Dulu kuda satu-satunya moda transportasi untuk
menyelamatkan nyawa ketika wabah diare menyerang. Kini, ojek sepeda motor
menjadi “ambulans” penyelamat.
WABAH diare
menyerang. Banyak korban berjatuhan karena wabah menyerang tanpa perlawanan.
Peristiwa sekitar tahun 1980-an di Tobi wutung, Larantuka Flores Nusa Tenggara
Timur itu membekas dalam lubuk hati Mansetus Balawala. Setiap penderita diare
sangat sulit mendapatkan pertolongan medis yang memadai. Hal ini dikarenakan
jarak yang jauh ke rumah sakit dan minimnya sarana transportasi.
Pater Petrus Maria
Geurts, SVD, Pastor Paroki Paroki St Maria Bintang Laut Waipu kang Ile Ape
sebenarnya memiliki kemauan keras untuk membantu penderita diare. Namun ia
tidak bisa berbuat banyak. Pastor kelahiran Belanda ini, tinggal jauh di
Waipukang, pusat paroki. Sementara kebanyakan korban diare tinggal di daerah
terpencil.
Pada masa itu hanya
kuda yang bisa dipakai mengantar pasien diare ke rumah sakit di kota. Apalagi,
kondisi alam masih liar dan terjal. Akibatnya, banyak korban wabah diare tak
dapat diselamatkan. Kematian ibu dan anak akibat wabah ini menjadi sedemikian
merajalela.
Lahir dari Doa
Kejadian puluhan
tahun lalu itu mengins pirasi Mans, panggilan akrab Mansetus Balawa, untuk
mengembangkan pelayanan kesehatan dengan sepeda motor. Dulu orang memanfaatkan
kuda untuk membantu masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan. Ketika zaman
semakin maju, Mans mengganti kuda itu dengan sepeda motor untuk menolong
masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan.
Mans menjalani masa
mudanya di Surabaya. Di kota pahlawan ini Mans menyelesaikan kuliah S1 dan
sempat bekerja sebagai wartawan Koran Fakta setahun. Setiap kali ada kabar duka
dari kampung hatinya disayat pilu. Ia mengenal daerahnya, jauh dari kota,
sehingga orang kesulitan mendapat pelayanan kesehatan. Mans membayangkan bisa
mengatasi masalah ini.
Akhirnya Mans
pulang ke Flores dan menetap di Larantuka. Ia ingin membantu orang yang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Gagasan melahirkan program manajemen sistem
transportasi (MST) untuk pelayanan kesehatan di pedesaan terus hadir dalam
benaknya.
Keinginan itu mulai
terwujud ketika pada 2000 ia berdiskusi dengan petugas kesehatan dan penyuluh
lapangan keluarga berencana di Larantuka. Dalam diskusi itu terungkap bahwa
penyebab tingginya angka kematian ibu dan anak di Flores Timur adalah terlambat
mendapat pertolongan. Keterlambatan ini lebih disebabkan oleh minimnya sarana
transportasi, baik transportasi umum untuk masyarakat maupun untuk petugas
kesehatan.
Pada 2002, Mans
bersama beberapa temannya mendirikan Yayasan Kesehatan Untuk Semua (YKUS).
Melalui Yayasan itu, Mans menggulirkan program MST. YKUS mencoba mengatasi
kendala transportasi dengan memanfaatkan sepeda motor untuk mendekatkan akses
kesehatan kepada masyarakat.
Menurut Mans,
wilayah Flores Timur dan NTT umumnya memiliki keterbatasan akses transportasi.
Kendaraan umum hanya masuk ke desa sekali dalam seminggu. “Bayangkan saja untuk
sakit yang serius, tentu bisa berakhir dengan kematian. Itu kebanyakan terjadi
pada ibu hamil dan anak-anak,” kata pria kelahiran Holoriang, Lembata, 5
Januari 1973 ini.
Ojek Penyelamat
Saat ini sebelas
unit sepeda motor dan belasan “tukang ojek penyelamat” selalu siap melaksanakan
tugas. Yang dimaksud “tukang ojek penyelamat” adalah para petugas kesehatan
yang bekerjasama dengan YKUS. Untuk membantu operasional pelayanan kesehatan,
YKUS memfasilitasi petugas kesehatan itu dengan memberikan sepeda motor. Dengan
begitu, masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan di tempat. Pelayanan
kesehatan seperti ini bisa menekan biaya bagi masyarakat dan mereka tak perlu
bersusah payah ke kota.
