penelusuran diketahui bahwa
Eliaser masuk kuliah tahun 1995 dan lulus tahun 2005 atau selama sepuluh tahun
kuliah. Setelah ditelusuri melalui Pangkalan Data Dikti data atas nama Eliaser
tidak ditemukan, katanya.
Selain itu, FP2L menyurati dan
mendatangi langsung Universitas Krisnadwipayana di Jakarta. Namun, berbeda
dengan Pangkalan Data Dikti, pihak kampus melalui Dekan Fakultas Teknik, Ayub
Muktiono, menyatakan bahwa Eliaser adalah alumni Fakultas Teknik Universitas
Krisnadwipayana.
“Surat jawaban Pak Dekan ini juga
menyertakan foto copy SK Rektor tahun 2005 yang memuat daftar nama kelulusan
mahasiswa S-1 lulusan tahun 2005. Dalam SK itu juga tercantum nama Eliaser
Yentji Sunur," lanjut Alex.
Berbekal daftar nama mahasiswa
lulusan tahun 2005, anggota FP2L juga mengecek lagi pada Pangkalan Data Dikti.
Namun, hasilnya dalam data tersebut nama Eliaser Yentji Sunur tetap tidak
ditemukan, sedangkan lulusan yang lainnya ditemukan.
Alex menjelaskan, dari Dekan
Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana, FP2L juga memperoleh foto copy
Surat Keterangan yang ditujukan kepada Yentji Sunur, di mana surat itu menerangkan
bahwa Eliaser Yentji Sunur adalah alumni Universitas Krisnadwipayana.
“Surat Keterangan Dekan Fakultas
Teknik itu selalu dijadikan modal Bupati Sunur melalui Kepala Bagian Humas
Pemkab Lembata untuk melakukan klarifikasi kepada media massa dan masyarakat
Lembata," ujarnya.
Dikatakan, perbedaan data antara
Universitas Krisnadwipayana dengan Direktur Pembelajaran Kemenristekdikti dan
Kopertis Wilayah III, menimbulkan kecurigaan. Patut diduga kuat ada oknum-oknum
tertentu terlibat dalam pemalsuan data kemahasiswaan Eliaser Yentji Sunur.
Indikasi keterlibatan ini terlihat
pada Surat Keterangan Dekan FT kepada Eliaser Yentji Sunur maupun surat Dekan
FT kepada FP2L yang tidak diteruskan kepada Rektor Unkrisnadwipayana, tetapi
malah kepada Ketua Program Studi (Prodi) Jurusan Teknik.
Selain itu muncul pertanyaan apa
motif Dekan FT Universitas Krisnadwipayana mengeluarkan Surat Keterangan untuk
dipergunakan Eliaser Yentji Sunur, yang menerangkan bahwa Eliaser adalah benar
alumni Unkris? Pertanyaan ini penting karena bila Eliaser telah memiliki
ijazah, untuk apa meminta Surat Keterangan dari Dekan FT?
“Lazimnya kampus hanya mengeluarkan Surat Keterangan Pengganti Ijazah bilamana ijazah rusak atau hilang, bukan keterangan sebagai alumni. Dugaan keterlibatan oknum tertentu menjadi pertimbangan kami untuk melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Kami berharap pihak Mabes Polri memanggil juga Eliaser Yentji Sunur selaku pengguna ijazah," ujar Murin.
“Kami mendengar Pak Eliaser Yentji
Sunur berniat mengadukan FP2L ke polisi. Jika benar niat itu maka barangkali
ini kesempatan baik untuk membuktikan sendiri keabsahan ijazahnya. Kami tetap
mendasarkan diri pada surat Direktur Pembelajaran Kemenristek Dikti,
Paristiyanty Nurwardani dan surat Koordinator Kopertis Wilayah III, Illah
Sailah," lanjut Alex.
Selain menyambangi Mabes Kapolri,
jelas Alex, surat Aliansi juga dikirimkan kepada Presiden Republik Indonesia,
Menteri Ristek dan Dikti, Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam
Negeri, Jaksa Agung, dan Menteri Hukum dan HAM. [YUS/L-8]
Sumber: beritasatu.com, 26 Februari
2016
Ket foto:
Ket foto:
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!