Oleh Ivanovich Agusta
Sosiolog Pedesaan IPB,
Bogor
RAPAT terbatas
kabinet Presiden Joko Widodo berupaya mengurangi kemiskinan di perdesaan
(Kompas, 26/7).
Masalahnya, program
pemerintah tidak lagi efektif menjangkau orang miskin. Berbagai publikasi BPS
mengabarkan jumlah si miskin di perdesaan mandek di kisaran 18 juta jiwa atau
14 persen sejak 2014. Padahal selama 2014-2016 saja digelontorkan anggaran
kemiskinan Rp 418 triliun (termasuk dana desa Rp 67 triliun), ditambah subsidi
petani Rp 94,9 triliun.
Kesulitan
menjangkau si miskin di desa lantaran berbeda karakteristik dari perkotaan. Di
kota, golongan miskin mudah dijangkau secara individual, seperti anak jalanan,
pelacur, pekerja informal, jompo di rumah gubuk atau rumah susun. Kehidupan
individualis membuka sosok si miskin sehingga mudah dikenali di sepanjang
jalan.
Di desa, kehidupan
komunal menyembunyikan wajah kemiskinan. Sejak 1956, Clifford Geertz sekadar
menjumpai golongan "tidak cukup", tapi tidak sampai miskin, apalagi
melarat. Sebab, si miskin di desa hanya terjangkau dalam lingkup keluarga. Anak
miskin yang ditinggal migrasi orangtuanya ke luar negeri tetap dijaga orangtua
dan mertua. Sarapan hingga makan malam jompo dikirimi tetangga. Kemiskinan
mendadak lantaran rumah roboh, bencana alam, kegagalan panen ditanggulangi
bersama dalam lingkup rukun tetangga (RT) atau dusun (rukun warga/RW).
Tubuh miskin yang
selalu terselip di antara tetangga penolongnya mengindikasikan upaya menjangkau
si miskin paling tepat melalui ketua RT. Pengumpulan data mikro yang mencakup
nama dan alamat si miskin tepat ditugaskan kepada ketua RT. Hanya, perlu
dicatat, metode ini cocok ketika dilaksanakan pertama kali pada suatu RT.
Sebab, begitu warga mengetahui trik di dalamnya, keakuratan penetapan keluarga
miskin menurun.
Pemerintah bisa
menjalankan diskusi serentak ke semua RT di Indonesia. Pendamping desa bisa
digerakkan. Tahun berikutnya tinggal ketua RT memperbaiki data registrasi
kemiskinan: mencoret keluarga yang mentas dari kemiskinan dan mencatat yang
jatuh miskin kembali.
Ketika dipraktikkan
sebagai studi multikasus, hingga kini hasilnya konsisten: golongan melarat
berpenghasilan seperlima garis kemiskinan. Dengan garis Maret 2017 setinggi Rp
2 juta per keluarga dalam sebulan, pendapatan mereka tak lebih dari Rp 400.000.
Mereka menumpang pada kerabat, tinggal di lahan tetangga, atau lahan desa.
Karena jompo dan sakit keras, mereka tidak memiliki pekerjaan tetap.
Golongan miskin
memiliki penghasilan sampai garis kemiskinan tinggal di rumah sederhana di
lahan terbatas. Karena masih muda, mereka mampu bekerja serabutan atau menjadi
buruh tani dan buruh konstruksi.
Tangga stratifikasi
sosial tingkat RT juga berisi upaya keluarga keluar dari kemiskinan, juga
kejadian buruk yang memiskinkannya. Inilah mata air bagi pendekatan baru
penanggulangan kemiskinan karena telah efektif dijalani keluarga miskin di
desa.
Golongan melarat
yang sakit parah mustahil beraktivitas sehingga layak mengakses kartu kesehatan
dan pangan yang mencukupi sepanjang tahun.
Golongan miskin
yang masih mampu bekerja diberdayakan pada pertanian dan konstruksi. Mandor bangunan
mendaftarkan pekerja ke balai pelatihan konstruksi. Setelah konsisten menjaga
mutu kerja infrastruktur terbangun, di akhir proyek mereka meraih sertifikasi
tenaga kerja konstruksi. Inilah modal dapat upah lebih tinggi dan terjamin.
Pendidikan kejuruan
pemuda desa yang berakhir sebagai migran sektor formal di Asia Timur mencipta
tangga pengentasan rakyat miskin. Gaji pemuda migran menambah aset lahan bagi
keluarga miskin selama 1999-2017. Maka, badan usaha milik desa (BUMDes) perlu
mencipta pinjaman dana pendidikan.
Sejak 2012, skema
kredit menjelma sebagai pintu keluar dari kemiskinan bagi aktivitas informal.
Maka, BUMDes perlu menyediakan layanan simpan-pinjam mikro.
Peningkatan nilai
tukar petani gurem cuma terbuka melalui pengurangan biaya asupan pupuk,
pestisida, biaya pengairan, dan sewa mesin pertanian. Mustahil melalui
peningkatan harga pangan karena membentur kepentingan konsumen. Konsekuensinya,
kartu diskon bisa diciptakan bagi petani gurem. Nama dan alamat mereka
teregistrasi pada Sensus Pertanian 2013. Kartu petani gurem berfungsi layaknya
kartu siswa miskin; diskonnya baru muncul saat petani membelanjakan asupan
usaha tani.
Buruh tani perlu
dukungan finansial agar secara berkelompok menyewa lahan. Jika lahan sewa
sempit, paling tepat ditanami hortikultura bernilai ekonomis tinggi. Subsidi
sewa lahan atau kredit super-ringan dari BUMDes tepat mengentaskan kelompok
buruh tani jadi petani kecil.
Sumber: Kompas, 31 Agustus 2017
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!