Oleh Adiyanto
Wartawan Media Indonesia
MENGARANG itu Gampang. Itu buku karya almarhum Arswendo
Atmowiloto. Judulnya cukup provokatif dan menantang. Di kitab yang telah
dicetak ulang lebih dari 10 kali itu, Wendo (demikian wartawan senior yang
wafat Jumat (19/7) pekan lalu itu, kerap disapa), intinya ingin bilang menjadi
pengarang atau penulis itu bisa dilakukan siapa saja, bahkan anak-anak.
Asalkan, kata dia, tidak buta huruf.
Mengarang atau
menulis itu intinya menyampaikan gagasan. Artinya, harus punya ide. Sampai di
situ terlihat mudah. Karena setiap orang pasti punya gagasan/pemikiran walau
sesederhana apapun. Masalahnya, tidak semua pandai menuangkannya dalam bentuk
tulisan. Wong, ngomong aja kadang belepotan.
Nah, di sinilah
perlunya referensi. Entah itu dari buku, koran, majalah, maupun, tontonan.
Apalagi kini ada internet. Karena dari sanalah perbendaharaan kosa kata kita
bertambah. Bagaimana mau menghasilkan tulisan yang ciamik, jika diksi yang kita
gunakan terbatas. Bagaimana pula mau menghasilkan tulisan yang berwarna, jika
tidak mau atau malas membaca.
Setidaknya itulah
yang saya pelajari dari buku karya Mas Wendo di atas. Senopati Pamungkas,
Keluarga Cemara, serial Imung, maupun berbagai tulisan lainnya yang berserak di
sejumlah koran dan majalah, adalah bukti kepiawaian pria asal Solo ini dalam
merangkai kata. Belum lagi berbagai naskah drama maupun film.
Saya pun ingin
terus belajar seperti Mas Wendo. Bukannya ingin terkenal seperti dia. Bukan
pula semata karena profesi, melainkan karena memang sudah tuntutan zaman.
Apalagi di era teknologi saat ini, kreativitas menulis bukan lagi monopoli
wartawan atau sastrawan.
Kini, dalam
keseharian kita semua terhubung dengan aksara. Baik untuk mengirim pesan
ataupun meletupkan ide di kepala ke dalam jejaring sosial. Jika nge-twit atau
nulis status saja gak becus, kan malu-maluin. Bagaimana pula mau laku berjualan
online di instagram, jika menulis caption saja berantakan.
Dengan pesatnya
perkembangan teknologi, khususnya internet, aktivitas menulis dan membaca
seharusnya bukan lagi sekadar mengisi waktu senggang. Berbagai bahan bacaan
melimpah di sana. Begitu pun berbagai platform untuk menulis, banyak yang
tersedia gratis. Tidak harus menunggu tulisan kita dimuat di surat kabar atau
majalah seperti era Arswendo. Kini, mengarang atau menulis itu (makin) gampang,
yang penting ada kemauan.
Sumber: Media Indonesia, 23 Juli 2019
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!