Maria Yasinta,
bidan pegawai tidak tetap di Bukit Saburi, Pulau Adonara ini menyambut baik
pelayanan kesehatan menggunakan sepeda motor ini. “Kami selalu bekerja sama
dalam kegiatan posyandu bersama. Saya juga ikut ke Papua untuk presentasi
program pelayanan kesehatan dengan sepeda motor di sana.” ujar wanita ber-usia
37 tahun ini.
Begitu pula dengan
Markus Masan Bali, seorang petugas kesehatan di Kecamatan Solor Barat, Flores
Timur. Ia mengaku, kehadiran YKUS memungkinkan pelayanan kesehatan di
kampung-kampung bisa terjangkau. Dengan modal satu unit sepeda motor, Markus
bergerak membantu mengantar orang-orang di Solor Barat untuk berobat. “Saya
belajar dari sosok seorang anak muda seperti Mans yang punya semangat
melayani,” ujarnya.
Sebelumnya untuk
berobat ke pusat-pusat pelayanan kesehatan di kota, ongkos yang dikeluarkan
jauh lebih tinggi dari biaya pengobatan. YKUS menjembatani persoalan masyarakat
ini dengan ojek motor sebagai “ambulans”, menjadi penyelamat masyarakat dari
ancaman maut.
Program ini
memberikan kemudahan dalam hal layanan cepat. Misalnya, pelayanan imunisasi,
posyandu, rujukan untuk pasien gawat darurat, dan beragam kegiatan lainnya.
“Sepeda motor menjadi pilihan. Pertimbangan kami, jenis kendaraan ini lebih
mungkin menjangkau pedesaan. Dengan akses jalan yang sulit sekalipun, sepeda
motor jadi juruselamat pasien,” katanya. Ojek sepeda motor bisa berfungsi
sebagai “ambulans” yang mengangkut pasien ke pusat pelayanan kesehatan di kota,
atau menjadi kendaraan petugas kesehatan untuk datang ke desa-desa terpencil.
Dihargai
Aktivitas yayasan
rupanya mendapat perhatian dari Migran Care, sebuah Yayasan yang bergerak dalam
bidang advokasi buruh migran. Karena perhatian mereka mengurus orang-orang
kecil di pedesaan tahun 2013, Migran Care melibatkan YKUS ikut menangani isu
buruh migran. Melalui Program Maju Perempuan untuk Penanggulangan Kemiskinan,
YKUS membantu di tiga desa yakni Dulitukan, Tagawiti, dan Beutaran, di
Kecamatan Ileape, Lembata. Migran Care ingin memastikan upaya perlindungan
buruh migran dimulai dari desa sebagai basis buruh migran.
Atas kiprah ini
Mans pernah diundang sebagai salah satu panelis pada Konferensi Nasional “Hukum
dan Penghukuman” yang diselenggarakan Pusat Studi Kajian Wanita Program Pasca
Sarjana Universitas Indonesia bekerjasama dengan Komnas Perempuan di Pusat
Studi Gender UI De pok, tahun 2010.
Tahun 2009, YKUS
diganjar penghargaan Best Practices dari Bursa Pengetahuan Kawasan Timur
Indonesia (BPKTI). Tak berhenti sampai disitu, beragam penghargaan silih
berganti diraih Yayasan ini. Pada tahun 2010, YKUS meraih Satu Indonesia Award
dari PT Astra International Tbk dan 2012 memperoleh MDG Award dari Kantor
Utusan Khusus Presiden RI untuk Pencapaian Millennium Development Goals dan The
USAID Indonesian Social Innovator Award kategori Serving the Last Mile.
Beragam prestasi
tidak membuat mereka sekadar bertepuk dada. Dari waktu ke waktu mereka berusaha
untuk semakin meningkatkan pelayanan. “Doa dan kerja menjadi taruhan dalam
pelayanan kami. Tak pernah terpikir mendapat penghargaan. Kalaupun ada sebagai
orang Katolik, saya pikir itulah cara Tuhan memandang karya kami,” kata Mans.
Ansel Deri
Sumber: Hidup edisi
No. 4, 24 Januari 2016
Ket foto: Masyarakat Riangkotek, Kecamatan Lewolema, Flores Timur, salah satu desa dampingan sedang menunggu pelayanan kesehatan (1) dan Mansetus Balawala (2)
Ket foto: Masyarakat Riangkotek, Kecamatan Lewolema, Flores Timur, salah satu desa dampingan sedang menunggu pelayanan kesehatan (1) dan Mansetus Balawala (2)
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!