PASTOR Adolf J Heuken SJ (90 tahun), kami warga DKI
Jakarta patut berbangga padamu. Karya besarmu tentang catatan sejarah Batavia
tempo doeloe jadi warisan berharga tak sekadar buat manusia penghuni kota
Metropolitan ini melawan lupa, tapi juga siapapun dia Gubernur DKI dan jajaran
pemerintahan.
Saya, dan bisa jadi
banyak warga DKI Jakarta lainnya, tentu merasa bangga dan berutang budi kepada
tuan Heuken. Mengapa? Salah satunya, tuan Heuken sudah mewariskan buku-buku
penting terutama sejarah Jakarta. Lembaga-lembaga pendidikan mulai SD hingga
perguruan tinggi, lembaga-lembaga riset, kantor pemerintah dan swasta, lembaga
swadaya masyarakat sangat terbantu bila hendak menelusuri sejarah Jakarta.
Buku-buku karya
intelektual tuan Heuken membantu dan mengingatkan kita semua, terutama warga
Jakarta, agar tak boleh lupa jejak perjalanan manusia mewarnai Ibu Kota
sepeninggal tuan kumpeni di Batavia tempo doeloe. Banyak sejarahwan dan
peneliti tak lelah menelusuri setiap peristiwa Jakarta masa lampau, termasuk
bangunan-bangunan kuno kemudian menyajikan dalam beragam bentuk baik buku, film
dokumenter, majalah, koran, liflet, brosur, dan lain-lain.
Mau tahu sekilas
Masjid Istiqlal, salah satu cagar budaya yang dirancang Friedrich Silaban,
seorang arsitek penganut Protestan? Atau Gereja Katedral Jakarta, cagar budaya
bahkan Gereja Protestan atau GPIB Immanuel di seputaran stasiun Gambir, tak jauh dari lapangan Ikada
(Lapangan Banteng), buku tuan Heuken jadi rujukan.
Selain tuan Heuken,
tentu juga sejarahwan atau para peneliti yang concern di bidang itu seperti dua
sejarahwan Jakarta: JJ Rizal; berikut Thomas Ataladjar, anak kampung asal
Waiwejak, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Thomas, misalnya,
selain pernah tercatat sebagai penulis Ensiklopedia Nasional Indonesia (ENI),
ia juga sudah menulis sejumlah buku sejarah DKI Jakarta seperti Tokoh Merah, Si
Jaguar, Benteng-Benteng Kuno Bersejarah Seputar Batavia, Jejak Kejayaan
Molenvliet, Gerbang Batavia yang Tak Pernah Singgah di Batavia, Sunda Kelapa:
Bandar yang Mendunia, Jejak Navigator Kondang Dunia di Nusantara, Batavia, dan
sejarah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dalam buku The Hidden Treasury
of The Thousand Island.

Gubernur DKI
Jakarta Anies Rasyid Baswedan juga melayat di Kolese Kanisius untuk memberi penghormatan kepada tuan Heuken. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta mengirim karangan bunga atas meninggalnya tuan
Heuken. Begitu pula media sosial juga dibanjiri doa dan ungkapan dukacita serta
terima kasih para sahabat maupun rekan kerja tuan Heuken semasa hidup.
Ada juga yang mengulas
sekilas sosok tuan Heuken, imam yang sudah jadi warga negara Indonesia.
Sastrawan Floribertus Rahardi melukiskan sekilas Romo Heuken di laman
Facebook-nya di bawah ini.
Empat puluh tahun
yang lalu, OBOR yang dikelola oleh empat tarekat imam Indonesia (termasuk
Serikat Jesus, SJ); akan dijual ke Kanisius, Yogya. Pater Adolf Heuken SJ,
pendiri dan pengelola Penerbit Cipta Loka Caraka (CLC), paling gigih menolak
rencana itu.
Ia menyarankan agar
OBOR diambilalih Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Dan itulah yang
terjadi pada tahun 1979. Hari ini, Kamis 25 Juli 2019, pukul 20:27 WIB, Pater
Adolf Heuken SJ, wafat di RS St Carolus, Jakarta, dalam usia 90 tahun.
Pater Heuken lahir
Jerman, 17 Juli 1929. Ia dikenal luas di luar kalangan Katolik, karena tulisan-tulisan
dan bukunya tentang sejarah kota Jakarta.

Sabtu, 27 Juli
2019, pukul 10:00 Misa pelepasan jenazah di Girisonta, dilanjutkan pemakaman di
kompleks makam anggota SJ.
Demikian catatan
Floribertus Rahardi, sastrawan yang juga menulis buku Lembata Sebuah Novel
tahun 2008 dan diterbitkan Penerbit Lamalera.
Pastor Adolf J
Heuken SJ menurut catatan wikipedia.org, lahir di Coesfeld, Jerman, 17 Juli
1929. Ia tamat sekolah menengah di Gimnasium Johann-Conrad-Schule, Münster,
NRW, pada tahun 1950.
Heuken kemudian
masuk seminari untuk persiapan menjadi imam. Ia kemudian mendapat tugas di
Keuskupan Münster. Setelah ditabiskan jadi imam sejak 1963 ditugaskan sebagai
misionaris di Indonesia.
Nama Heuken kian
meroket dari sejumlah buku penting yang ia tulis. Misalnya, Kamus Dwibahasa
Indonesia-Jerman, yang ditulis bersama E.R.T. Sinaga.
Kamus ini sangat
populer dan bajakannya dapat dijumpai di mana-mana. Begitu pula buku Jakarta: Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta. Selain itu ia juga
membuat bibliografi mengenai sejarah Jakarta berjudul Sumber-sumber Asli
Sejarah Jakarta.
Ia juga menulis
buku sejarah mengenai gereja dan masjid tua di Jakarta. Untuk kalangan internal
Katolik, ia menulis pula Ensiklopedia Katolik dan Jungen für Christus: Ein
Buben-Buch yang ditulisnya bersama Roman Bleistein.
Heuken menerima
penghargaan Das Bundesverdienstkreuz am Bande atau Bintang Penghargaan Republik
Federal Jerman pada 25 November 2008 atas jasa-jasanya dalam mengembangkan
hubungan Jerman-Indonesia.
Penghargaan yang
disematkan oleh Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Baron Paul von Maltzahn, ini
adalah yang tertinggi yang dapat dianugerahkan oleh Pemerintah Federal kepada
setiap orang sebagai jasanya terhadap negara Jerman, dan mulai diberlakukan
pemberiannya sejak tahun 1951 oleh Presiden Jerman, Theodor Heuss.
Pastor yang dikenal
tekun itu menurut mata selamanya. Ia menghadap Tuhan, Sang Sabda pada Kamis, 25
Juli 2019, pukul 20:27 WIB. Selamat jalan, Romo Adolf Heuken SJ. Doa kami
semua: semoga romo bahagia dalam kerajaan Bapa di Surga. Doakan kami dari
rumah-Nya.
Jakarta, 26 Juli
2019
Ansel Deri
Ket foto: Alm. Pastor Adolf J Heuken SJ (1) dan buku-buku karyanya (2) saat jenazahnya dikunjungi Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Ket foto: Alm. Pastor Adolf J Heuken SJ (1) dan buku-buku karyanya (2) saat jenazahnya dikunjungi Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Sumber foto: copas
Fb Monica Maria Meifung, Frans Padak Demon, dan Daniel Boli Kotan
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!